Pakar Nilai Pelaporan Hakim ke KY oleh Kuat Maruf Sudah Tepat
Siti Yona Hukmana • 09 Desember 2022 21:40
Jakarta: Kuat Ma'ruf, terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J melaporkan Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Wahyu Iman Santoso kepada Komisi Yudisial (KY). Langkah Kuat Ma'ruf dinilai sudah tepat.
Pakar hukum pidana, Chairul Huda menilai Hakim Wahyu kurang profesional dalam memproses perkara tersebut. Majelis hakim sempat menyebut terdakwa Kuat Ma'ruf dan Bripka Ricky Rizal buta dan tuli saat menjadi saksi dalam persidangan.
"Hakimnya terbawa suasana, menunjukkan sikap yang tidak profesional," kata Huda saat dikonfirmasi, Jumat, 9 Desember 2022.
Menurut dia, saksi atau terdakwa Kuat Maruf memiliki hak untuk mengadukan hakim tersebut ke Komisi Yudisial dalam bentuk tertulis. Selanjutnya, kata dia, Komisi Yudisial memiliki tugas untuk menindaklanjuti setiap laporan masyarakat.
"Tugas KY memproses, bukan kewajiban," ujarnya.
Sementara itu, ahli hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menilai laporan Kuat Maruf itu sudah benar. Fickar mengatakan setiap orang atau pihak yang mempunyai bukti-bukti tentang pelanggaran yang dilakukan oleh hakim, baik dalam persidangan maupun di luar persidangan berhak melaporkan ke KY.
"Karena, KY memang didirikan sebagai lembaga yang mengawasi perilaku hakim dan merekrut hakim agung. Karena itu, laporan tersebut sudah tepat terlepas dari dapat tidaknya dibuktikan laporannya," jelas dia.
Fickar menyarankan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengganti ketua majelis hakim tersebut. Hakim Wahyu yang menyebut tuli dan buta diminta sebaiknya menjadi anggota saja.
"Proses persidangan tetap berjalan, dan sebaiknya Ketua Pengadilan mengganti hakim tersebut untuk tidak menjadi ketua majelis. Jadi anggota saja. Soal hakim sudah melanggar etika atau belum, biar KY yang menafsirkan," pungkasnya.
Kuat Ma'ruf melaporkan Hakim Wahyu yang menangani perkaranya pada Rabu, 7 Desember 2022. Untuk diketahui, Susunan majelis hakim yang menangani perkara Kuat Ma'ruf meliputi Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso, hakim anggota Morgan Simanjutak dan Alimin Ribut Sujono.
Pelaporan dilakukan buntut pernyataan kepada Kuat Maruf dan Bripka Ricky Rizal saat memberikan kesaksian dalam sidang terdakwa Bharada Richard Eliezer alias Bharada E. Kuasa hukum Kuat, Irwan Irawan melaporkan hakim ketua Wahyu Iman Santoso lantaran adanya dugaan pelanggaran kode etik.
"Kaitannya dengan kode etik karena dalam beberapa persidangan pemeriksaan saksi banyak kalimat-kalimatnya ketua majelis yang sangat tendensius kami lihat," ujar Irwan saat dikonfirmasi, Kamis, 8 Desember 2022.
Ia menjelaskan kalimat tendensius itu berupa pernyataan hakim yang menyebut Kuat Maruf telah berbohong dalam memberikan keterangan. Kemudian, pemeriksaan saksi Kodir disebut setingan.
"Hal-hal seperti ini kan sudah menyimpulkan, harus diuji dengan keterangan yang lain. Kesimpulan seperti itu menurut kami tidak pada tempatnya disampaikan majelis dalam pemeriksaan saksi," ujar Irwan.
Jakarta: Kuat Ma'ruf, terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J melaporkan Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Wahyu Iman Santoso kepada Komisi Yudisial (KY). Langkah Kuat Ma'ruf dinilai sudah tepat.
Pakar hukum pidana, Chairul Huda menilai Hakim Wahyu kurang profesional dalam memproses perkara tersebut. Majelis hakim sempat menyebut terdakwa Kuat Ma'ruf dan Bripka Ricky Rizal buta dan tuli saat menjadi saksi dalam persidangan.
"Hakimnya terbawa suasana, menunjukkan sikap yang tidak profesional," kata Huda saat dikonfirmasi, Jumat, 9 Desember 2022.
Menurut dia, saksi atau terdakwa Kuat Maruf memiliki hak untuk mengadukan hakim tersebut ke Komisi Yudisial dalam bentuk tertulis. Selanjutnya, kata dia, Komisi Yudisial memiliki tugas untuk menindaklanjuti setiap laporan masyarakat.
"Tugas KY memproses, bukan kewajiban," ujarnya.
Sementara itu, ahli hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menilai laporan Kuat Maruf itu sudah benar. Fickar mengatakan setiap orang atau pihak yang mempunyai bukti-bukti tentang pelanggaran yang dilakukan oleh hakim, baik dalam persidangan maupun di luar persidangan berhak melaporkan ke KY.
"Karena, KY memang didirikan sebagai lembaga yang mengawasi perilaku hakim dan merekrut hakim agung. Karena itu, laporan tersebut sudah tepat terlepas dari dapat tidaknya dibuktikan laporannya," jelas dia.
Fickar menyarankan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengganti ketua majelis hakim tersebut. Hakim Wahyu yang menyebut tuli dan buta diminta sebaiknya menjadi anggota saja.
"Proses persidangan tetap berjalan, dan sebaiknya Ketua Pengadilan mengganti hakim tersebut untuk tidak menjadi ketua majelis. Jadi anggota saja. Soal hakim sudah melanggar etika atau belum, biar KY yang menafsirkan," pungkasnya.
Kuat Ma'ruf melaporkan Hakim Wahyu yang menangani perkaranya pada Rabu, 7 Desember 2022. Untuk diketahui, Susunan majelis hakim yang menangani perkara Kuat Ma'ruf meliputi Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso, hakim anggota Morgan Simanjutak dan Alimin Ribut Sujono.
Pelaporan dilakukan buntut pernyataan kepada Kuat Maruf dan Bripka Ricky Rizal saat memberikan kesaksian dalam sidang terdakwa Bharada Richard Eliezer alias Bharada E. Kuasa hukum Kuat, Irwan Irawan melaporkan hakim ketua Wahyu Iman Santoso lantaran adanya dugaan pelanggaran kode etik.
"Kaitannya dengan kode etik karena dalam beberapa persidangan pemeriksaan saksi banyak kalimat-kalimatnya ketua majelis yang sangat tendensius kami lihat," ujar Irwan saat dikonfirmasi, Kamis, 8 Desember 2022.
Ia menjelaskan kalimat tendensius itu berupa pernyataan hakim yang menyebut Kuat Maruf telah berbohong dalam memberikan keterangan. Kemudian, pemeriksaan saksi Kodir disebut setingan.
"Hal-hal seperti ini kan sudah menyimpulkan, harus diuji dengan keterangan yang lain. Kesimpulan seperti itu menurut kami tidak pada tempatnya disampaikan majelis dalam pemeriksaan saksi," ujar Irwan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)