Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merekomendasikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk mengaudit kampus negeri dalam proses penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri. Audit dari Kemendikburistek diyakini bisa mencegah suap dari proses penerimaan peserta didik itu.
"Kemendikbudristek melakukan audit terbatas secara cepat kepada perguruan tinggi negeri untuk memetakan kelemahan dalam proses penerimaan mahasiswa baru melalui jalur mandiri," kata juru bicara bidang pencegahan KPK Ipi Maryati melalui keterangan tertulis, Minggu, 28 Agustus 2022.
Rekomendasi itu sudah diberikan KPK melalui rapat dengan Kemendikbudristek pada Jumat, 26 Agustus 2022. Pengauditan proses penerimaan mahasiswa baru itu bisa dibantu oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Selain itu, KPK menyarankan Kemendikbudristek membuat panduan untuk menjadi transparansi dan akuntabilitas dalam proses penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri ini. Kurangnya transparansi dan akuntabilitas kerap membuka celah korupsi dalam proses penerimaan yang ditentukan oleh kampus negeri.
"Panduan berisi tentang antara lain ketentuan untuk membuka informasi tentang jumlah kursi atau kuota yang tersedia, indikator atau kriteria penentuan kelulusan, seleksi berbasis akademik melalui tes yang dilakukan secara mandiri, konsorsium atau menggunakan hasil tes lainnya, serta transparansi terkait kuota untuk kelompok afirmasi," ujar Ipi.
KPK juga menyarankan proses penerimaan mahasiswa jalur mandiri dilakukan secara digital. Digitalisasi diyakini memberikan kepastian, transparansi, dan percepatan dalam proses penerimaan mahasiswa.
Lalu, KPK menyarankan Kemendikbudristek untuk menguatkan pengawasan dalam proses penerimaan mahasiswa jalur mandiri. Selain itu, Kemendikbudristek juga bisa mendorong masyarakat untuk mengadu dugaan kecurangan proses penerimaan itu melalui wadah Jaga yang dikelola KPK.
"Selain itu, KPK juga memandang pentingnya memperkuat regulasi yang ada," ucap Ipi.
Saran itu diyakini mujarab untuk mencegah suap. Lembaga Antikorupsi tidak mau kejadian kotor dalam penerimaan mahasiswa baru di Unila terulang di kampus negeri lain.
Rektor Unila Karomani ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap penerimaan mahasiswa. Selain Karoman, KPK juga menetapkan Wakil Rektor I Bidang Akademik Universitas Lampung, Heryandi; Ketua Senat Universitas Lampung, Muhammad Basri; dan pihak swasta, Andi Desfiandi sebagai tersangka.
Andi selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang -Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Korupsi.
Sedangkan, Karomani, Heryandi, dan Basri selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) merekomendasikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk mengaudit kampus negeri dalam proses penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri. Audit dari Kemendikburistek diyakini bisa mencegah
suap dari proses penerimaan peserta didik itu.
"Kemendikbudristek melakukan audit terbatas secara cepat kepada perguruan tinggi negeri untuk memetakan kelemahan dalam proses penerimaan mahasiswa baru melalui jalur mandiri," kata juru bicara bidang pencegahan KPK Ipi Maryati melalui keterangan tertulis, Minggu, 28 Agustus 2022.
Rekomendasi itu sudah diberikan KPK melalui rapat dengan Kemendikbudristek pada Jumat, 26 Agustus 2022. Pengauditan proses penerimaan mahasiswa baru itu bisa dibantu oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Selain itu, KPK menyarankan Kemendikbudristek membuat panduan untuk menjadi transparansi dan akuntabilitas dalam proses penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri ini. Kurangnya transparansi dan akuntabilitas kerap membuka celah
korupsi dalam proses penerimaan yang ditentukan oleh kampus negeri.
"Panduan berisi tentang antara lain ketentuan untuk membuka informasi tentang jumlah kursi atau kuota yang tersedia, indikator atau kriteria penentuan kelulusan, seleksi berbasis akademik melalui tes yang dilakukan secara mandiri, konsorsium atau menggunakan hasil tes lainnya, serta transparansi terkait kuota untuk kelompok afirmasi," ujar Ipi.
KPK juga menyarankan proses penerimaan mahasiswa jalur mandiri dilakukan secara digital. Digitalisasi diyakini memberikan kepastian, transparansi, dan percepatan dalam proses penerimaan mahasiswa.
Lalu, KPK menyarankan Kemendikbudristek untuk menguatkan pengawasan dalam proses penerimaan mahasiswa jalur mandiri. Selain itu, Kemendikbudristek juga bisa mendorong masyarakat untuk mengadu dugaan kecurangan proses penerimaan itu melalui wadah Jaga yang dikelola KPK.
"Selain itu, KPK juga memandang pentingnya memperkuat regulasi yang ada," ucap Ipi.
Saran itu diyakini mujarab untuk mencegah suap. Lembaga Antikorupsi tidak mau kejadian kotor dalam penerimaan mahasiswa baru di Unila terulang di kampus negeri lain.
Rektor Unila Karomani ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap penerimaan mahasiswa. Selain Karoman, KPK juga menetapkan Wakil Rektor I Bidang Akademik Universitas Lampung, Heryandi; Ketua Senat Universitas Lampung, Muhammad Basri; dan pihak swasta, Andi Desfiandi sebagai tersangka.
Andi selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang -Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Korupsi.
Sedangkan, Karomani, Heryandi, dan Basri selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)