Jakarta: Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo disebut minta dibelikan delapan sepeda senilai Rp14,8 juta per unit. Permintaan tersebut disampaikan melalui Sekretaris Pribadi Edhy, Amiril Mukminin.
Staf Khusus Edhy Prabowo, Safri, mengungkap hal ini saat bersaksi dalam perkara dugaan suap ekspor benih bening lobster (BBL) dengan terdakwa Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito. Safri juga berstatus tersangka dalam perkara rasuah tersebut.
"Secara langsung (perimtah) Pak Menteri kepada Amiril, yang meminta. Karena beli sepeda itu susah nyarinya," kata Safri di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu, 24 Februari 2021.
Menurut Safri, Amiril menyampaikan untuk dicarikan sepeda. Tidak disebutkan merek dan jenis sepeda tersebut.
Sepeda dibeli dengan harga total sekitar Rp118,4 juta. Sepeda itu akan dikirimkan langsung ke rumah dinas Edhy di kawasan Widya Chandra, Jakarta Selatan.
Safri membenarkan bahwa uang untuk pembelian sepeda tersebut berasal dari Ainul Faqih selaku staf pribadi istri Edhy Prabowo, Iis Rosita Dewi. Uang ditransfer senilai Rp168,4 juta. Namun, asal muasal uang itu tak diuangkap.
Baca: Edhy Bantah Beli Sepeda Pakai Uang Korupsi
Jaksa KPK kemudian membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) Safri. BAP tersebut menyebutkan sisa uang pembelian sepeda tersebut digunakan untuk membeli membeli dua buah ponsel Samsung Galaxy Note 20 dan Samsung Flip Z.
"Seingat saya (kejadian) seperti itu," ucap Safri mengonfirmasi BAP yang dibacakan jaksa.
Suharjito didakwa menyuap Edhy Prabowo dalam kasus suap terkait izin ekspor benih lobster atau benur. Suharjito didakwa 'mengguyur' Edhy sekitar Rp2,1 miliar.
Total uang itu diserahkan Suhartijo dalam dua mata uang berbeda. Rinciannya, US$103 ribu (sekitar Rp1,4 miliar, kurs US$1=Rp14.038) dan Rp706.055.440.
Suharjito didakwa melanggar dua pasal. Pertama, Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. Atau, Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Jakarta: Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo disebut minta dibelikan delapan sepeda senilai Rp14,8 juta per unit. Permintaan tersebut disampaikan melalui Sekretaris Pribadi Edhy, Amiril Mukminin.
Staf Khusus
Edhy Prabowo, Safri, mengungkap hal ini saat bersaksi dalam perkara dugaan suap ekspor benih bening lobster (BBL) dengan terdakwa Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito. Safri juga berstatus tersangka dalam perkara rasuah tersebut.
"Secara langsung (perimtah) Pak Menteri kepada Amiril, yang meminta. Karena beli sepeda itu susah
nyarinya," kata Safri di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu, 24 Februari 2021.
Menurut Safri, Amiril menyampaikan untuk dicarikan sepeda. Tidak disebutkan merek dan jenis sepeda tersebut.
Sepeda dibeli dengan harga total sekitar Rp118,4 juta. Sepeda itu akan dikirimkan langsung ke rumah dinas Edhy di kawasan Widya Chandra, Jakarta Selatan.
Safri membenarkan bahwa uang untuk pembelian sepeda tersebut berasal dari Ainul Faqih selaku staf pribadi istri Edhy Prabowo, Iis Rosita Dewi. Uang ditransfer senilai Rp168,4 juta. Namun, asal muasal uang itu tak diuangkap.
Baca:
Edhy Bantah Beli Sepeda Pakai Uang Korupsi
Jaksa
KPK kemudian membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) Safri. BAP tersebut menyebutkan sisa uang pembelian sepeda tersebut digunakan untuk membeli membeli dua buah ponsel Samsung Galaxy Note 20 dan Samsung Flip Z.
"Seingat saya (kejadian) seperti itu," ucap Safri mengonfirmasi BAP yang dibacakan jaksa.
Suharjito didakwa menyuap Edhy Prabowo dalam kasus
suap terkait izin ekspor benih lobster atau benur. Suharjito didakwa 'mengguyur' Edhy sekitar Rp2,1 miliar.
Total uang itu diserahkan Suhartijo dalam dua mata uang berbeda. Rinciannya, US$103 ribu (sekitar Rp1,4 miliar, kurs US$1=Rp14.038) dan Rp706.055.440.
Suharjito didakwa melanggar dua pasal. Pertama, Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. Atau, Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SUR)