Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih ditahan KPK. Foto: Juven Martua Sitompul/Medcom.id
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih ditahan KPK. Foto: Juven Martua Sitompul/Medcom.id

Eni Maulani Terima Suap Rp4,8 Miliar dari Bos Blackgold

Juven Martua Sitompul • 15 Juli 2018 00:28
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih telah menerima uang suap sebesar Rp4,8 miliar. Uang itu diterima Eni dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo (JBK).
 
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan uang itu diberikan Johannes kepada Eni secara bertahap. Pemberiaan pertama sebesar Rp2 miliar pada Desember 2017, Rp2 miliar pada Maret 2018, dan Rp300 juta pada 8 Juni 2018.
 
"Diduga penerimaan kali ini (Rp500 juta) merupakan penerimaan yang keempat dari pengusaha JBK dengan nilai total Rp4,8 miliar," kata Basaria dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu, 14 Juli 2018.

Menurut Basaria, uang itu diberikan Johannes melalui stafnya dan diterima oleh keluarga Eni. Disinyalir uang yang diterima Eni itu merupakan bagian komitmen fee 2,5 persen dari nilai proyek pembangunan PLTU Riau-1 tersebut.
 
"Diduga peran EMS adalah untuk memuluskan proses penandatangan kerjasama terkait pembangunan PLTU Riau-1," pungkas Basaria.
 
Baca: Wakil Ketua Komisi VII dan Bos Blackgold Jadi Tersangka Suap
 
KPK sebelumnya menetapkan Eni dan Johannes sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait proyek pembangkit listrik 35.000 Megawatt. Eni diduga menerima suap sebanyak Rp4,8 miliar untuk memuluskan perusahaan Blackgold Natural Resources Limited, milik Johannes menggarap proyek pembangunan PLTU Riau-1.
 
Atas perbuatannya, Eni selaku penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf atau huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP juncto 64 ayat (1) KUHP.
 
Johannes selaku pemberi dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.‎
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan