Ilustrasi/Medcom.id
Ilustrasi/Medcom.id

Prosedur Penyitaan Benda Tak Berwujud Dikritisi

Fachri Audhia Hafiez • 08 Juli 2020 12:13
Jakarta: Prosedur penyitaan barang bukti berupa benda tak berwujud belum diatur secara tegas di Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Aturan yang tak jelas berpotensi mengancam kerahasiaan pemilik barang bukti.
 
"Ada kata 'tidak berwujud'. Tetapi, bagaimana melakukan penyitaan dalam benda tidak berwujud itu? Belum cukup pengaturannya," kata peneliti Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP), Arsil, dalam diskusi virtual bertajuk 'Urgensi Kerangka Hukum Pengaturan Bukti Elektronik di Indonesia', Rabu, 8 Juli 2020.
 
KUHAP sejatinya telah mengatur mengenai penyitaan dalam Pasal 1 angka 16. Kategori penyitaan mencangkum benda tak berwujud, namun menurutnya belum spesifik.

Arsil mencontohkan penyitaan surat elektronik (surel) atau email. Surel memiliki banyak informasi dan komunikasi yang tidak hanya berhubungan dengan pelaku pidana.
 
Jika memaksakan memakai KUHAP, Arsil menilai tidak ada jaminan bagi kerahasiaan data pemilik tak bocor. "Apalagi di dalamnya ada komunikasi antara satu pihak dan lain-lain," ujar Arsil.
 

Penggeledahan elektronik

Menurut dia, peraturan menggeledah berbasis elektronik juga belum dirumuskan secara tegas. Penggeledahan masih mengatur soal penggeledahan rumah atau instansi.
 
Arsil menyebut prinsip penggeledahan hanya berbasis pada medium. Misalnya, penggeledahan perangkat elektronik berupa ponsel atau laptop. Padahal, tata cara menggeledah sistem database juga mesti diperhatikan.
 
"Penggeledahan mencari satu data yang ada pada suatu sistem jaringan, seperti misalnya sistem database dari satu bank atau database dari satu perusahaan yang terhubung," ujar Arsil.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan