medcom.id, Jakarta: Penunjukan Komjen Budi Gunawan menjadi Kapolri menimbulkan polemik. Presiden Joko Widodo didesak untuk melibatkan KPK dan PPATK seperti halnya saat seleksi calon menteri.
Ketua KPK Abraham Samad mengakui pelibatan lembaga yang dipimpinnya untuk menelusuri jejak rekam calon pejabat negara, termasuk Kapolri, bukanlah suatu kewajiban. Namun maraknya perilaku koruptif yang menyeret sejumlah pemangku kepentingan membuat penelusuran rekam jejak menjadi penting.
"Untuk mewujudukan pemerintahan bersih," kata Abraham saat dihubungi, Selasa (13/1/2015). Penelusuran rekam jejak dapat memperlihatkan integritas seorang calon pejabat. Apalagi calon Kapolri yang akan memimpin lembaga penegak hukum.
"Kalau mau lihat pemerintahan ini bersih dan benar, maka tidak ada salahnya menelusuri rekam jejak para pejabat yang mau diangkat," imbuh dia.
Pelibatan KPK maupun PPATK, kata Abraham, lebih kepada upaya untuk membuat Indonesia lebih baik. "Kecuali kalau pemerintahan ini tidak mau lihat negara dan bangsa ini jadi baik, maka memang tidak diperlukan pendapat dari KPK dan PPATK," tegas Abraham.
Seperti diketahui Presiden Jokowi telah menyerahkan surat pengajuan nama Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri kepada DPR. Untuk selanjutnya Komisi III DPR akan menggelar uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test). Rencananya tahapan prosedural bagi calon kapolri itu akan dilakukan Senin 19 Januari.
Budi kini menjabat Kepala Lembaga Pendidikan Polri. Adanya penolakan publik terhadap dirinya sebagai calon Kapolri karena dia sempat terseret kasus rekening gendut. Meski hingga kini belum ada pembuktian keterlibatan Budi lantaran tak ada satupun lembaga hukum yang menindaklanjuti temuan PPATK itu.
Lulusan Akpol 1983 ini sempat disebut sebagai calon Kapolri pengganti Timur Pradopo tahun lalu. Tapi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kala itu lebih memilih Sutarman.
Bekas Kapolda Bali ini kembali diusulkan Kompolnas bersama delapan nama lain. Dan dengan banyak pertimbangan, Presiden Jokowi akhirnya menunjuk Budi.
medcom.id, Jakarta: Penunjukan Komjen Budi Gunawan menjadi Kapolri menimbulkan polemik. Presiden Joko Widodo didesak untuk melibatkan KPK dan PPATK seperti halnya saat seleksi calon menteri.
Ketua KPK Abraham Samad mengakui pelibatan lembaga yang dipimpinnya untuk menelusuri jejak rekam calon pejabat negara, termasuk Kapolri, bukanlah suatu kewajiban. Namun maraknya perilaku koruptif yang menyeret sejumlah pemangku kepentingan membuat penelusuran rekam jejak menjadi penting.
"Untuk mewujudukan pemerintahan bersih," kata Abraham saat dihubungi, Selasa (13/1/2015). Penelusuran rekam jejak dapat memperlihatkan integritas seorang calon pejabat. Apalagi calon Kapolri yang akan memimpin lembaga penegak hukum.
"Kalau mau lihat pemerintahan ini bersih dan benar, maka tidak ada salahnya menelusuri rekam jejak para pejabat yang mau diangkat," imbuh dia.
Pelibatan KPK maupun PPATK, kata Abraham, lebih kepada upaya untuk membuat Indonesia lebih baik. "Kecuali kalau pemerintahan ini tidak mau lihat negara dan bangsa ini jadi baik, maka memang tidak diperlukan pendapat dari KPK dan PPATK," tegas Abraham.
Seperti diketahui Presiden Jokowi telah menyerahkan surat pengajuan nama Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri kepada DPR. Untuk selanjutnya Komisi III DPR akan menggelar uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test). Rencananya tahapan prosedural bagi calon kapolri itu akan dilakukan Senin 19 Januari.
Budi kini menjabat Kepala Lembaga Pendidikan Polri. Adanya penolakan publik terhadap dirinya sebagai calon Kapolri karena dia sempat terseret kasus rekening gendut. Meski hingga kini belum ada pembuktian keterlibatan Budi lantaran tak ada satupun lembaga hukum yang menindaklanjuti temuan PPATK itu.
Lulusan Akpol 1983 ini sempat disebut sebagai calon Kapolri pengganti Timur Pradopo tahun lalu. Tapi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kala itu lebih memilih Sutarman.
Bekas Kapolda Bali ini kembali diusulkan Kompolnas bersama delapan nama lain. Dan dengan banyak pertimbangan, Presiden Jokowi akhirnya menunjuk Budi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(KRI)