Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah salah langkah membeberkan transaksi Rp349 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) ke publik. Sebab, laporan hasil akhir (LHA) itu merupakan data intelijen.
"LHA dan produk dari PPATK merupakan informasi yang bersifat intelijen keuangan sehingga seharusnya memang tidak boleh dibuka di ruang publik," kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri di Jakarta, Selasa, 28 Maret 2023.
Ali menjelaskan aliran dana itu seharusnya cuma boleh didengarkan oleh penegak hukum. Publik bisa salah tafsir jika dipaksa mengonsumsi informasi tersebut.
"Harus ya bagaimana? Serahkan langsung kepada penegak hukum, sehingga yang menganalisis adalah penegak hukum apakah ada tindak pidananya, apapun itu," ucap Ali.
Ali mengamini PPATK berhak mencurigai transaksi yang berbau pencucian uang. Namun, penentuan pidana asal dari tuduhan itu merupakan ranahnya penegak hukum.
"Yang menentukan adanya pidana atau tidak, apalagi kemudian korupsi, suap, ataupun pidana lainnya penegak hukum yang harus mendalami dari LHA transaksi mencurigakan," ujar Ali.
PPATK diharap melakukan evaluasi ke depannya. Instansi pemantau transaksi keuangan itu diharap tidak kembali membuat publik geger karena membocorkan informasi intelijen.
Sebelumnya, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menegaskan transaksi mencurigakan senilai lebih dari Rp349 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) adalah tindak pidana pencucian uang (TPPU). Hal itu disampaikan Ivan saat rapat kerja PPATK dengan Komisi III DPR.
"TPPU, pencucian uang," kata Ivan di ruang Rapat Komisi III DPR, Senayan, Jakarta, Selasa, 21 Maret 2023.
Pernyataan itu ditegaskan Ivan setelah dicecar pertanyaan oleh Wakil Ketua Komisi III Desmond Junaidi Mahesa. Ivan menekankan bahwa pihaknya sejak awal menyatakan bahwa transaksi mencurigakan itu merupakan TPPU.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) menilai Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (
PPATK) telah salah langkah membeberkan transaksi Rp349 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) ke publik. Sebab, laporan hasil akhir (LHA) itu merupakan data intelijen.
"LHA dan produk dari PPATK merupakan informasi yang bersifat intelijen keuangan sehingga seharusnya memang tidak boleh dibuka di ruang publik," kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri di Jakarta, Selasa, 28 Maret 2023.
Ali menjelaskan aliran dana itu seharusnya cuma boleh didengarkan oleh penegak hukum. Publik bisa salah tafsir jika dipaksa mengonsumsi informasi tersebut.
"Harus ya bagaimana? Serahkan langsung kepada penegak hukum, sehingga yang menganalisis adalah penegak hukum apakah ada tindak pidananya, apapun itu," ucap Ali.
Ali mengamini PPATK berhak mencurigai transaksi yang berbau
pencucian uang. Namun, penentuan pidana asal dari tuduhan itu merupakan ranahnya penegak hukum.
"Yang menentukan adanya pidana atau tidak, apalagi kemudian korupsi, suap, ataupun pidana lainnya penegak hukum yang harus mendalami dari LHA transaksi mencurigakan," ujar Ali.
PPATK diharap melakukan evaluasi ke depannya. Instansi pemantau transaksi keuangan itu diharap tidak kembali membuat publik geger karena membocorkan informasi intelijen.
Sebelumnya, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menegaskan
transaksi mencurigakan senilai lebih dari Rp349 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) adalah tindak pidana pencucian uang (TPPU). Hal itu disampaikan Ivan saat rapat kerja PPATK dengan Komisi III DPR.
"TPPU, pencucian uang," kata Ivan di ruang Rapat Komisi III DPR, Senayan, Jakarta, Selasa, 21 Maret 2023.
Pernyataan itu ditegaskan Ivan setelah dicecar pertanyaan oleh Wakil Ketua Komisi III Desmond Junaidi Mahesa. Ivan menekankan bahwa pihaknya sejak awal menyatakan bahwa transaksi mencurigakan itu merupakan TPPU.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)