medcom.id, Jakarta: Bola panas kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kembali digulirkan. Skandal megakorupsi yang merugikan negara sampai Rp138,4 triliun ini segera memasuki episode baru.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan Komisi antirasuah berjanji mengungkap perkembangan kasus yang telah berjalan selama hampir 20 tahun lamanya hari ini. "Sore ini akan kita sampaikan perkembangannya," kata Febri, Selasa 25 April 2017.
Kasus BLBI disebut akan naik ke tahap penyidikan. Tersangka baru kemungkinan juga segera diumumkan.
Gencarnya gerakan KPK ini terendus saat mantan Menteri Koordinator Perekonomian, Kwik Kian Gie, datang ke KPK Kamis lalu. Kedatangan Kwik yang di luar jadwal pemeriksaan membuat awak media bertanya-tanya.
Saat meninggalkan Gedung KPK sekitar pukul 16.00 WIB, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan(PDI P) ini blak-blakan jika pemanggilannya terkait kasus Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
"Ada kasus yang sedang disidik dan saya dimintai keterangan-keterangan oleh KPK. Tentu saja ketika saya menjabat sebagai menko dan pernah ada urusan dengan BLBI serta semua konsekuensinya," kata Kwik.
Baca: KPK Periksa Kwik Kian Gie Terkait Kasus BLBI
Kwik pun membeberkan pemeriksaan kali ini terkait Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI). Lembaga keuangan milik Sjamsul Nursalim ini diketahui sebagai salah satu bank yang mendapat SKL BLBI senilai Rp27,4 triliun.
"Kasusnya BDNI, antara 2001-2002 sampai 2004," ujarnya.
Surat lunas BLBI itu, kata dia, terbit pada April 2004. Sjamsul Nursalim menyerahkan beberapa aset, di antaranya PT Dipasena yang laku Rp2,3 triliun serta GT Petrochem dan GT Tire yang laku Rp1,83 triliun.
BLBI adalah skema bantuan (pinjaman) yang diberikan Bank Indonesia kepada bank-bank yang mengalami masalah likuiditas di era krisis moneter 1998. Pinjaman ini dilakukan berdasarkan perjanjian Indonesia dengan IMF dalam mengatasi masalah krisis.
Desember 1998, BI menyalurkan BLBI sebesar Rp147,7 triliun kepada 48 bank. Hasil audit BPK, terindikasi penyimpangan sebesar Rp138,4 triliun.
Tak sedikit nama besar terjerat dan telah divonis dalam kasus ini. Beberapa di antaranya gubernur Bank Indonesia saat itu dan pejabat bank penerima bantuan.
Proses hukum BLBI yang ditangani dua lembaga hukum di Indonesia, KPK dan Kejaksaan Agung, penuh drama. Para tersangka yang tervonis kabur ke luar negeri.
Satu nama tenar yang bisa ditangkap adalah Samadikun Hartono. Samadikun adalah mantan komisaris utama Bank Modern. Bank itu mendapat suntikan dari BLBI dan menyelewengkannya. Tercatat, negara merugi hingga Rp169 miliar.
Samadikun sempat melarikan diri usai Mahkamah Agung menolak kasasi dan memperberat hukumannya menjadi 4 tahun. Ia kemudian dicokok di Shanghai, Tiongkok, pada 14 April. Sayang, deretan nama lain yang terlibat belum banyak yang tertangkap.
medcom.id, Jakarta: Bola panas kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kembali digulirkan. Skandal megakorupsi yang merugikan negara sampai Rp138,4 triliun ini segera memasuki episode baru.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan Komisi antirasuah berjanji mengungkap perkembangan kasus yang telah berjalan selama hampir 20 tahun lamanya hari ini. "Sore ini akan kita sampaikan perkembangannya," kata Febri, Selasa 25 April 2017.
Kasus BLBI disebut akan naik ke tahap penyidikan. Tersangka baru kemungkinan juga segera diumumkan.
Gencarnya gerakan KPK ini terendus saat mantan Menteri Koordinator Perekonomian, Kwik Kian Gie, datang ke KPK Kamis lalu. Kedatangan Kwik yang di luar jadwal pemeriksaan membuat awak media bertanya-tanya.
Saat meninggalkan Gedung KPK sekitar pukul 16.00 WIB, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan(PDI P) ini blak-blakan jika pemanggilannya terkait kasus Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
"Ada kasus yang sedang disidik dan saya dimintai keterangan-keterangan oleh KPK. Tentu saja ketika saya menjabat sebagai menko dan pernah ada urusan dengan BLBI serta semua konsekuensinya," kata Kwik.
Baca:
KPK Periksa Kwik Kian Gie Terkait Kasus BLBI
Kwik pun membeberkan pemeriksaan kali ini terkait Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI). Lembaga keuangan milik Sjamsul Nursalim ini diketahui sebagai salah satu bank yang mendapat SKL BLBI senilai Rp27,4 triliun.
"Kasusnya BDNI, antara 2001-2002 sampai 2004," ujarnya.
Surat lunas BLBI itu, kata dia, terbit pada April 2004. Sjamsul Nursalim menyerahkan beberapa aset, di antaranya PT Dipasena yang laku Rp2,3 triliun serta GT Petrochem dan GT Tire yang laku Rp1,83 triliun.
BLBI adalah skema bantuan (pinjaman) yang diberikan Bank Indonesia kepada bank-bank yang mengalami masalah likuiditas di era krisis moneter 1998. Pinjaman ini dilakukan berdasarkan perjanjian Indonesia dengan IMF dalam mengatasi masalah krisis.
Desember 1998, BI menyalurkan BLBI sebesar Rp147,7 triliun kepada 48 bank. Hasil audit BPK, terindikasi penyimpangan sebesar Rp138,4 triliun.
Tak sedikit nama besar terjerat dan telah divonis dalam kasus ini. Beberapa di antaranya gubernur Bank Indonesia saat itu dan pejabat bank penerima bantuan.
Proses hukum BLBI yang ditangani dua lembaga hukum di Indonesia, KPK dan Kejaksaan Agung, penuh drama. Para tersangka yang tervonis kabur ke luar negeri.
Satu nama tenar yang bisa ditangkap adalah Samadikun Hartono. Samadikun adalah mantan komisaris utama Bank Modern. Bank itu mendapat suntikan dari BLBI dan menyelewengkannya. Tercatat, negara merugi hingga Rp169 miliar.
Samadikun sempat melarikan diri usai Mahkamah Agung menolak kasasi dan memperberat hukumannya menjadi 4 tahun. Ia kemudian dicokok di Shanghai, Tiongkok, pada 14 April. Sayang, deretan nama lain yang terlibat belum banyak yang tertangkap.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)