medcom.id, Jakarta: Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Bidang Pengelolaan Moneter dan Devisa, Budi Mulya, didakwa menerima Rp1 miliar terkait tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) dan penetapan bank gagal berdampak sistemik pada Bank Century. Terkait hal itu, Budi dan kuasa hukumnya tidak sependapat dan berencana mengajukan keberatan atau eksepsi.
"Kami tidak sependapat dalam dakwaan oleh karena itu izinkan kami ajukan eksepsi atau keberatan, minta waktu seminggu yang mulia" ujar Luhut Pangaribuan, pengacara Budi Mulya, di Gedung Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (6/3).
Mulanya, Ketua Majelis Hakim yang diketuai Afrianto menolak eksepsi yang diajukan Budi Mulya. Namun, pengacara mencoba melobi majelis hakim dikarenakan dakwaan sangat panjang dan perlu waktu yang panjang untuk menyusunnya. "Melihat surat dakwaan cukup panjang, jadi minta waktu satu minggu bapak ketua," imbuhnya.
Hakim Afrianto akhirnya menyetujui eksepsi. Ia pun menjadwalkan sidang dilanjutkan pada 13 Maret pukul 09.00 WIB mendatang.
Sebagaimana diketahui, Budi Mulya ditetapkan sebagai tersangka terkait fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) dan penetapan sebagai bank gagal berdampak sistemik pada Bank Century. Akibat ulahnya, negara dirugikan sekitar Rp689 miliar dalam pemberian FPJP dan dalam proses Penetapan bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik merugikan negara sebesar Rp6,7 triliun. Dari hasil korupsi itu, JPU KPK melihat Budi mendapatkan Rp1 miliar.
Budi pun dituduh melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP dan subsider Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Ia terancam pidana penjara maksimal 20 tahun.
medcom.id, Jakarta: Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Bidang Pengelolaan Moneter dan Devisa, Budi Mulya, didakwa menerima Rp1 miliar terkait tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) dan penetapan bank gagal berdampak sistemik pada Bank Century. Terkait hal itu, Budi dan kuasa hukumnya tidak sependapat dan berencana mengajukan keberatan atau eksepsi.
"Kami tidak sependapat dalam dakwaan oleh karena itu izinkan kami ajukan eksepsi atau keberatan, minta waktu seminggu yang mulia" ujar Luhut Pangaribuan, pengacara Budi Mulya, di Gedung Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (6/3).
Mulanya, Ketua Majelis Hakim yang diketuai Afrianto menolak eksepsi yang diajukan Budi Mulya. Namun, pengacara mencoba melobi majelis hakim dikarenakan dakwaan sangat panjang dan perlu waktu yang panjang untuk menyusunnya. "Melihat surat dakwaan cukup panjang, jadi minta waktu satu minggu bapak ketua," imbuhnya.
Hakim Afrianto akhirnya menyetujui eksepsi. Ia pun menjadwalkan sidang dilanjutkan pada 13 Maret pukul 09.00 WIB mendatang.
Sebagaimana diketahui, Budi Mulya ditetapkan sebagai tersangka terkait fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) dan penetapan sebagai bank gagal berdampak sistemik pada Bank Century. Akibat ulahnya, negara dirugikan sekitar Rp689 miliar dalam pemberian FPJP dan dalam proses Penetapan bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik merugikan negara sebesar Rp6,7 triliun. Dari hasil korupsi itu, JPU KPK melihat Budi mendapatkan Rp1 miliar.
Budi pun dituduh melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP dan subsider Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Ia terancam pidana penjara maksimal 20 tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JCO)