Jakarta: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menolak koruptor dihukum mati. Hukuman dinilai mesti membangun peradaban.
"Komnas HAM tidak pernah berubah sikapnya, kita menolak hukuman mati," kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Selasa, 10 Desember 2019.
Taufan menuturkan esensi hukum paling tinggi ialah membangun peradaban. Dia menuturkan secara pragmatis belum ada data yang bisa menunjukkan hukuman mati mengurangi tingkat pidana. Termasuk, dalam hal kejahatan luar biasa seperti korupsi.
Komnas HAM beberapa kali mengikuti konferensi internasional dan banyak mendengar kampanye penolakan hukuman mati. Taufan menyebut konferensi menjabarkan pula tidak ada korelasi antara hukuman mati dengan penurunan angka kriminal.
"Lebih dari itu, kita ajak semua pihak agar bisa membangun nilai peradaban yan lebih tinggi. Bukan kalau ada orang bersalah kita jadi balas dendam, nyawa dibalas nyawa," tutur dia.
Aturan hukuman mati bagi koruptor sebetulnya tercantum dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 atas perubahan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), yakni:
Pasal 2 ayat (1) menyebut ‘Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar'
Kemudian, Pasal 2 ayat (2) menyebut ‘Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan'. Adapun yang dimaksud 'keadaan tertentu' ialah:
'Keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi yaitu apabila tindak pidana dilakukan pada dana-dana yang diperuntukan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi'
Meski sudah diatur undang-undang, belum pernah ada koruptor yang dijatuhi pidana mati oleh majelis hakim. Hukuman paling berat ialah pidana seumur hidup yang menjerat eks Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar.
Jakarta: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menolak
koruptor dihukum mati. Hukuman dinilai mesti membangun peradaban.
"Komnas HAM tidak pernah berubah sikapnya, kita menolak hukuman mati," kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Selasa, 10 Desember 2019.
Taufan menuturkan esensi hukum paling tinggi ialah membangun peradaban. Dia menuturkan secara pragmatis belum ada data yang bisa menunjukkan hukuman mati mengurangi tingkat pidana. Termasuk, dalam hal kejahatan luar biasa seperti korupsi.
Komnas HAM beberapa kali mengikuti konferensi internasional dan banyak mendengar kampanye penolakan hukuman mati. Taufan menyebut konferensi menjabarkan pula tidak ada korelasi antara hukuman mati dengan penurunan angka kriminal.
"Lebih dari itu, kita ajak semua pihak agar bisa membangun nilai peradaban yan lebih tinggi. Bukan kalau ada orang bersalah kita jadi balas dendam, nyawa dibalas nyawa," tutur dia.
Aturan
hukuman mati bagi koruptor sebetulnya tercantum dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 atas perubahan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), yakni:
Pasal 2 ayat (1) menyebut ‘
Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar'
Kemudian, Pasal 2 ayat (2) menyebut ‘
Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan'. Adapun yang dimaksud 'keadaan tertentu' ialah:
'
Keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi yaitu apabila tindak pidana dilakukan pada dana-dana yang diperuntukan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi'
Meski sudah diatur undang-undang, belum pernah ada koruptor yang dijatuhi pidana mati oleh majelis hakim. Hukuman paling berat ialah pidana seumur hidup yang menjerat eks Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)