Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menindaklanjuti keterkaitan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi dalam kasus dugaan suap dana hibah untuk Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Lembaga antirasuah akan mendalami lebih dahulu fakta-fakta persidangan hingga putusan majelis hakim.
Putusan yang ditunggu KPK ialah menyangkut terdakwa Sekretaris Jenderal KONI Ending Fuad Hamidy dan Bendahara KONI Johny E Awuy. Keduanya telah menghadapi sidang tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK.
"Nanti kita tunggu pertimbangan hakim terhadap fakta-fakta sidang, tuntutan jaksa penuntut umum tersebut dan juga putusan hakim," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat, 10 Mei 2019.
KPK akan mencermati setiap detail fakta yang muncul dari keterangan saksi-saksi. Pengembangan dalam sebuah perkara, lanjut Febri, dimungkinkan sepanjang ada bukti yang ada.
Febri mengatakan, jaksa akan menganalisis lebih dulu hasil keseluruhan persidangan. Ini dilakukan untuk menelusuri keterlibatan pelaku dan perbuatan lain yang turut terlibat dalam pusaran kasus tersebut.
"Jadi ruang lingkup kasusnya itu bisa berkembang pelakunya bisa diproses lebih lanjut maka itu akan dicermati," ujar Febri.
Jaksa KPK Ronald Ferdinand Worotikan dalam persidangan tuntutan Ending dan Johny menyebut, Imam Nahrawi terlibat dalam kasus dugaan suap dana hibah Kemenpora untuk KONI. Imam diduga telah membuat kesepakatan dengan stafnya untuk mengeruk keuntungan dari dana hibah tersebut.
Dalam tuntutan itu, jaksa menilai kesaksian Imam, asisten pribadinya Miftahul Ulum dan staf protokol Kemenpora Arief Susanto dianggap tidak relevan. Alasannya, keterangan ketiga orang itu berbanding terbalik dengan bukti-bukti kesaksian sejumlah saksi yang dihadirkan di persidangan.
"Bantahan yang dilakukan oleh saksi Mifathul Ulum, Arief Susanto dan saksi Imam Nahrawi menjadi tidak relevan dan patut dikesampingkan," kata Jaksa Ronald di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis, 9 Mei 2019.
Menurut Jaksa Ronald, kesaksian yang berkaitan antara bukti satu dengan yang lain menunjukan adanya fakta hukum. Sementara, Imam, Ulum dan Arief dinilai memberikan kesaksian yang bertentangan.
Imam dan anak buahnya bahkan tegas disebut jaksa KPK melakukan pemufakatan jahat. "Adanya keikutsertaan dari para saksi tersebut dalam suatu kejadian masuk ke dalam permufakatan jahat, yang dilakukan secara diam-diam atau yang dikenal dengan istilah sukzessive mittraterscraft," ujar Jaksa Ronald.
Keterangan Ulum dalam persidangan juga tidak didukung dengan bukti-bukti dan bertentangan dengan saksi lainnya. Hal ini yang meyakinkan jaksa bahwa ada keterlibatan kuat antara Imam dan stafnya.
Sementara itu, Ending Fuad Hamidy dan Johny E Awuy telah menjalani sidang tuntutan. Ending dituntut empat tahun penjara dan denda Rp150 juta subsider tiga bulan kurungan.
Sementara Johny dituntut dua tahun penjara. Ia juga diharuskan membayar denda Rp100 juta subsider tiga bulan kurungan.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menindaklanjuti keterkaitan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi dalam kasus dugaan suap dana hibah untuk Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Lembaga antirasuah akan mendalami lebih dahulu fakta-fakta persidangan hingga putusan majelis hakim.
Putusan yang ditunggu KPK ialah menyangkut terdakwa Sekretaris Jenderal KONI Ending Fuad Hamidy dan Bendahara KONI Johny E Awuy. Keduanya telah menghadapi sidang tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK.
"Nanti kita tunggu pertimbangan hakim terhadap fakta-fakta sidang, tuntutan jaksa penuntut umum tersebut dan juga putusan hakim," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat, 10 Mei 2019.
KPK akan mencermati setiap detail fakta yang muncul dari keterangan saksi-saksi. Pengembangan dalam sebuah perkara, lanjut Febri, dimungkinkan sepanjang ada bukti yang ada.
Febri mengatakan, jaksa akan menganalisis lebih dulu hasil keseluruhan persidangan. Ini dilakukan untuk menelusuri keterlibatan pelaku dan perbuatan lain yang turut terlibat dalam pusaran kasus tersebut.
"Jadi ruang lingkup kasusnya itu bisa berkembang pelakunya bisa diproses lebih lanjut maka itu akan dicermati," ujar Febri.
Jaksa KPK Ronald Ferdinand Worotikan dalam persidangan tuntutan Ending dan Johny menyebut, Imam Nahrawi terlibat dalam kasus dugaan suap dana hibah Kemenpora untuk KONI. Imam diduga telah membuat kesepakatan dengan stafnya untuk mengeruk keuntungan dari dana hibah tersebut.
Dalam tuntutan itu, jaksa menilai kesaksian Imam, asisten pribadinya Miftahul Ulum dan staf protokol Kemenpora Arief Susanto dianggap tidak relevan. Alasannya, keterangan ketiga orang itu berbanding terbalik dengan bukti-bukti kesaksian sejumlah saksi yang dihadirkan di persidangan.
"Bantahan yang dilakukan oleh saksi Mifathul Ulum, Arief Susanto dan saksi Imam Nahrawi menjadi tidak relevan dan patut dikesampingkan," kata Jaksa Ronald di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis, 9 Mei 2019.
Menurut Jaksa Ronald, kesaksian yang berkaitan antara bukti satu dengan yang lain menunjukan adanya fakta hukum. Sementara, Imam, Ulum dan Arief dinilai memberikan kesaksian yang bertentangan.
Imam dan anak buahnya bahkan tegas disebut jaksa KPK melakukan pemufakatan jahat. "Adanya keikutsertaan dari para saksi tersebut dalam suatu kejadian masuk ke dalam permufakatan jahat, yang dilakukan secara diam-diam atau yang dikenal dengan istilah
sukzessive mittraterscraft," ujar Jaksa Ronald.
Keterangan Ulum dalam persidangan juga tidak didukung dengan bukti-bukti dan bertentangan dengan saksi lainnya. Hal ini yang meyakinkan jaksa bahwa ada keterlibatan kuat antara Imam dan stafnya.
Sementara itu, Ending Fuad Hamidy dan Johny E Awuy telah menjalani sidang tuntutan. Ending dituntut empat tahun penjara dan denda Rp150 juta subsider tiga bulan kurungan.
Sementara Johny dituntut dua tahun penjara. Ia juga diharuskan membayar denda Rp100 juta subsider tiga bulan kurungan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)