medcom.id, Jakarta: Bareskrim Polri menindaklanjuti laporan yang dilayangkan Partai Demokrat. Laporan itu terkait dugaan fitnah dan pencemaran nama baik oleh mantan Ketua KPK Antasari Azhar terhadap Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Sedang kita selidiki, terutama aspek kajian hukumnya. (Kita) lihat pasal-pasalnya dan fakta-fakta yang terkait," kata Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar, di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Kamis 16 Februari 2017.
Boy mengatakan akan mencermati laporan itu secara profesional, proporsional, dan objektif. Karena, kata dia, Antasari juga melaporkan kasus dugaan SMS palsu yang diduga melibatkan SBY kepada Bareskrim.
"Jadi, saling berkaitan ini antara yang dilaporkan tim lawyer pak SBY dengan apa yang dilaporkan pak Antasari. Kan itu ada irisannya," ujar dia.
Boy menambahkan, polisi akan menyelidiki mulai dari penelusuran berkas kasus terdahulu yang pernah ditangani penyidik Polda Metro Jaya.
"Tentu perkembangan selanjutnya akan kita sampaikan," ujar dia.
Selasa 14 Februari, di Bareskrim Polri, Antasari menyebut dirinya dikriminalisasi SBY dalam kasus kematian Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen.
Sebelum kasus kematian Nasrudin, Antasari mengaku ditemui Hary Tanoe dengan membawa pesan dari Cikeas, daerah yang merujuk pada tempat tinggal keluarga SBY di Puri Cikeas, Kabupaten Bogor.
Hary menyampaikan agar Antasari tidak menahan Aulia Pohan, besan SBY yang kala itu menjabat presiden RI. Aulia terjerat kasus korupsi. Tapi, Antasari tidak bisa menuruti permintaan itu.
Pada 2009, Antasari dibelit kasus pembunuhan terhadap Nasrudin. Pada 11 Februari 2010, Antasari divonis hukuman penjara 18 tahun karena terbukti bersalah turut serta membujuk untuk membunuh Nasrudin.
Januari 2017, Presiden Joko Widodo memberikan grasi kepada Antasari. Setelah itu, Antasari bebas murni setelah 8 tahun berada di balik jeruji besi.
Pengakuan Antasari dibantah sepenuhnya oleh SBY melalui media sosial maupun di depan para wartawan.
medcom.id, Jakarta: Bareskrim Polri menindaklanjuti laporan yang dilayangkan Partai Demokrat. Laporan itu terkait dugaan fitnah dan pencemaran nama baik oleh mantan Ketua KPK Antasari Azhar terhadap Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Sedang kita selidiki, terutama aspek kajian hukumnya. (Kita) lihat pasal-pasalnya dan fakta-fakta yang terkait," kata Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar, di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Kamis 16 Februari 2017.
Boy mengatakan akan mencermati laporan itu secara profesional, proporsional, dan objektif. Karena, kata dia, Antasari juga melaporkan kasus dugaan SMS palsu yang diduga melibatkan SBY kepada Bareskrim.
"Jadi, saling berkaitan ini antara yang dilaporkan tim
lawyer pak SBY dengan apa yang dilaporkan pak Antasari. Kan itu ada irisannya," ujar dia.
Boy menambahkan, polisi akan menyelidiki mulai dari penelusuran berkas kasus terdahulu yang pernah ditangani penyidik Polda Metro Jaya.
"Tentu perkembangan selanjutnya akan kita sampaikan," ujar dia.
Selasa 14 Februari, di Bareskrim Polri, Antasari menyebut dirinya dikriminalisasi SBY dalam kasus kematian Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen.
Sebelum kasus kematian Nasrudin, Antasari mengaku ditemui Hary Tanoe dengan membawa pesan dari Cikeas, daerah yang merujuk pada tempat tinggal keluarga SBY di Puri Cikeas, Kabupaten Bogor.
Hary menyampaikan agar Antasari tidak menahan Aulia Pohan, besan SBY yang kala itu menjabat presiden RI. Aulia terjerat kasus korupsi. Tapi, Antasari tidak bisa menuruti permintaan itu.
Pada 2009, Antasari dibelit kasus pembunuhan terhadap Nasrudin. Pada 11 Februari 2010, Antasari divonis hukuman penjara 18 tahun karena terbukti bersalah turut serta membujuk untuk membunuh Nasrudin.
Januari 2017, Presiden Joko Widodo memberikan grasi kepada Antasari. Setelah itu, Antasari bebas murni setelah 8 tahun berada di balik jeruji besi.
Pengakuan Antasari dibantah sepenuhnya oleh SBY melalui media sosial maupun di depan para wartawan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)