medcom.id, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap dua hakim dan satu panitera dalam operasi tangkap tangan di Bengkulu. Tiga orang itu pun mendapatkan sanksi pemberhentian sementara menyusul status mereka di KPK.
KPK menahan dua hakim tindak pidana korupsi di Bengkulu, Kepala Pengadilan Negeri Kepahiang Janner Purba (JP) dan Hakim Ad Hoc Pengadilan Tipikor Bengkulu Toton (TT). KPK juga menangkap Panitera Pengganti PN Bengkulu Badarudin Bacshin.
"Kami juga mendengar informasi ada dua terdakwa yang ditangkap bersama ketiga aparatur pengadilan itu," kata juru bicara Mahkamah Agung Suhadi di Mahkamah Agung, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (25/5/2016).
Tiga hakim itu telah ditetapkan sebagai tersangka. KPK juga menyita Rp150 juta dari Janner Purba saat OTT berlangsung.
Sementara itu, KPK juga menemukan uang sebesar Rp500 juta di lemari ruang kerja Janner. Uang itu diserahkan salah satu terdakwa mantan Wakil Direktur Umum dan Keuangan RS M Yunus, Edi Santoni pada 17 Mei.
Mahkamah Agung tak tinggal diam dalam kasus ini. MA memberikan sanksi tegas setelah ada ketetapan hukum dari KPK kepada tiga hakim itu.
"Kepada yang bersangkutan jika sudah ada ketetapan hukum dari KPK, antara lain ditetapkan sebagai tersangka maka MA akan mengambil tindakan tegas, menghentikan sementara dari jabatannya," terang Suhadi.
Janner Purba pun diketahui akan mendapatkan promosi dari jabatan terakhir sebagai Kepala PN Kepahiang. Namun, promosi itu dibatalkan karena kasus hukum yang menjeratnya.
"Saya kira kalau dia ditetapkan sebagai tersangka dan akan diberhentikan sementara, saya kira promosinya dibatalkan," kata dia.
Penyidik KPK menunjukkan barang bukti senilai Rp150 juta saat konferensi pers mengenai operasi tangkap tangan di Bengkulu, di gedung KPK, Jakarta, Selasa (24/5/2016). Foto: MI/Rommy Pujianto
KPK membongkar kasus dugaan suap terkait penanganan perkara korupsi penyalahgunaan honor Dewan Pembina RSUD M Yunus Bengkulu di Pengadilan Tipikor Bengkulu. Perkara ini terungkap pada operasi tangkap tangan Senin 23 Mei.
Dari pihak pengadil, KPK menangkap Kepala PN Kepahiang Janner Purba, Hakim Ad Hoc Pengadilan Tipikor Bengkulu Toton, dan Panitera Pengganti PN Bengkulu Badarudin Bacshin. Sementara dari terdakwa, Lembaga Antikorupsi mencokok mantan Kabag Keuangan RS M. Yunus Safri Safei, dan mantan Wakil Direktur Umum dan Keuangan RS M. Yunus Edi Santoni.
Suap diduga bertujuan agar pengadilan mau menjatuhkan vonis bebas kepada Safri dan Edi yang duduk di kursi pesakitan. Sidang pembacaan putusan sejatinya digelar Selasa 24 Mei, namun mereka keburu diciduk Lembaga Antikorupsi.
Edi dan Safri pun jadi tersangka pemberi suap. Keduanya disangka melanggar Pasal 6 Ayat 1 atau Pasal 6 Ayat 1 huruf a atau b dan atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Janner dan Toton jadi tersangka penerima suap. Mereka dikenakan Pasal 12 huruf a atau b atau c atau Pasal 6 Ayat 2 atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Sementara, Badarudin diduga sebagai pengatur pertemuan dalam upaya suap ini. Dia disangkakan Pasal 12 huruf a atau b atau c atau Pasal 6 Ayat 2 atau Pasal 5 Ayat 2 atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
medcom.id, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap dua hakim dan satu panitera dalam operasi tangkap tangan di Bengkulu. Tiga orang itu pun mendapatkan sanksi pemberhentian sementara menyusul status mereka di KPK.
KPK menahan dua hakim tindak pidana korupsi di Bengkulu, Kepala Pengadilan Negeri Kepahiang Janner Purba (JP) dan Hakim Ad Hoc Pengadilan Tipikor Bengkulu Toton (TT). KPK juga menangkap Panitera Pengganti PN Bengkulu Badarudin Bacshin.
"Kami juga mendengar informasi ada dua terdakwa yang ditangkap bersama ketiga aparatur pengadilan itu," kata juru bicara Mahkamah Agung Suhadi di Mahkamah Agung, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (25/5/2016).
Tiga hakim itu telah ditetapkan sebagai tersangka. KPK juga menyita Rp150 juta dari Janner Purba saat OTT berlangsung.
Sementara itu, KPK juga menemukan uang sebesar Rp500 juta di lemari ruang kerja Janner. Uang itu diserahkan salah satu terdakwa mantan Wakil Direktur Umum dan Keuangan RS M Yunus, Edi Santoni pada 17 Mei.
Mahkamah Agung tak tinggal diam dalam kasus ini. MA memberikan sanksi tegas setelah ada ketetapan hukum dari KPK kepada tiga hakim itu.
"Kepada yang bersangkutan jika sudah ada ketetapan hukum dari KPK, antara lain ditetapkan sebagai tersangka maka MA akan mengambil tindakan tegas, menghentikan sementara dari jabatannya," terang Suhadi.
Janner Purba pun diketahui akan mendapatkan promosi dari jabatan terakhir sebagai Kepala PN Kepahiang. Namun, promosi itu dibatalkan karena kasus hukum yang menjeratnya.
"Saya kira kalau dia ditetapkan sebagai tersangka dan akan diberhentikan sementara, saya kira promosinya dibatalkan," kata dia.
Penyidik KPK menunjukkan barang bukti senilai Rp150 juta saat konferensi pers mengenai operasi tangkap tangan di Bengkulu, di gedung KPK, Jakarta, Selasa (24/5/2016). Foto: MI/Rommy Pujianto
KPK membongkar kasus dugaan suap terkait penanganan perkara korupsi penyalahgunaan honor Dewan Pembina RSUD M Yunus Bengkulu di Pengadilan Tipikor Bengkulu. Perkara ini terungkap pada operasi tangkap tangan Senin 23 Mei.
Dari pihak pengadil, KPK menangkap Kepala PN Kepahiang Janner Purba, Hakim Ad Hoc Pengadilan Tipikor Bengkulu Toton, dan Panitera Pengganti PN Bengkulu Badarudin Bacshin. Sementara dari terdakwa, Lembaga Antikorupsi mencokok mantan Kabag Keuangan RS M. Yunus Safri Safei, dan mantan Wakil Direktur Umum dan Keuangan RS M. Yunus Edi Santoni.
Suap diduga bertujuan agar pengadilan mau menjatuhkan vonis bebas kepada Safri dan Edi yang duduk di kursi pesakitan. Sidang pembacaan putusan sejatinya digelar Selasa 24 Mei, namun mereka keburu diciduk Lembaga Antikorupsi.
Edi dan Safri pun jadi tersangka pemberi suap. Keduanya disangka melanggar Pasal 6 Ayat 1 atau Pasal 6 Ayat 1 huruf a atau b dan atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Janner dan Toton jadi tersangka penerima suap. Mereka dikenakan Pasal 12 huruf a atau b atau c atau Pasal 6 Ayat 2 atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Sementara, Badarudin diduga sebagai pengatur pertemuan dalam upaya suap ini. Dia disangkakan Pasal 12 huruf a atau b atau c atau Pasal 6 Ayat 2 atau Pasal 5 Ayat 2 atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MBM)