Bendera Merah Putih berkibar setengah tiang di halaman gedung KPK, Jakarta, Kamis (12/9/19). Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Bendera Merah Putih berkibar setengah tiang di halaman gedung KPK, Jakarta, Kamis (12/9/19). Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso

Sikap Pimpinan Tinggalkan KPK Disebut Melawan Hukum

Medcom • 14 September 2019 13:10
Jakarta: Sikap pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi menyerahkan mandat operasional lembaganya ke Presiden dinilai inkonstitusional. Cara seperti itu juga dinilai tak bijak karena serampangan melepaskan tanggung jawab pemberantasan korupsi.
 
"Pernyataan pimpinan KPK sangat disesalkan dan justru tidak sesuai dengan Pasal 32 UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK. Aturan itu hanya menawarkan dua kemungkinan, yakni berhenti atau diberhentikan," kata pengamat hukum pidana Indriyanto Seno Adji, Sabtu, 14 September 2019.
 
Pasal 32 Ayat 1 UU KPK menyatakan pemberhentian terhadap pimpinan KPK hanya terjadi jika; meninggal, berakhir masa jabatannya, menjadi terdakwa karena melakukan tindak pidana kejahatan, berhalangan tetap atau secara terus menerus selama lebih dari tiga bulan tidak dapat melaksanakan tugasnya, mengundurkan diri, dan dikenai sanksi.

"Pemberhentian atas dasar pertimbangan 'menyerahkan tanggung jawab pengelolaan KPK kepada Presiden RI' sama sekali tidak diatur. Ini artinya menyimpang dari UU KPK," kata Indriyanto menyimpulkan.
 
Guru Besar dari Universitas Krisnadwipayana ini menyebut sikap pimpinan KPK semakin kontradiktif karena diikuti dengan pengharapan sikap presiden. "Di sisi lain (pimpinan KPK) malah menunggu perintah Presiden untuk menjalankan (atau tidak menjalankan) tugasnya sampai Desember 2019."
 
Merujuk faset hukum pidana, hukum tata negara, maupun hukum administrasi negara, lanjut dia, Presiden tidak dalam posisi menerima permasalahan tersebut. Kecuali, para pimpinan KPK itu menyatakan mengundurkan diri sesuai Pasal 32 tadi.
 
"Seharusnya pimpinan KPK mengemukakan secara tegas maksud dari pernyataan 'menyerahkan tanggung jawab pengelolaan KPK kepada Presiden', sehingga tidak multitafsir," tegasnya.
 
Indriyanto meminta Presiden Jokowi untuk tidak terjebak dalam pernyataan pimpinan KPK ini. "Pemaksaan kehendak bukanlah karakter sistem ketatanegaraan dan politik hukum Indonesia, tapi ciri unlawful yang otoriter sifatnya," kata dia.
 
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo menyerahkan tanggung jawab pengelolaan pemberantasan korupsi kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ia merasa KPK tengah berada dalam bahaya.
 
"Dengan berat hati, Jumat, kami menyerahkan tanggung jawab tertinggi. Kami menyerahkan tanggung jawab pengelolaan KPK kepada Bapak Presiden," ujar Agus di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan, Jumat, 13 September 2019 malam.
 
Ke depan, Agus akan menunggu perintah dari Jokowi untuk melanjutkan pemberantasan korupsi. "Kami menunggu perintah apakah kami masih dipercaya sampai Desember (2019). Apa masih berjalan seperti biasa?" tuturnya.
 
Agus mengatakan keputusan penyerahan tanggung jawab ini sebagai reaksi atas keputusan Presiden Jokowi menyetujui dilakukannya Revisi UU KPK.
 
|||
 

Pasal 32 UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK:


(1) Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi berhenti atau diberhentikan karena:
1. meninggal dunia;
2. berakhir masa jabatannya; 
3. menjadi terdakwa karena melakukan tindak pidana kejahatan;
4. berhalangan tetap atau secara terus-menerus selama lebih dari 3 (tiga) bulan tidak dapat melaksanakan tugasnya;
5. mengundurkan diri; atau
6. dikenai sanksi berdasarkan Undang-Undang ini.
 
(2) Dalam hal Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi tersangka tindak pidana kejahatan, diberhentikan sementara dari jabatannya.
 
(3) Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Presiden Republik Indonesia.

 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(UWA)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan