medcom.id, Jakarta: Wakapolri Komjen Badrodin Haiti mengaku Polri terus mengembangkan kasus proyek payment gateway pembuatan paspor di Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkumham. Peluang dua vendor untuk terseret dalam kasus itu pun kian besar.
Badrodin menyebut, peluang itu terbuka lantaran ada Pasal 55 dalam KUHP yang dikenakan kepada Denny. "Nanti kan bertahap," ujar Badrodin seusai rapat kabinet paripurna di Istana Kepresidenan, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Senin (30/3/2015).
Dua vendor dalam kasus itu adalah PT Nusa Satu Inti Artha dan PT Finnet Indonesia, yang merupakan anak perusahaan PT Telkom Indonesia. Bahkan, PT Finnet mengaku hanya menjalankan proyek itu sebagai limpahan PT Telkom Indonesia. Keterlibatan dua perusahaan itu terungkap dalam beauty contest yang digelar Kemenkumham.
Namun, Badrodin enggan menerangkan bagaimana mekanisme beauty contest tersebut. Yang pasti, kata Badrodin, alat bukti dalam kasus itu sudah cukup buat menyasar kedua perusahaan. "Saya teknis tak tahu, tapi alat bukti sudah cukup untuk bisa kena kasus pidana," sebut dia.
Disinggung apakah kasus ini akan cepat selesai, Badrodin enggan memberi kepastian. Dia menyebut, semua itu tergantung proses dalam penyidikan. "Tergantung, kalau cepat selesai akan bisa cepat. Tapi kalau saksi mundur, tersangka mundur, nanti lambat juga," tegas dia.
Denny Indrayana disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi Jo Pasal 421 KUHP jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Kerugian negara diperkirakan Rp32 miliar.
medcom.id, Jakarta: Wakapolri Komjen Badrodin Haiti mengaku Polri terus mengembangkan kasus proyek
payment gateway pembuatan paspor di Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkumham. Peluang dua vendor untuk terseret dalam kasus itu pun kian besar.
Badrodin menyebut, peluang itu terbuka lantaran ada Pasal 55 dalam KUHP yang dikenakan kepada Denny. "Nanti kan bertahap," ujar Badrodin seusai rapat kabinet paripurna di Istana Kepresidenan, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Senin (30/3/2015).
Dua vendor dalam kasus itu adalah PT Nusa Satu Inti Artha dan PT Finnet Indonesia, yang merupakan anak perusahaan PT Telkom Indonesia. Bahkan, PT Finnet mengaku hanya menjalankan proyek itu sebagai limpahan PT Telkom Indonesia. Keterlibatan dua perusahaan itu terungkap dalam
beauty contest yang digelar Kemenkumham.
Namun, Badrodin enggan menerangkan bagaimana mekanisme
beauty contest tersebut. Yang pasti, kata Badrodin, alat bukti dalam kasus itu sudah cukup buat menyasar kedua perusahaan. "Saya teknis tak tahu, tapi alat bukti sudah cukup untuk bisa kena kasus pidana," sebut dia.
Disinggung apakah kasus ini akan cepat selesai, Badrodin enggan memberi kepastian. Dia menyebut, semua itu tergantung proses dalam penyidikan. "Tergantung, kalau cepat selesai akan bisa cepat. Tapi kalau saksi mundur, tersangka mundur, nanti lambat juga," tegas dia.
Denny Indrayana disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi Jo Pasal 421 KUHP jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Kerugian negara diperkirakan Rp32 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(KRI)