Jakarta: Panji Gumilang, pemilik Pondok Pesantren Al Zaytun kembali dipanggil untuk menjalani pemeriksaan terkait kasus penistaan agama pada Kamis, 27 Juli 2023. Panji diperiksa sebagai saksi.
"Terhadap saudara PG telah dilayangkan surat panggilan untuk hadir sebagai saksi pada hari Kamis, 27 Juli 2023 pukul 10.00 WIB," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan saat dikonfirmasi, Rabu, 26 Juli 2023.
Panji Gumilang diperiksa pertama kali pada Senin, 3 Juli 2023. Pemeriksaan itu dalam tahap klarifikasi, karena kasus masih dalam penyelidikan.
Usai memeriksa Panji, penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri menggelar perkara dan menemukan perbuatan pidana. Yakni ada dugaan perbuatan penistaan agama yang dilakukan pemilik pondok pesantren di Indramayu, Jawa Barat itu.
Kini, kasusnya telah naik ke tahap penyidikan. Total ada 30 saksi diperiksa dalam proses penyidikan. Polisi juga telah mengantongi hasil uji bukti di Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Polri dan mengantongi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). Setelah memeriksa Panji, penyidik akan menggelar perkara. Ekspose itu untuk melihat kelengkapan bukti untuk penetapan sebagai tersangka.
Bareskrim Polri mengantongi tiga unsur pidana yang diduga dilakukan Panji Gumilang setelah gelar perkara dalam tahap penyelidikan. Pertama, Pasal 156 A KUHP tentang Penistaan Agama. Kedua, Pasal 45A ayat (2) Jo 28 ayat 2 Indang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Beleid itu berbunyi setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.
Ketiga, Pasal 14 Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang mengatur terkait berita bohong. Beleid itu menyebutkan barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya 10 tahun.
Jakarta:
Panji Gumilang, pemilik Pondok Pesantren
Al Zaytun kembali dipanggil untuk menjalani pemeriksaan terkait kasus
penistaan agama pada Kamis, 27 Juli 2023. Panji diperiksa sebagai saksi.
"Terhadap saudara PG telah dilayangkan surat panggilan untuk hadir sebagai saksi pada hari Kamis, 27 Juli 2023 pukul 10.00 WIB," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan saat dikonfirmasi, Rabu, 26 Juli 2023.
Panji Gumilang diperiksa pertama kali pada Senin, 3 Juli 2023. Pemeriksaan itu dalam tahap klarifikasi, karena kasus masih dalam penyelidikan.
Usai memeriksa Panji, penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri menggelar perkara dan menemukan perbuatan pidana. Yakni ada dugaan perbuatan penistaan agama yang dilakukan pemilik pondok pesantren di Indramayu, Jawa Barat itu.
Kini, kasusnya telah naik ke tahap penyidikan. Total ada 30 saksi diperiksa dalam proses penyidikan. Polisi juga telah mengantongi hasil uji bukti di Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Polri dan mengantongi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). Setelah memeriksa Panji, penyidik akan menggelar perkara. Ekspose itu untuk melihat kelengkapan bukti untuk penetapan sebagai tersangka.
Bareskrim Polri mengantongi tiga unsur pidana yang diduga dilakukan Panji Gumilang setelah gelar perkara dalam tahap penyelidikan. Pertama, Pasal 156 A KUHP tentang Penistaan Agama. Kedua, Pasal 45A ayat (2) Jo 28 ayat 2 Indang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Beleid itu berbunyi setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.
Ketiga, Pasal 14 Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang mengatur terkait berita bohong. Beleid itu menyebutkan barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya 10 tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LDS)