Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin. MI/Adam Dwi
Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin. MI/Adam Dwi

Menag: Haji Mabrur Ditandai Solidaritas

Yogi Bayu Aji • 11 September 2016 18:37
medcom.id, Arafah: Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, haji mabrur adalah mereka yang berhaji dengan rasa cinta serta solidaritas yang tinggi terhadap sesama, saling menghargai dan toleransi terhadap perbedaan. Hal ini pun perlu dikedepankan jemaah Indonesia.
 
"Hal itu sejalan dengan pesan Rasulullah dalam khotbah wada 14 abad silam, yang perlu kita kedepankan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia," kata Menag Lukman dalam sambutan selaku amirul hajj Indonesia pada pelaksanaan wukuf haji di Arafah, Minggu (11/9/2016).
 
Menurut dia, manusia ditakdirkan hidup dalam lingkungan masyarakat majemuk, baik dari segi etnis, suku, bahasa dan budaya maupun paham keagamaan. Terhadap sesama manusia, perlu ditumbuhkan solidaritas kemanusiaan (ukhuwah insaniyah), terhadap sesama Muslim kembangkan persaudaraan keislaman (ukhuwah Islamiyah) dan terhadap sesama bangsa rajut persaudaraan kebangsaan (ukhuwah wathaniyah).

"Pengejawantahan dari ketiga nilai ini merupakan bentuk kemabruran sosial yang perlu dipelopori oleh para haji di Tanah Air nanti," kata dia.
 
Dengan spirit persaudaraan, kata Lukman, umat manusia agar merajut kebersamaan, mengembangkan kerja sama dalam membangun kehidupan bersama yang maju dan berkeadaban. Lukman mengatakan, di era digital sekarang, haji memiliki makna lebih mendalam yaitu sebuah jalan kembali dari keterasingan diri ketika terlena berkutat dengan teknologi komunikasi informasi.
 
Haji, lanjut dia, ibarat install ulang terhadap segala program yang memengaruhi gerak tubuh dan perjalanan hidup. Waktu berhaji adalah masa perbaikan diri agar kembali berfungsi sesuai tujuan hidup setiap insani, yaitu beribadah dengan segala bentuknya sepenuh hati. 
 
"Wukuf dapat bermakna hibernasi (proses mengistirahatkan diri) untuk mengoptimalkan kembali fungsi rohani dan ragawi," kata dia.
 
Menurut dia, kesediaan menahan kepenatan dalam melaksanakan rukun Islam kelima ini adalah wujud penegasan diri sebagai hamba yang hanya berserah kepada Sang Maha Kuasa. Kesabaran, berpanas-panas di Arafah adalah energi yang menghubungkan manusia dari berbagai latar belakang ke dalam satu ikatan.
 
"Sebesar apapun perbedaan di antara kita, apapun latar belakang kita, dari manapun asal kita, sejatinya semua ingin berkomunikasi dengan pesan yang sama kepada Allah SWT, yakni diakui sebagai seorang Muslim, seorang yang berserah diri kepada ajaran Allah SWT demi mewujudkan keselamatan dan kedamaian," kata dia. (Antara)
 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan