Surati dan anaknya memeluk Rio/Nuryadi Bayazid/Metro TV
Surati dan anaknya memeluk Rio/Nuryadi Bayazid/Metro TV

Merekam Cinta di Armina

Nuryadi Bayazid • 15 September 2016 12:58
medcom.id, Mekkah: Separuh matahari mulai terbenam. Senja itu, sejumlah jemaah haji melepas lelah sembari saling bincang. Namun, di sepelemparan batu pandangan, seorang tua terlihat lemah. Ia dilengkapi alat bantu oksigen. Disiapkan pula kursi roda tepat di samping badan sepuh itu terkulai.
 
Rio Ismail. Jemaah haji Indonesia dengan usia 74 tahun ini memiliki tekad gigih di tengah keterbatasan fisiknya. Rio ditemani kedua anak serta istrinya, Surati.
 
Sebelum berangkat ke Tanah Suci, kondisi sang kakek sempat memicu perdebatan di tengah keluarga. Sebagian dari mereka sebenarnya lebih menginginkan Rio beristirahat di rumah. Tapi keinginannya yang membara menghadap Kakbah, membuat keluarga berpasrah, sekaligus mendukung keinginan yang dianggap begitu mulia.

"Saya minta maaf karena serba terbatas dalam urusan keluarga. Baik sebagai suami, maupun ayah," tulis Rio dalam surat yang ia titipkan untuk keluarga di Tanah Air.
 
Kasih di Arafah
 
Dengan sekuat tenaga Rio berhasil melaksanakan satu persatu perintah haji. Kini tibalah wukuf di Arafah. Minggu, 9 Zulhijah langit tampak cerah. Jemaah haji mendatangi padang seluas 25 kilometer persegi itu untuk selekasnya khusyuk berdoa.
 
Padang Arafah memuat maksimal 10.000 orang. Saat musim haji tiba, di atasnya didirikan banyak tenda tetrahedron kerucut berwarna putih bersih. Tenda ini cukup canggih. Energi panas matahari yang memancar dikonversinya menjadi suhu yang nyaman bagi para penghuninya.
 
Di dalam tetrahedron, Rio terlihat lelah. Selepas bimbingan wukuf oleh para kiai dan ustaz, jemaah berpeluk tangis saling meminta dan memberikan maaf. Termasuk istri dan anak-anak Rio. Mereka mendatangi kakek kebanggaannya yang tengah tertidur di samping tabung dan alat bantu pernapasan. 
 
"Maafkan dan ampuni kami," ucap Surati memeluk Rio.
 
Rio terbangun, lalu tersenyum. Air mukanya tampak bahagia. Ia berhasil melewati wukuf. Saat di Arafah, yang dia ingat hanya pesan Rasulullah, "Al-Hajju Arafah." Arafah adalah perkara yang tak bisa ditinggal dan digantikan selama berhaji. Nah, meski dalam keadaan sakit dan berbaring, Rio tak henti berzikir.
 
Hari Haru di Mina
 
Hari bergeser. 10 Zulhijah, jemaah menempati tenda sebelum siap jumrah Aqabah lepas tengah malam. Di tengah penyampaian materi sembari menunggu waktu itu tiba, Hafiz, ustaz pembimbing haji, menyampaikan bahwa di hari itu ada salah satu jemaah yang berulang tahun ke-62. Surati, orangnya. Istri Rio.
 
"Apa yang engkau harapkan di hari Iduladha dan ulang tahunmu ini, Ibu Surati? Kami akan mengamininya," tanya Hafiz.
 
Yang ditanya hanya terdiam dalam balutan tatapan Rio yang tengah terkulai. Lalu, perempuan itu beranjak dan mengampiri Rio, lelaki yang sudah 40 tahun menemaninya mengarungi bahtera rumah tangga.
 
"Ya Allah, langgengkan jodoh kami hingga akhir hayat," Surati sembari memeluk Rio.
 
Mina menjadi tempat peristirahatan haji paling lama di Tanah Haram. Mina menandakan harapan, cita-cita, juga cinta. Di tanah ini, jemaah haji dipersilakan merenungi apa yang tengah ia jalani selama hidup, juga yang ia harapkan di masa berikutnya. Seperti Rio dan Surati, semua jemaah haji menginginkan kebahagiaan.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SBH)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan