ILUSTRASI/Foto: Antara/Zabur Karuru
ILUSTRASI/Foto: Antara/Zabur Karuru

Menolong Nenek yang Tersesat di Nabawi

Rifai Pamone • 03 September 2016 16:26
medcom.id, Madinah: Dari telepon seluler pintar yang dikenakan, suhu Madinah digambarkan mencapai 45 derajat celcius. Kami, delapan orang tim relawan media center haji (MCH) Indonesia wilayah kerja Madinah melangkahkan kaki menuju Nabawi. Siang itu, kami merasa perlu untuk melawan panasnya udara menuju salah satu gerai provider seluler yang berada di sekitar pelataran masjid. Dengan tujuan, memenuhi kebutuhan komunikasi demi lancarnya tugas penyebaran informasi.
 
Sekira tiba di 150 meter jelang pintu gerbang King Fahd, kami menemukan nenek berusia lanjut tengah duduk menyendiri. Ia menunduk dan menutupi muka dengan kedua tangannya, bertelanjang kaki, serta semacam sedang memendam rasa takut dan sedih.
 
Sebelum kami mendekat, ada pula tiga orang laki-laki yang menghampiri nenek berbatik hijau khas seragam jemaah haji Indonesia itu. Setelah terlihat mereka berbicara, sang nenek rupanya enggan menanggapi. Mungkin karena terhalang perbedaan bahasa yang tidak ia mengerti. Kami tebak, tiga laki-laki itu adalah jemaah haji asal Pakistan, atau mungkin juga India.
 
Nenek sepuh itu masih menunduk dan menutupi wajah dengan kedua telapak tangannya. Kami pun menghampiri. Kali pertama, ia tetap tampak takut dan gusar. Namun air mukanya berubah ketika kami menunjukkan logo bendera merah-putih pada seragam yang kami kenakan.
 
"Tak tau sape orang lalu, tak kuasa pon balik lepas solah," ucap sang nenek dibarengi isak tangis.
 
Dengan logat Melayu, sang nenek berusaha menjelaskan bahwa dirinya sudah tak kuasa lagi berjalan. Lelah, haus, bingung, juga takut jika harus memaksakan diri bergerak mencari jalan pulang ke pemondokannya.
 
Merayu nenek berbahasa Melayu
 
Kami terenyuh mendengar pengakuannya. Dari gelang yang dikenakan yang kami lihat tertulis nama Mainah binti Asniah Hamli. Sementara di tas gantung yang ia bawa tertera informasi bahwa ia berasal dari rombongan haji Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur.
 
"Lepas ni, kami hendak hantarkan nenek balik kat bilik, boleh kan?," ucapku menggunakan gaya bicara Melayu, satu-satunya bahasa yang dipahami Mainah.
 
Setelah ia mengangguk tanda berkenan untuk kami antar, satu permasalahan lainnya timbul. Tak ada satu pun kursi roda yang tampak. Untuk menyegerakan pertolongan, maka salah satu dari kami menawarkan untuk menggendong nenek berusia 81 tahun itu menuju sektor khusus yang berjarak lebih dari 250 meter.
 
Sektor khusus kami pilih karena setidaknya di sana akan lebih sejuk. Tersedia pula kursi yang nyaman selama dilakukan pendataan ulang oleh panitia. Di sana juga, tersedia makanan dan minuman bagi jemaah haji yang tengah dilanda masalah disorientasi lokasi. Sayangnya, Mainah menolak untuk kami gendong. Mungkin merasa malu, atau sungkan.
 
Kami tak henti berikhtiar. Merayu sekuat tenaga mengingat nenek Mainah telah bermuka pucat dan tampak lemah imbas dari pancaran matahari yang begitu menyengat. Belum lagi, dari obrolan selanjutnya, ia telah berada di tempat itu dari lepas Subuh hingga jelang Zuhur ini.
 
"Tidak mengapa, Nek. Biar segera sampai ke bilik kawan-kawan lainnya," rayuku, sebelum akhirnya kembali dibalas anggukan Mainah.
 
Salah satu dari kami pun lekas menggendong nenek Mainah menuju lokasi yang telah kami tentukan.
 
Separuh jemaah asal Indonesia lanjut usia
 
Setelah tiba di sektor khusus, kami mendapatkan penjelasan dari panitia setempat. Katanya, sekitar 52 persen dari total jemaah Indonesia yang berangkat pada musim haji tahun ini berusia lanjut. Maka wajar, katanya, jika panitia kerap menemukan calon haji yang tengah kebingungan mencari jalan pulang yang diduga akibat sudah melemahnya daya ingat. Terlebih di Nabawi yang memiliki luas mencapai 9,5 hektare, juga mempunyai sebanyak 40 pintu gerbang.
 
Tak memakan waktu lama, petugas yang mendata berhasil mencocokkan Mainah sesuai dengan kelompok terbang, juga memastikan hotel tempat tinggalnya yang berada di sektor satu. Jaraknya tak terlalu jauh dengan sektor khusus. Dengan kursi roda yang sudah tersedia di tempat ini, kami mengantar nenek Mainah kembali ke pemondokannya.
 
"Lepas ni, tak boleh pergi sembahyang kat masjid sorang je, Nek," bisikku mengingatkan agar tak sungkan meminta bantuan seseorang untuk menemani ketika hendak berpergian.
 
Nenek Mainah kembali mengangguk. Kami lega. Puji syukur kepada Allah SWT akhirnya kami dapat membantu nenek kembali bersama rombongannya. Namun di sisi lain, dari peristiwa yang kami alami pada 9 Agustus lalu ini, Tuhan telah sangat terang menunjukkan keagungan-Nya. Pertama, seorang nenek berusia lanjut masih bisa bertahan selama berjam-jam di tengah cuaca panas yang menyengat, tanpa minuman juga makanan. Kedua, apa yang kami lakukan ini, persis dengan apa yang kami terima dan pelajari ketika mengikuti pelatihan di Kementerian Agama (Kemenag) sebelum kami diberangkatkan bertugas ke Tanah Suci. Subhanallah.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SBH)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan