medcom.id, Makkah: Inspektur Jenderal Kementerian Agama M Jasin mengusulkan dibuatnya kontrak baru antara pemerintah Indonesia dengan penyedia akomodasi pemondokan jemaah di Madinah (majmuah). Kontrak baru ini untuk merevisi dua pasal yang dinilai saling bertentangan.
Ia berharap dengan kontrak baru ini nantinya seluruh jemaah haji gelombang kedua yang sudah merampungkan proses haji ditempatkan di wilayah markaziah. Markaziah adalah wilayah sekitar Masjid Nabawi dengan jarak paling jauh 650 meter.
Revisi kontrak yang merupakan plan B ini, kata Jasin, bisa diterapkan jika plan A yakni pendekatan secara persuasif kepada majmuah gagal dilaksanakan.
Saat gelombang pertama, sembilan dari sepuluh majmuah melakukan wanprestasi dengan menempatkan jemaah jauh dari Masjid Nabawi. Bahkan, ada yang jaraknya sampai dua kilometer. Sedikitnya ada 17.000 jemaah dari 42 kloter yang merasakan ketidaknyamanan itu.
Kesembilan majmuah itu adalah Mubarak, Shatta, Andalus, Muhtarah, Said Makki, Makarim, Mawaddah, Manazili, dan Ilyas. Hanya majmuah Zuhdi yang menjalankan kesepakatan sesuai isi kontrak. Majmuah yang "nakal" ini hanya dikenai denda sanksi mengembalikan uang 300 riyal per jemaah dari nilai kontrak 550 riyal sampai 585 riyal per jemaah.
"Kami usul plan B yakni membuat kontrak baru untuk merevisi kontradiksi antara pasal 6 dan pasal 9," kata M Jasin usai rapat dengan jajaran Amirul Haj di Kantor Daerah Kerja Mekah, Sabtu (27/9/2014).
Menurut Jasin, dalam pasal 6 tercantum kewajiban majmuah untuk 100 persen menempatkan jemaah Indonesia di wilayah markaziah. Namun, di pasal 9 ayat 2, menyatakan apabila majmuah menempatkan jemaah di luar markaziah akan kena denda 300 riyal.
"Ini harus dievaluasi, di amandemen. Setidak-tidaknya harus sejumlah nilai kontrak. Sehingga, kalau dia tempatkan di luar markaziah, maka tidak dibayar," kata Jasin.
Dengan kontrak seperti itu, diharapkan majmuah bisa berpikir dua kali sebelum menempatkan jemaah di luar wilayah yang ditetapkan. "Tapi untuk kebaikan, pendekatan persuasif akan kita kedepankan, agar sebaik mungkin plan A ini bisa dilakukan," kata dia.
Sebetulnya kata Jasin, Zuhdi, majmuah yang menjalankan seluruh isi kontrak sudah menawarkan kepada Panitia Penyelenggara Ibadah Haji Indonesia untuk menempatkan seluruh jemaah Indonesia di hotel-hotel milik mereka. "Kita masih lihat kapasitas Zuhdi, apa memungkinkan di sana semua," kata Jasin.
Jasin juga menuturkan masalah lain yang ditemukan timnya di lapangan dalam pelaksanaan ibadah haji tahun 2014. Salah satunya soal pondokan yang terlalu padat di Makkah. Penempatan jemaah seharusnya proporsional dengan kapasitas kamar yangtersedia di pondokan.
"Jadi tidak boleh misalnya oknum tertentu mengomandai menempatkan pemadatan itu. Tapi masalah di rumah A07 sudah bisa teratasi. Sementara di hotel lain sudah proporsional," kata dia.
Untuk hotel yang ditempati jemaah Turki, kata dia, sudah dialihkan ke pemondokan lain. Namun, sebanyak 368 kamar di hotel tersebut dalam keadaan kosong, tidak ada jemaah lain yang menempati karena adanya wanprestasi. Kasus ini pun sudah bergulir ke ranah hukum. (mch2014)
medcom.id, Makkah: Inspektur Jenderal Kementerian Agama M Jasin mengusulkan dibuatnya kontrak baru antara pemerintah Indonesia dengan penyedia akomodasi pemondokan jemaah di Madinah (majmuah). Kontrak baru ini untuk merevisi dua pasal yang dinilai saling bertentangan.
Ia berharap dengan kontrak baru ini nantinya seluruh jemaah haji gelombang kedua yang sudah merampungkan proses haji ditempatkan di wilayah markaziah. Markaziah adalah wilayah sekitar Masjid Nabawi dengan jarak paling jauh 650 meter.
Revisi kontrak yang merupakan
plan B ini, kata Jasin, bisa diterapkan jika
plan A yakni pendekatan secara persuasif kepada majmuah gagal dilaksanakan.
Saat gelombang pertama, sembilan dari sepuluh majmuah melakukan wanprestasi dengan menempatkan jemaah jauh dari Masjid Nabawi. Bahkan, ada yang jaraknya sampai dua kilometer. Sedikitnya ada 17.000 jemaah dari 42 kloter yang merasakan ketidaknyamanan itu.
Kesembilan majmuah itu adalah Mubarak, Shatta, Andalus, Muhtarah, Said Makki, Makarim, Mawaddah, Manazili, dan Ilyas. Hanya majmuah Zuhdi yang menjalankan kesepakatan sesuai isi kontrak. Majmuah yang "nakal" ini hanya dikenai denda sanksi mengembalikan uang 300 riyal per jemaah dari nilai kontrak 550 riyal sampai 585 riyal per jemaah.
"Kami usul plan B yakni membuat kontrak baru untuk merevisi kontradiksi antara pasal 6 dan pasal 9," kata M Jasin usai rapat dengan jajaran Amirul Haj di Kantor Daerah Kerja Mekah, Sabtu (27/9/2014).
Menurut Jasin, dalam pasal 6 tercantum kewajiban majmuah untuk 100 persen menempatkan jemaah Indonesia di wilayah markaziah. Namun, di pasal 9 ayat 2, menyatakan apabila majmuah menempatkan jemaah di luar markaziah akan kena denda 300 riyal.
"Ini harus dievaluasi, di amandemen. Setidak-tidaknya harus sejumlah nilai kontrak. Sehingga, kalau dia tempatkan di luar markaziah, maka tidak dibayar," kata Jasin.
Dengan kontrak seperti itu, diharapkan majmuah bisa berpikir dua kali sebelum menempatkan jemaah di luar wilayah yang ditetapkan. "Tapi untuk kebaikan, pendekatan persuasif akan kita kedepankan, agar sebaik mungkin plan A ini bisa dilakukan," kata dia.
Sebetulnya kata Jasin, Zuhdi, majmuah yang menjalankan seluruh isi kontrak sudah menawarkan kepada Panitia Penyelenggara Ibadah Haji Indonesia untuk menempatkan seluruh jemaah Indonesia di hotel-hotel milik mereka. "Kita masih lihat kapasitas Zuhdi, apa memungkinkan di sana semua," kata Jasin.
Jasin juga menuturkan masalah lain yang ditemukan timnya di lapangan dalam pelaksanaan ibadah haji tahun 2014. Salah satunya soal pondokan yang terlalu padat di Makkah. Penempatan jemaah seharusnya proporsional dengan kapasitas kamar yangtersedia di pondokan.
"Jadi tidak boleh misalnya oknum tertentu mengomandai menempatkan pemadatan itu. Tapi masalah di rumah A07 sudah bisa teratasi. Sementara di hotel lain sudah proporsional," kata dia.
Untuk hotel yang ditempati jemaah Turki, kata dia, sudah dialihkan ke pemondokan lain. Namun, sebanyak 368 kamar di hotel tersebut dalam keadaan kosong, tidak ada jemaah lain yang menempati karena adanya wanprestasi. Kasus ini pun sudah bergulir ke ranah hukum. (mch2014)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LOV)