medcom.id, Labuan Bajo: Program International Student Assesment (PISA) 2015 menempatkan kemampuan membaca anak-anak Indonesia pada peringkat ke-64 dari 70 negara. Di Indonesia, Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi salah satu daerah dengan kemampuan membaca paling rendah.
Melihat fakta tersebut, Taman Bacaan Pelangi yang selama ini fokus mendirikan perpustakaan di wilayah terpencil di Indonesia timur memprakarsai gerakan `Bebas Buta Huruf`. Gerakan ini bertujuan meningkatkan kemampuan membaca anak-anak di wilayah timur Indonesia, khususnya Pulau Flores, NTT.
"Taman Bacaan Pelangi prihatin dengan jarak yang besar atas kualitas pendidikan di Indonesia. Apalagi, kualitas pendidikan di Indonesia timur jauh tertinggal dibandingkan daerah-daerah lain, terutama dalam hal literasi," kata pendiri Taman Bacaan Pelangi Nila Tanzil di Labuan Bajo, NTT, Selasa 25 Juli 2017.
Nila menjelaskan, data dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaanmenyebutkan bahwa tingkat buta huruf tertinggi secara presentase adalah provinsi di Indonesia Timur. Masing-masing adalah Papua sebanyak 36,1%, Nusa Tenggara Barat 16,48%, dan NTT 10,13%.
"Selain tingkat buta huruf, pemahaman anak-anak di Jawa dan Bali mencapai 78% dari apa yang mereka baca. Sedangkan, anak-anak di Indonesia timur hanya mampu menahami bacaan 46% saja," terangnya.
Program `Bebas Buta Huruf` Taman Bacaan Pelangi terdiri dari pelatihan guru kelas 1, 2, dan 3 Sekolah Dasar serta les membaca gratis untuk anak-anak kelas 4, 5, dan 6 SD. "Les membaca gratis kita lakukan di luar sekolah. Di Flores, kita memulai dari Kabupaten Manggarai Barat," ujarnya.
Tingkat buta huruf di Indonesia timur, khususnya di Pulau Flores, menurut Nila disebabkan beberapa faktor. Faktor utama adalah akses buku yang sangat terbatas karena kondisi geografis yang terisolasi.
Selain itu, faktor kualitas guru juga menjadi masalah yang dominan. "Kualitas guru kita masih banyak yang belum memenuhi standar," ujar Nila.
Faktor keluarga, lanjut Nila, juga menjadi kunci memberantas buta huruf di Flores. "Di Indonesia timur, prioritas utama setiap keluarga adalah kebutuhan perut. Sehingga, orang tua kurang memotivasi anaknya karena lebih banyak waktu di kebun atau bekerja," tambahnya.
Program `Bebas Buta Huruf` Taman Bacaan Pelangi ini telah mendapat apresiasi dari pemerintah daerah setempat. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Manggarai Barat Magol Marten berharap, program ini bisa diterapkan secara maksimal di sekolah.
"Kami berterimakasih dengan kepedulian Taman Bacaan Pelangi. Program ini sangat penting memberantas buta huruf di daerah ini," ujarnya.
medcom.id, Labuan Bajo: Program International Student Assesment (PISA) 2015 menempatkan kemampuan membaca anak-anak Indonesia pada peringkat ke-64 dari 70 negara. Di Indonesia, Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi salah satu daerah dengan kemampuan membaca paling rendah.
Melihat fakta tersebut, Taman Bacaan Pelangi yang selama ini fokus mendirikan perpustakaan di wilayah terpencil di Indonesia timur memprakarsai gerakan `Bebas Buta Huruf`. Gerakan ini bertujuan meningkatkan kemampuan membaca anak-anak di wilayah timur Indonesia, khususnya Pulau Flores, NTT.
"Taman Bacaan Pelangi prihatin dengan jarak yang besar atas kualitas pendidikan di Indonesia. Apalagi, kualitas pendidikan di Indonesia timur jauh tertinggal dibandingkan daerah-daerah lain, terutama dalam hal literasi," kata pendiri Taman Bacaan Pelangi Nila Tanzil di Labuan Bajo, NTT, Selasa 25 Juli 2017.
Nila menjelaskan, data dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaanmenyebutkan bahwa tingkat buta huruf tertinggi secara presentase adalah provinsi di Indonesia Timur. Masing-masing adalah Papua sebanyak 36,1%, Nusa Tenggara Barat 16,48%, dan NTT 10,13%.
"Selain tingkat buta huruf, pemahaman anak-anak di Jawa dan Bali mencapai 78% dari apa yang mereka baca. Sedangkan, anak-anak di Indonesia timur hanya mampu menahami bacaan 46% saja," terangnya.
Program `Bebas Buta Huruf` Taman Bacaan Pelangi terdiri dari pelatihan guru kelas 1, 2, dan 3 Sekolah Dasar serta les membaca gratis untuk anak-anak kelas 4, 5, dan 6 SD. "Les membaca gratis kita lakukan di luar sekolah. Di Flores, kita memulai dari Kabupaten Manggarai Barat," ujarnya.
Tingkat buta huruf di Indonesia timur, khususnya di Pulau Flores, menurut Nila disebabkan beberapa faktor. Faktor utama adalah akses buku yang sangat terbatas karena kondisi geografis yang terisolasi.
Selain itu, faktor kualitas guru juga menjadi masalah yang dominan. "Kualitas guru kita masih banyak yang belum memenuhi standar," ujar Nila.
Faktor keluarga, lanjut Nila, juga menjadi kunci memberantas buta huruf di Flores. "Di Indonesia timur, prioritas utama setiap keluarga adalah kebutuhan perut. Sehingga, orang tua kurang memotivasi anaknya karena lebih banyak waktu di kebun atau bekerja," tambahnya.
Program `Bebas Buta Huruf` Taman Bacaan Pelangi ini telah mendapat apresiasi dari pemerintah daerah setempat. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Manggarai Barat Magol Marten berharap, program ini bisa diterapkan secara maksimal di sekolah.
"Kami berterimakasih dengan kepedulian Taman Bacaan Pelangi. Program ini sangat penting memberantas buta huruf di daerah ini," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(NIN)