medcom.id, Jakarta: Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Tjandra Yoga Aditama mengatakan, suspect Ebola yang kini berada di Madiun dan Kediri tidak dikarantina saat sampai di Bandara Soekarno Hatta. Mereka dinyatakan sehat oleh petugas kesehatan Bandara setelah melewati pemeriksaan kesehatan.
Kebijakan karantina, kata Tjandra, pada umumnya tidak diberlakukan oleh negara-negara manapun. Hal itu dikarenakan jumlah orang yang datang dari negara tertentu ke negara lainnya sangat banyak. Oleh karena itu, tidak mungkin pihak bandara memberlakukan karantina.
"Yang mungkin mengkarantina adalah negara asal penyakit sebagaimana yang dilakukan Liberia. Mereka melakukan karantina selama 21 hari atau disebut exit screening sebelum seseorang keluar dari negara terjangkit untuk menuju negara lain. Biasanya yang dikarantina adalah mereka yang berdasarkan informasi memang berkontak langsung dengan penderita Ebola, terduga sakit dan memiliki gejala," katanya saat dihubungi Media Indonesia, Sabtu (1/11/2014).
Terkait mekanisme pemeriksaan sampel suspect, Balitbangkes secara pro aktif menghubungi Kepala Rumah Sakit tempat suspect dirawat dan Dinas Kesehatan setempat untuk segera mengirimkan sampel itu. Balitbangkes tidak memiliki kebijakan untuk mengambil sampel tersebut. Menurut kabar terakhir, katanya, kedua sampel suspect sedang berada di dalam kargo pengiriman.
"Selain itu walaupun dilaporkan mengalami penurunan fungsi hati dan ginjal, suspect belum bisa dikatakan positif atau negatif dari Ebola sebelum sampelnya diperiksa oleh Laboratorium," jelasnya.
Menurutnya, hasil pemeriksaan laboratorium di Balitbangkes akan keluar paling lambat 48 jam setelah diterima. Seluruh sampel harus diperiksa di Laboratorium Balitbangkes Kemenkes karena harus memenuhi minimal persyaratan BSL 3 dengan ekstraksi virus di BSC 3. Oleh karena itu kalau ada orang baru datang dari negara terjangkit Ebola dan menderita demam, maka belum tentu demam itu diakibatkan oleh Ebola.
Seperti diketahui, Seorang WNI yang baru kembali dari Afrika kini dirawat di sebuah RS di Madiun. TKI berusia 29 tahun itu mengalami gejala serupa seperti penyakit malaria yaitu panas tinggi, sakit kepala yang diikuti mual-mual, muntah, dan diare. Karena dicurigai ebola, maka perawatan yang diberikan merupakan perawatan standar WHO, seperti perawat wajib mengenakan penutup kepala, kacamata pelindung, masker jenis N95, serta baju rangkap tiga. Selain itu, perawat juga harus memakai sarung tangan dan sepatu bot.
medcom.id, Jakarta: Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Tjandra Yoga Aditama mengatakan,
suspect Ebola yang kini berada di Madiun dan Kediri tidak dikarantina saat sampai di Bandara Soekarno Hatta. Mereka dinyatakan sehat oleh petugas kesehatan Bandara setelah melewati pemeriksaan kesehatan.
Kebijakan karantina, kata Tjandra, pada umumnya tidak diberlakukan oleh negara-negara manapun. Hal itu dikarenakan jumlah orang yang datang dari negara tertentu ke negara lainnya sangat banyak. Oleh karena itu, tidak mungkin pihak bandara memberlakukan karantina.
"Yang mungkin mengkarantina adalah negara asal penyakit sebagaimana yang dilakukan Liberia. Mereka melakukan karantina selama 21 hari atau disebut
exit screening sebelum seseorang keluar dari negara terjangkit untuk menuju negara lain. Biasanya yang dikarantina adalah mereka yang berdasarkan informasi memang berkontak langsung dengan penderita Ebola, terduga sakit dan memiliki gejala," katanya saat dihubungi
Media Indonesia, Sabtu (1/11/2014).
Terkait mekanisme pemeriksaan sampel
suspect, Balitbangkes secara pro aktif menghubungi Kepala Rumah Sakit tempat suspect dirawat dan Dinas Kesehatan setempat untuk segera mengirimkan sampel itu. Balitbangkes tidak memiliki kebijakan untuk mengambil sampel tersebut. Menurut kabar terakhir, katanya, kedua sampel suspect sedang berada di dalam kargo pengiriman.
"Selain itu walaupun dilaporkan mengalami penurunan fungsi hati dan ginjal, suspect belum bisa dikatakan positif atau negatif dari Ebola sebelum sampelnya diperiksa oleh Laboratorium," jelasnya.
Menurutnya, hasil pemeriksaan laboratorium di Balitbangkes akan keluar paling lambat 48 jam setelah diterima. Seluruh sampel harus diperiksa di Laboratorium Balitbangkes Kemenkes karena harus memenuhi minimal persyaratan BSL 3 dengan ekstraksi virus di BSC 3. Oleh karena itu kalau ada orang baru datang dari negara terjangkit Ebola dan menderita demam, maka belum tentu demam itu diakibatkan oleh Ebola.
Seperti diketahui, Seorang WNI yang baru kembali dari Afrika kini dirawat di sebuah RS di Madiun. TKI berusia 29 tahun itu mengalami gejala serupa seperti penyakit malaria yaitu panas tinggi, sakit kepala yang diikuti mual-mual, muntah, dan diare. Karena dicurigai ebola, maka perawatan yang diberikan merupakan perawatan standar WHO, seperti perawat wajib mengenakan penutup kepala, kacamata pelindung, masker jenis N95, serta baju rangkap tiga. Selain itu, perawat juga harus memakai sarung tangan dan sepatu bot.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LOV)