Jakarta: Anggota DPR RI Tjatur Sapto Edy meminta penyidik tak buru-buru menetapkan pasal untuk menjerat PT Pertamina atas bocornya pipa minyak di Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur. Menurutnya, penyidik harus teliti menemukan unsur sengaja atau ketidaksengajaan dari kejadian tersebut.
"Jadi jangan buru-buru langsung katakan kena pasal 99 Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 Pengelolaan Lingkungan Hidup," kata Tjatur di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu, 7 April 2018.
Dalam pasal itu dikatakan, setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama tiga tahun. Pelaku juga bisa didenda paling sedikit Rp1 miliar dan paling banyak Rp3 miliar.
"Cari yang benar-benar bisa memberikan efek jera," imbuh Tjatur.
Politikus Partai Amanat Nasional ini pun meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyiapkan sejumlah gugatan untuk perusahaan plat merah itu. Bukan saja gugatan perdata, tapi juga pidana dan administrasi.
"Kami minta KLKH menyiapkan tim untuk menggugat secara perdata, pidana, dan administrasi biar ada efek jera. Di dalam PBB, kita berhak melestarikan dan mengelola lingkungan ini. Kalau ada yang sengaja dan lalai harus dituntaskan," pungkas dia.
Sabtu, 31 Maret 2018, pipa PT Pertamina yang mengalirkan minyak mentah dari atau crude oil dari Terminal Lawe-lawe ke Kilang RU V Balikpapan patah. Kedalaman pipa yang patah berada pada kedalaman 22 sampai dengan 26 meter.
Akibatnya 7.000 hektare Teluk Balikpapan tercemar dan 60 kilometer teluk di kawasan Kabupaten Penajam Pasir Utara sepanjang. Minyak yang tumpah pun mengakibatkkan ledakan dan kebakaran. Lima orang diketahui tewas.
Jakarta: Anggota DPR RI Tjatur Sapto Edy meminta penyidik tak buru-buru menetapkan pasal untuk menjerat PT Pertamina atas bocornya pipa minyak di Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur. Menurutnya, penyidik harus teliti menemukan unsur sengaja atau ketidaksengajaan dari kejadian tersebut.
"Jadi jangan buru-buru langsung katakan kena pasal 99 Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 Pengelolaan Lingkungan Hidup," kata Tjatur di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu, 7 April 2018.
Dalam pasal itu dikatakan, setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama tiga tahun. Pelaku juga bisa didenda paling sedikit Rp1 miliar dan paling banyak Rp3 miliar.
"Cari yang benar-benar bisa memberikan efek jera," imbuh Tjatur.
Politikus Partai Amanat Nasional ini pun meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyiapkan sejumlah gugatan untuk perusahaan plat merah itu. Bukan saja gugatan perdata, tapi juga pidana dan administrasi.
"Kami minta KLKH menyiapkan tim untuk menggugat secara perdata, pidana, dan administrasi biar ada efek jera. Di dalam PBB, kita berhak melestarikan dan mengelola lingkungan ini. Kalau ada yang sengaja dan lalai harus dituntaskan," pungkas dia.
Sabtu, 31 Maret 2018, pipa PT Pertamina yang mengalirkan minyak mentah dari atau crude oil dari Terminal Lawe-lawe ke Kilang RU V Balikpapan patah. Kedalaman pipa yang patah berada pada kedalaman 22 sampai dengan 26 meter.
Akibatnya 7.000 hektare Teluk Balikpapan tercemar dan 60 kilometer teluk di kawasan Kabupaten Penajam Pasir Utara sepanjang. Minyak yang tumpah pun mengakibatkkan ledakan dan kebakaran. Lima orang diketahui tewas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DRI)