Banda Aceh: Persoalan banjir di Tanah Rencong terutama pada musim hujan melanda, mengakibatkan bencana banjir yang menjadi rutinitas setiap tahunnya. Banjir juga dinilai sebagai bencana ekologis, pertanda kualitas lingkungan kian menurun.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh menilai Pemerintah Aceh gagal menangani persoalan banjir terutama pada musim hujan melanda.
"Padahal banjir terjadi tidak terlepas dari kerusakan hutan dan perubahan bentang alam yang terjadi akibat pembangunan infrastruktur, perkebunan dan alih fungsi lahan," kata Direktur Eksekutif WALHI Aceh, Ahmad Shalihin, Rabu, 9 November 2022.
Ahmad mengatakan, terlihat dari sikap Pemerintah Aceh dalam merespons ketika terjadi banjir. Penanganan yang dilakukan hanya bersifat emergency respon, tidak ada upaya penyelesaian secara konfrehensif.
"Pemerintah Aceh harus proaktif dalam penanganan banjir, bukan reaktif, baru sibuk mengurusi persoalan banjir ketika sudah terjadi," ujarnya.
Banjir yang terjadi di beberapa kabupaten seperti Aceh Utara, Aceh Tamiang, Aceh Tenggara dan Aceh Timur, Nagan Raya, Kota Subulussalam mengakibatkan korban jiwa dan kerugian materi, kerusakan insfrastruktur, lahan pertanian dan pemukiman warga, terganggunya aktivitas warga, proses belajar mengajar dan pelayanan kesehatan serta pelayanan lainnya terhadap warga.
"Kondisi ini harus segera di sikapi secara serius. Selain diakibatkan oleh curah hujan tinggi dan anomaly cuaca, bencana banjir di Aceh diperparah dengan kebijakan yang keliru seperti alih fungsi hutan dan lahan, lemahnya penegakan hukum terhadap aktivitas ilegal," jelasnya.
Banda Aceh: Persoalan banjir di Tanah Rencong terutama pada musim hujan melanda, mengakibatkan bencana banjir yang menjadi rutinitas setiap tahunnya.
Banjir juga dinilai sebagai bencana ekologis, pertanda kualitas lingkungan kian menurun.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh menilai
Pemerintah Aceh gagal menangani persoalan banjir terutama pada musim hujan melanda.
"Padahal banjir terjadi tidak terlepas dari kerusakan hutan dan perubahan bentang alam yang terjadi akibat pembangunan infrastruktur, perkebunan dan alih fungsi lahan," kata Direktur Eksekutif WALHI Aceh, Ahmad Shalihin, Rabu, 9 November 2022.
Ahmad mengatakan, terlihat dari sikap Pemerintah Aceh dalam merespons ketika terjadi banjir. Penanganan yang dilakukan hanya bersifat
emergency respon, tidak ada upaya
penyelesaian secara konfrehensif.
"Pemerintah Aceh harus proaktif dalam penanganan banjir, bukan reaktif, baru sibuk mengurusi persoalan banjir ketika sudah terjadi," ujarnya.
Banjir yang terjadi di beberapa kabupaten seperti Aceh Utara, Aceh Tamiang, Aceh Tenggara dan Aceh Timur, Nagan Raya, Kota Subulussalam mengakibatkan korban jiwa dan kerugian materi, kerusakan insfrastruktur, lahan pertanian dan pemukiman warga, terganggunya aktivitas warga, proses belajar mengajar dan pelayanan kesehatan serta pelayanan lainnya terhadap warga.
"Kondisi ini harus segera di sikapi secara serius. Selain diakibatkan oleh curah hujan tinggi dan anomaly cuaca, bencana banjir di Aceh diperparah dengan kebijakan yang keliru seperti alih fungsi hutan dan lahan, lemahnya penegakan hukum terhadap aktivitas ilegal," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WHS)