Yogyakarta: Komisi Perlindungan Anak Indinesia (KPAI) Daerah Yogyakarta menjadikan kasus dugaan pelecahan seksual di sebuah SD swasta sebagai fokus pendampingan. Komisi tersebut memprioritaskan agar penanganan kasus bisa ramah anak.
"Kami ikuti prosedur untuk melakukan penyelesain kasus sesuai dengan prinsip-prinsip ramah anak," kata Ketua KPAI Daerah Yogyakarta, Sylvi Dewajani, Jumat, 12 Januari 2024.
Sylvi mengatakan timnya turut melakukan gelar perkara kasus pecahan seksual yang disebut dialam 15 siswa SD itu. Ia mengatakan langkah itu dilakukan sehari usai kuasa hukum membuat laporan di Polresta Yogyakarta.
Menurut dia baru ada satu siswa yang secara kuat menjadi korban pelecahan seksual. Namun, pihaknya belum memperoleh pendukung 14 siswa lain jadi korban.
"Sejauh baru satu yang memang bisa dilanjutkan proses (penanganan) pidana," jelasnya.
Penanganan pidana memang jadi ranah Polresta Yogyakarta. Sylvi mengatakan secara intens berkoordinasi untuk membantu pengumpul bukti yang dibutuhkan penyidik.
Ia menegaskan penyidik harus menyesuaikan kerjanya dengan karakter dan sensitivitas setiap anak. Selain proses hukum, juga melakukan pendampingan pada konteks kelanjutan pendidikan anak-anak tersebut.
"Kami semua harus sama-sama bekerja secara lebih halus supaya anak tidak jadi korban berikutnya," ungkapnya.
Penyidik di Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) juga masih mengumpulkan bukti-bukti atas dugaan pelecehan seksual di SD swasta itu. Tanpa keberadaan CCTV di ruang kelas sekolah, kepolisian menggandeng ahli dalam mengusut dugaan kasus pidana yang dilakukan guru mata pelajaran konten kreator berinisial NB, 22 tahun tersebut.
Yogyakarta: Komisi Perlindungan Anak Indinesia (KPAI) Daerah Yogyakarta menjadikan kasus dugaan
pelecahan seksual di sebuah SD swasta sebagai fokus pendampingan. Komisi tersebut memprioritaskan agar penanganan
kasus bisa ramah anak.
"Kami ikuti prosedur untuk melakukan penyelesain kasus sesuai dengan prinsip-prinsip ramah anak," kata Ketua KPAI Daerah Yogyakarta, Sylvi Dewajani, Jumat, 12 Januari 2024.
Sylvi mengatakan timnya turut melakukan gelar perkara kasus pecahan seksual yang disebut dialam 15 siswa SD itu. Ia mengatakan langkah itu dilakukan sehari usai kuasa hukum membuat laporan di Polresta Yogyakarta.
Menurut dia baru ada satu siswa yang secara kuat menjadi korban pelecahan seksual. Namun, pihaknya belum memperoleh pendukung 14 siswa lain jadi korban.
"Sejauh baru satu yang memang bisa dilanjutkan proses (penanganan) pidana," jelasnya.
Penanganan pidana memang jadi ranah Polresta Yogyakarta. Sylvi mengatakan secara intens berkoordinasi untuk membantu pengumpul bukti yang dibutuhkan penyidik.
Ia menegaskan penyidik harus menyesuaikan kerjanya dengan karakter dan sensitivitas setiap anak. Selain proses hukum, juga melakukan pendampingan pada konteks kelanjutan pendidikan anak-anak tersebut.
"Kami semua harus sama-sama bekerja secara lebih halus supaya anak tidak jadi korban berikutnya," ungkapnya.
Penyidik di Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) juga masih mengumpulkan bukti-bukti atas dugaan pelecehan seksual di SD swasta itu. Tanpa keberadaan CCTV di ruang kelas sekolah, kepolisian menggandeng ahli dalam mengusut dugaan kasus pidana yang dilakukan guru mata pelajaran konten kreator berinisial NB, 22 tahun tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEN)