Sleman: Sebuah bangunan masjid berdiri di atas seluas sekitar 300 meter persegi di Dusun Mlangi, Desa Nogotirto, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Bangunan yang mayoritas bercat putih itu tampak berinfrastruktur kuat dan terlihat kuno.
Kuno dalam hal itu bangunan sudah lama dibangun. Masjid tersebut dinamakan Masjid Jami An'nur. Masyarakat lebih akrab dengan sebutan Masjid Pathok Negara Mlangi. Penyematan sebutan ‘Pathok Negara’atau batas negara ini tak lepas dari kawasan perbatasan kawasan kekuasaan Kraton Yogyakarta yang ditandai dengan masjid. Setidaknya ada 3 masjid dengan sebutan Masjid Pathok Negara di Yogyakarta, dua di antaranya di Kabupaten Bantul dan satu lagi di Plosokuning, Desa Minomartani, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman.
Bangunan masjid di Mlangi tersebut hampir serupa dengan Masjid Pathok Negara di Minomartani maupun Bantul. Seperti atap terdiri dari dua susun dengan penopang 16 tiang dan tempat ibadah perempuan yang terpisah atau tersekat. Selain itu, juga terdapat bedug besar dan didampingi kentongan.
Lalu, tempat bersuci atau wudhu antara laki-laki dan perempuan dibuat di titik berbeda. Sebelum memasuki area bersuci ini terdapat kolam untuk membersihkan kaki jemaah.
Serambi Masjid Pathok Negara Mlangi
Masjid Pathok Negara Mlangi yang saat ini dikelola masyarakat ini dikelilingi makam. Baik di sisi selatan, barat, maupun utara. Makam-makam tersebut tempat dikebumikannya para tokoh agama setempat. Salah satu makam di lokasi tersebut merupakan makan Pangeran Ngabei Saloring Pasar atau RM Sandiya. Sosok inilah yang disebut masyarakat sebagai Kiai Nur Iman.
Sekretaris Yayasan Nur Iman, Muhammad Mustafied menerangkan istilah ‘Sandiya’ berasal dari kata sandi. Kata tersebut memiliki arti tersamar atau dalam khazanah sufi, wali mastur.
"Beliau (RM Sandiya) adalah kakak Pangeran Mangkubumi yang bergelar Sri Sultan Hamengku Buwono I. Lahir dari ibu yang berbeda," kata Mustafied ditemui baru-baru ini.
Gus Tafied, sebutan Mustafied, mengatakan Kiai Nur Iman ini sosok putra pertama Amangkurat Jawi atau Amangkurat IV dengan gelar Raden Surya Putra. Kendati keturunan bangsawan, Kiai Nur Iman tak tertarik terlibat dalam perpolitikan kerajaan. Gus Tafied menyebut Kiai Nur Iman lebih memilih menyebarkan agama islam dan hidup bersama masyarakat biasa.
"Saya melihatnya ini pembagian tugas, beliau memilih menyebarkan ajaran agama Islam," kata pengasuh sekaligus pendiri Pondok Pesantren Aswaja Nusantara Mlangi ini.
Pada 1755, Kiai Nur Iman ini berdakwah di sejumlah daerah di DIY. Lokasi berdakwa dipilih di kawasan-kawasan pelosok. Dimulai dari Kulon Progo, Kiai Nur Iman terus bergeser di sejumlah kawasan hingga akhirnya di Mlangi.
Gerbang pintu masuk Masjid Pathok negara Mlangi
Menurut Mustafied, Kiai Nur Iman sudah sedari kecil hidup di lingkungan islam. Kendati mengetahu berdarah ningrat, ia menghabiskan masa kecil hingga dewasa di Pesantren Gedangan. Kiai Nur Iman sempat dicari dan diminta kembali ke Kraton Yogyakarta. Namun, akhirnya ia dihadiahi tanah perdikan yang bebas pajak dari Sultan Hamengku Buwono I. Tanah inilah cikal bakal keberadaan pesantren yang dikelola Kiai Nur Iman.
Kiai Nur Iman hidup bermasyarakat dengan mempelajari berbagai ilmu tentang agama islam, seperti bahasa Arab, fiqih, tauhid, dan tasawuf. Ia lantas menularkannya pengetahuannya kepada para santri di Pondok Pesantren Mlangi itu.
Selain pondok pesantren, Kiai Nur Iman juga mendirikan masjid. Masjid inilah yang kini menjadi Masjid Pathok Negara. Masjid ini menjadi tempat beribadah sekaligus menyebarkan ajaran agama islam.
Singkat cerita, Kiai Nur Iman wafat dan dimakamkan di halaman belakang masjid. Kini masjid dan makam Kyai Nur Iman kerap didatangi peziarah dari berbagai wilayah di Indonesia.
Halaman depan Masjid Pathon Negara Mlangi
Mustafied mengatakan Kiai Nur Iman merupakan tokoh berpengaruh dalam menyebarkan pendidikan islam. Ajaran yang ditularkan bisa diakses segala golongan dan lebih inklusif. Hal ini berimbas pada dampak sosio-kultural Masjid Mlangi yang mampu menjaga tradisi dan agama islam.
“Tradisi dan kultur yang ada di masyarakat berpusat pada nilai-nilai yang dulu dikembangkan di Pathok Negoro (Mlangi). Nilai kultural tersebut terangkum dalam dua kata: keilmuan dan perjuangan," jelasnya.
Sleman: Sebuah bangunan masjid berdiri di atas seluas sekitar 300 meter persegi di Dusun Mlangi, Desa Nogotirto, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Bangunan yang mayoritas bercat putih itu tampak berinfrastruktur kuat dan terlihat kuno.
Kuno dalam hal itu bangunan sudah lama dibangun. Masjid tersebut dinamakan Masjid Jami An'nur. Masyarakat lebih akrab dengan sebutan Masjid Pathok Negara Mlangi. Penyematan sebutan ‘Pathok Negara’atau batas negara ini tak lepas dari kawasan perbatasan kawasan kekuasaan Kraton Yogyakarta yang ditandai dengan masjid. Setidaknya ada 3 masjid dengan sebutan Masjid Pathok Negara di Yogyakarta, dua di antaranya di Kabupaten Bantul dan satu lagi di Plosokuning, Desa Minomartani, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman.
Bangunan masjid di Mlangi tersebut hampir serupa dengan Masjid Pathok Negara di Minomartani maupun Bantul. Seperti atap terdiri dari dua susun dengan penopang 16 tiang dan tempat ibadah perempuan yang terpisah atau tersekat. Selain itu, juga terdapat bedug besar dan didampingi kentongan.
Lalu, tempat bersuci atau wudhu antara laki-laki dan perempuan dibuat di titik berbeda. Sebelum memasuki area bersuci ini terdapat kolam untuk membersihkan kaki jemaah.
Serambi Masjid Pathok Negara Mlangi
Masjid Pathok Negara Mlangi yang saat ini dikelola masyarakat ini dikelilingi makam. Baik di sisi selatan, barat, maupun utara. Makam-makam tersebut tempat dikebumikannya para tokoh agama setempat. Salah satu makam di lokasi tersebut merupakan makan Pangeran Ngabei Saloring Pasar atau RM Sandiya. Sosok inilah yang disebut masyarakat sebagai Kiai Nur Iman.
Sekretaris Yayasan Nur Iman, Muhammad Mustafied menerangkan istilah ‘Sandiya’ berasal dari kata sandi. Kata tersebut memiliki arti tersamar atau dalam khazanah sufi, wali mastur.
"Beliau (RM Sandiya) adalah kakak Pangeran Mangkubumi yang bergelar Sri Sultan Hamengku Buwono I. Lahir dari ibu yang berbeda," kata Mustafied ditemui baru-baru ini.
Gus Tafied, sebutan Mustafied, mengatakan Kiai Nur Iman ini sosok putra pertama Amangkurat Jawi atau Amangkurat IV dengan gelar Raden Surya Putra. Kendati keturunan bangsawan, Kiai Nur Iman tak tertarik terlibat dalam perpolitikan kerajaan. Gus Tafied menyebut Kiai Nur Iman lebih memilih menyebarkan agama islam dan hidup bersama masyarakat biasa.
"Saya melihatnya ini pembagian tugas, beliau memilih menyebarkan ajaran agama Islam," kata pengasuh sekaligus pendiri Pondok Pesantren Aswaja Nusantara Mlangi ini.
Pada 1755, Kiai Nur Iman ini berdakwah di sejumlah daerah di DIY. Lokasi berdakwa dipilih di kawasan-kawasan pelosok. Dimulai dari Kulon Progo, Kiai Nur Iman terus bergeser di sejumlah kawasan hingga akhirnya di Mlangi.
Gerbang pintu masuk Masjid Pathok negara Mlangi
Menurut Mustafied, Kiai Nur Iman sudah sedari kecil hidup di lingkungan islam. Kendati mengetahu berdarah ningrat, ia menghabiskan masa kecil hingga dewasa di Pesantren Gedangan. Kiai Nur Iman sempat dicari dan diminta kembali ke Kraton Yogyakarta. Namun, akhirnya ia dihadiahi tanah perdikan yang bebas pajak dari Sultan Hamengku Buwono I. Tanah inilah cikal bakal keberadaan pesantren yang dikelola Kiai Nur Iman.
Kiai Nur Iman hidup bermasyarakat dengan mempelajari berbagai ilmu tentang agama islam, seperti bahasa Arab, fiqih, tauhid, dan tasawuf. Ia lantas menularkannya pengetahuannya kepada para santri di Pondok Pesantren Mlangi itu.
Selain pondok pesantren, Kiai Nur Iman juga mendirikan masjid. Masjid inilah yang kini menjadi Masjid Pathok Negara. Masjid ini menjadi tempat beribadah sekaligus menyebarkan ajaran agama islam.
Singkat cerita, Kiai Nur Iman wafat dan dimakamkan di halaman belakang masjid. Kini masjid dan makam Kyai Nur Iman kerap didatangi peziarah dari berbagai wilayah di Indonesia.
Halaman depan Masjid Pathon Negara Mlangi
Mustafied mengatakan Kiai Nur Iman merupakan tokoh berpengaruh dalam menyebarkan pendidikan islam. Ajaran yang ditularkan bisa diakses segala golongan dan lebih inklusif. Hal ini berimbas pada dampak sosio-kultural Masjid Mlangi yang mampu menjaga tradisi dan agama islam.
“Tradisi dan kultur yang ada di masyarakat berpusat pada nilai-nilai yang dulu dikembangkan di Pathok Negoro (Mlangi). Nilai kultural tersebut terangkum dalam dua kata: keilmuan dan perjuangan," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(ALB)