Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia diminta mengabaikan usulan IMF terkait hilirisasi bijih nikel mentah. Pasalnya, jika diikuti usulan ini justru akan merugikan Pemerintah Indonesia.
"Cukup mengatakan, mohon maaf kami menolak saran dan pertimbangan kalian, dan terima kasih atas perhatian kalian, selesai," kata Wakil Ketua Umum Partai Garuda Teddy Gusnaidi di Jakarta, Kamis, 6 Juli 2023.
Menurut Teddy, IMF sama sekali tidak memiliki kewenangan apapun dan tidak memiliki kaitan apapun dengan kebijakan dalam negeri Indonesia. Sehingga sama sekali tidak ada daya dorong yang bisa membuat kebijakan itu berubah.
"Menghadapi Uni Eropa saja kita tenang, tentu menghadapi IMF bukan hal yang luar biasa," ujar Teddy.
Teddy menambahkan urusan pembatasan ekspor bijih nikel ini sudah masuk di ranah hukum. Setelah sempat kalah di WTO, Indonesia tetap berjuang melakukan banding. Atas gugatan Uni Eropa yang menginginkan Indonesia menghapus pembatasan ekspor bijih nikel mentah.
"Ini membuktikan bahwa Indonesia tidak bisa didikte oleh asing. Menjaga kekayaan kita agar tidak dimanfaatkan oleh pihak asing. Yang tadinya kita mengekspor bahan mentah nikel, kini kita yang memproduksi bahan mentah milik kita dan eksport bahan jadi. Kebijakan ini membuat kita berhasil mengekspor produk jadi sebesar Rp519 triliun pada 2022," jelasnya.
Hasilnya, kata Teddy kebijakan pembatasan ekspor bijih nikel ini yang tadinya menguntungkan pihak asing, kini keuntungannya dinikmati oleh Indonesia.
"Jadi abaikan saja saran IMF yang menjadi kepanjangan tangan pihak asing yang tidak ingin negara ini berdikari," jelas Teddy.
Sebelumnya, IMF mengimbau Indonesia untuk mempertimbangkan kebijakan penghapusan bertahap pembatasan ekspor nikel dan tidak memperluas pembatasan ke komoditas lainnya.
Hal itu berdasarkan dokumen IMF Executive Board Concludes 2023 Article IV Consultation with Indonesia, yang memberikan catatan terkait rencana hilirisasi nikel di Indonesia.
Dalam dokumen tersebut, IMF menyebut kebijakan harus berlandaskan analisis terkait biaya dan manfaat lebih lanjut. Selain itu, kebijakan juga perlu dibentuk dengan mempertimbangkan dampak-dampak terhadap wilayah lain.
Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia diminta mengabaikan usulan
IMF terkait hilirisasi bijih nikel mentah. Pasalnya, jika diikuti usulan ini justru akan merugikan Pemerintah Indonesia.
"Cukup mengatakan, mohon maaf kami menolak saran dan pertimbangan kalian, dan terima kasih atas perhatian kalian, selesai," kata Wakil Ketua Umum Partai Garuda Teddy Gusnaidi di Jakarta, Kamis, 6 Juli 2023.
Menurut Teddy, IMF sama sekali tidak memiliki kewenangan apapun dan tidak memiliki kaitan apapun dengan kebijakan dalam negeri Indonesia. Sehingga sama sekali tidak ada daya dorong yang bisa membuat kebijakan itu berubah.
"Menghadapi
Uni Eropa saja kita tenang, tentu menghadapi IMF bukan hal yang luar biasa," ujar Teddy.
Teddy menambahkan urusan pembatasan
ekspor bijih nikel ini sudah masuk di ranah hukum. Setelah sempat kalah di WTO, Indonesia tetap berjuang melakukan banding. Atas gugatan Uni Eropa yang menginginkan Indonesia menghapus pembatasan ekspor bijih nikel mentah.
"Ini membuktikan bahwa Indonesia tidak bisa didikte oleh asing. Menjaga kekayaan kita agar tidak dimanfaatkan oleh pihak asing. Yang tadinya kita mengekspor bahan mentah nikel, kini kita yang memproduksi bahan mentah milik kita dan eksport bahan jadi. Kebijakan ini membuat kita berhasil mengekspor produk jadi sebesar Rp519 triliun pada 2022," jelasnya.
Hasilnya, kata Teddy kebijakan pembatasan ekspor bijih nikel ini yang tadinya menguntungkan pihak asing, kini keuntungannya dinikmati oleh Indonesia.
"Jadi abaikan saja saran IMF yang menjadi kepanjangan tangan pihak asing yang tidak ingin negara ini berdikari," jelas Teddy.
Sebelumnya, IMF mengimbau Indonesia untuk mempertimbangkan kebijakan penghapusan bertahap pembatasan ekspor nikel dan tidak memperluas pembatasan ke komoditas lainnya.
Hal itu berdasarkan dokumen IMF Executive Board Concludes 2023 Article IV Consultation with Indonesia, yang memberikan catatan terkait rencana hilirisasi nikel di Indonesia.
Dalam dokumen tersebut, IMF menyebut kebijakan harus berlandaskan analisis terkait biaya dan manfaat lebih lanjut. Selain itu, kebijakan juga perlu dibentuk dengan mempertimbangkan dampak-dampak terhadap wilayah lain.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WHS)