Bogor: Tinggi muka air (TMA) aliran Sungai Ciliwung di Bendung Katulampa, Kota Bogor, Jawa Barat, mengalami nol sentimeter karena dalam beberapa waktu terakhir curah hujan yang berkurang di wilayah hulu sungai menyebabkan kekeringan.
Kepala Pengawas Bendung Katulampa Andi Sudirman mengatakan kekeringan diduga akibat El Nino sehingga berdampak pada aliran sungai Ciliwung yang biasa pemicu banjir karena debitnya tinggi, menjadi sangat rendah saat ini.
Menurut informasi dari laman BMKG, El Nino adalah fenomena pemanasan Suhu Muka Laut (SML) di atas kondisi normalnya yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah.
Pemanasan SML ini meningkatkan potensi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik tengah dan mengurangi curah hujan di wilayah Indonesia. Singkatnya, El Nino memicu terjadinya kondisi kekeringan untuk wilayah Indonesia secara umum.
“Puncaknya itu biasa terjadi pada Juni, Juli, Agustus, dan kembali normal biasanya Oktober lalu November ketika hujan mulai turun kembali,” kata Andi.
Andi menyampaikan, debit Sungai Ciliwung mencapai 3.000 liter per detik. Dari jumlah tersebut, sebanyak 2.500 liter dialirkan ke irigasi Kali Baru untuk mengairi 330 hektare lahan pertanian dan sisanya sebanyak 500 liter dialirkan ke sungai utama untuk menjaga ekosistem sungai.
Kata Andi, pada musim penghujan dalam keadaan normal, tinggi aliran sungai di Bendung Katulampa sekitar 50 sentimeter atau dengan debit air mencapai 60.000 liter per detik.
Kondisi seperti ini diprediksi terjadi hingga Oktober 2023. Ia pun berharap dalam waktu dekat di hulu sungai Ciliwung segera diguyur hujan sehingga bisa mengairi sungai sepanjang 119 kilometer itu.
Andi menuturkan, kekeringan terparah pernah terjadi pada 2020 juga 1997. Saat itu debit air yang mengalir dari hulu Sungai Ciliwung hanya 1.000 liter air per detik.
Ia pun terus berkoordinasi dengan Badan Meteorologi dan Klimatologi (BMKG) serta dinas terkait untuk mengantisipasi kekeringan parah.
Sementara, Kepala Stasiun Klimatologi Jawa Barat Indra Gustari menyatakan musim kemarau di sebagian wilayah di Jawa Barat yang masuk zona musim akan berakhir hingga memasuki Oktober.
Pun Bogor masuk dalam wilayah hujan sepanjang tahun. Hanya saja, lanjut Indra, intensitas hujan di musim kemarau berkurang. Masyarakat juga diimbau agar hemat menggunakan air
“Kami mengajak masyarakat untuk mulai beradaptasi setidaknya selama enam bulan ke depan dengan situasi tersebut. Salah satunya dengan hemat menggunakan air,” terang dia.
Bogor: Tinggi muka air (TMA) aliran
Sungai Ciliwung di Bendung Katulampa, Kota Bogor, Jawa Barat, mengalami nol sentimeter karena dalam beberapa waktu terakhir curah hujan yang berkurang di wilayah hulu sungai menyebabkan kekeringan.
Kepala Pengawas Bendung Katulampa Andi Sudirman mengatakan kekeringan diduga akibat El Nino sehingga berdampak pada aliran sungai Ciliwung yang biasa pemicu banjir karena debitnya tinggi, menjadi sangat rendah saat ini.
Menurut informasi dari laman BMKG, El Nino adalah fenomena pemanasan Suhu Muka Laut (SML) di atas kondisi normalnya yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah.
Pemanasan SML ini meningkatkan potensi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik tengah dan mengurangi curah hujan di wilayah Indonesia. Singkatnya, El Nino memicu terjadinya kondisi kekeringan untuk wilayah Indonesia secara umum.
“Puncaknya itu biasa terjadi pada Juni, Juli, Agustus, dan kembali normal
biasanya Oktober lalu November ketika hujan mulai turun kembali,” kata Andi.
Andi menyampaikan, debit Sungai Ciliwung mencapai 3.000 liter per detik. Dari jumlah tersebut, sebanyak 2.500 liter dialirkan ke irigasi Kali Baru untuk mengairi 330 hektare lahan pertanian dan sisanya sebanyak 500 liter dialirkan ke sungai utama untuk menjaga ekosistem sungai.
Kata Andi, pada musim penghujan dalam keadaan normal, tinggi aliran sungai di Bendung Katulampa sekitar 50 sentimeter atau dengan debit air mencapai 60.000 liter per detik.
Kondisi seperti ini diprediksi terjadi hingga Oktober 2023. Ia pun berharap dalam waktu dekat di hulu sungai Ciliwung segera diguyur hujan sehingga bisa
mengairi sungai sepanjang 119 kilometer itu.
Andi menuturkan, kekeringan terparah pernah terjadi pada 2020 juga 1997. Saat itu debit air yang mengalir dari hulu Sungai Ciliwung hanya 1.000 liter air per detik.
Ia pun terus berkoordinasi dengan Badan Meteorologi dan Klimatologi (BMKG) serta dinas terkait untuk mengantisipasi kekeringan parah.
Sementara, Kepala Stasiun Klimatologi Jawa Barat Indra Gustari menyatakan musim kemarau di sebagian wilayah di Jawa Barat yang masuk zona musim akan berakhir hingga memasuki Oktober.
Pun Bogor masuk dalam wilayah hujan sepanjang tahun. Hanya saja, lanjut Indra, intensitas
hujan di musim kemarau berkurang. Masyarakat juga diimbau agar hemat menggunakan air
“Kami mengajak masyarakat untuk mulai beradaptasi setidaknya selama enam bulan ke depan dengan situasi tersebut. Salah satunya dengan hemat menggunakan air,” terang dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)