medcom.id, Makassar: Peternak mandiri di Sulawesi Selatan mengeluhkan merosotnya harga daging ayam di pasaran. Selama hampir sebulan terakhir, harga daging ayam di kandang saat ini berkisar Rp 13 ribu/kg, yang disebut tak cukup menutupi ongkos produksi.
"Umumnya, kalau harga Rp 19 ribu/kg, kita sudah untung. Konsumen juga tidak perlu mendapatkan protein hewani dengan mahal," kata peternak asal kabupaten Maros, Muhammad Yusuf Made Amin di Makassar, Sabtu 11 Maret 2017.
Yusuf yang juga Ketua Forum Komunikasi Peternak Broiler Sulsel mengungkapkan, merosotnya harga daging ayam terjadi hampir di seluruh Indonesia. Hal ini disebabkan kelebihan produksi di setiap daerah. Di saat bersamaan, juga terjadi pelepasan breeding farm, atau induk ayam yang tak lagi produktif ke pasaran.
"Tapi ini hanya berdampak kepada petani mandiri. Petani plasma tidak merasakan, karena mereka mendapatkan jaminan harga dari pabrik," ujar Yusuf.
Menurut Yusuf, terpuruknya harga daging awalnya hanya terjadi di Jawa. Namun belakangan peternak di luar, termasuk Sulsel pun terkena imbas efek domino. Itu karena peternak Jawa cenderung mengirimkan daging beku, yang mengganggu pasar lokal.
Soal melimpahnya produksi, Yusuf menyebutnya rutin terjadi setiap tahun. Hanya saja, pada tahun ini dampaknya lebih terasa dibandingkan sebelumnya. Kemungkinan hal itu disebabkan makin pesatnya pertumbuhan ayam. Untuk menghasilkan ayam dengan berat 1,2 kilogram misalnya, hanya membutuhkan waktu 21 hari.
"Kondisi ini murni karena mekanisme pasar. Sekarang tidak ada yang bisa atur harga di sektor daging ayam, karena produk ini tidak bisa disimpan. Saya pernah coba-coba bekukan untuk disimpan lebih lama, tapi hasilnya merugi," Yusuf menceritakan.
Meski merugi, Yusuf yang telah 20 tahun lebih menekuni bisnis ternak menyatakan tidak akan berhenti. Dia berharap kondisi pasar segera berubah. "Pilihan hidup saya ada di sini, menyediakan gizi masyarakat," ucap Yusuf.
medcom.id, Makassar: Peternak mandiri di Sulawesi Selatan mengeluhkan merosotnya harga daging ayam di pasaran. Selama hampir sebulan terakhir, harga daging ayam di kandang saat ini berkisar Rp 13 ribu/kg, yang disebut tak cukup menutupi ongkos produksi.
"Umumnya, kalau harga Rp 19 ribu/kg, kita sudah untung. Konsumen juga tidak perlu mendapatkan protein hewani dengan mahal," kata peternak asal kabupaten Maros, Muhammad Yusuf Made Amin di Makassar, Sabtu 11 Maret 2017.
Yusuf yang juga Ketua Forum Komunikasi Peternak Broiler Sulsel mengungkapkan, merosotnya harga daging ayam terjadi hampir di seluruh Indonesia. Hal ini disebabkan kelebihan produksi di setiap daerah. Di saat bersamaan, juga terjadi pelepasan breeding farm, atau induk ayam yang tak lagi produktif ke pasaran.
"Tapi ini hanya berdampak kepada petani mandiri. Petani plasma tidak merasakan, karena mereka mendapatkan jaminan harga dari pabrik," ujar Yusuf.
Menurut Yusuf, terpuruknya harga daging awalnya hanya terjadi di Jawa. Namun belakangan peternak di luar, termasuk Sulsel pun terkena imbas efek domino. Itu karena peternak Jawa cenderung mengirimkan daging beku, yang mengganggu pasar lokal.
Soal melimpahnya produksi, Yusuf menyebutnya rutin terjadi setiap tahun. Hanya saja, pada tahun ini dampaknya lebih terasa dibandingkan sebelumnya. Kemungkinan hal itu disebabkan makin pesatnya pertumbuhan ayam. Untuk menghasilkan ayam dengan berat 1,2 kilogram misalnya, hanya membutuhkan waktu 21 hari.
"Kondisi ini murni karena mekanisme pasar. Sekarang tidak ada yang bisa atur harga di sektor daging ayam, karena produk ini tidak bisa disimpan. Saya pernah coba-coba bekukan untuk disimpan lebih lama, tapi hasilnya merugi," Yusuf menceritakan.
Meski merugi, Yusuf yang telah 20 tahun lebih menekuni bisnis ternak menyatakan tidak akan berhenti. Dia berharap kondisi pasar segera berubah. "Pilihan hidup saya ada di sini, menyediakan gizi masyarakat," ucap Yusuf.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ALB)