Malang: Puluhan warga menggelar unjuk rasa di depan Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Malang, Jawa Timur, Rabu 23 Februari 2022. Aksi sebagai protes lantaran pelaku kekerasan seksual di SMA Selamat Pagi Indonesia (SPI) Kota Batu, tak kunjung ditahan.
Puluhan warga membentangkan sejumlah poster bernada protes. Di antaranya bertuliskan, 'Waspada Sex Monster', 'Waspada!!! JE Bos SPI Menghadapi Dakwaan JPU Tidak Ditahan', Waspada!! Predator Berkeliaran Khusus Warga Surabaya-Malang-Batu', dan lain-lain.
Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait heran dengan keputusan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan majelis hakim. Pasalnya, JE, terdakwa kasus kekerasan seksual di SMA SPI Batu, tak masuk bui.
"Padahal ini hukumannya di atas lima tahun. Seharusnya ditahan untuk kasus yang ancaman hukumannya di atas lima tahun. Ini ada apa? Itu yang kami protes," kata Arist, Rabu, 23 Februari 2022.
Arist menegaskan penahanan terhadap terdakwa JE sudah seharusnya dilakukan setelah hasil praperadilan di PN Surabaya ditolak. Di sisi lain, Arist menilai penyelesaian kasus ini berjalan lama.
"Ini sudah sembilan bulan. Lebih dari 15 hari. Lalu pertanyaan orasi ini mempertanyakan mengapa enggak ditahan," ujarnya.
Baca: Respons Pemberitaan Pelajar Hamil, KPPPA Dorong KUPI Terbitkan Fatwa
Arist kemudian membandingkan kasus SMA SPI Batu dengan kasus kekerasan seksual lainnya di Bandung beberapa waktu lalu. Pada kasus di Bandung tersebut, terdakwa Herry Wirawan langsung ditahan oleh jaksa dan majelis hakim.
Bahkan terdakwa Herry juga mendapat vonis hukuman mati. Tidak seperti terdakwa JE yang hanya didakwa empat pasal alternatif, dengan ancaman hukuman tiga sampai 15 tahun pidana.
"Padahal sama predator seksualnya. Dan tersangkanya kasusnya juga sama. Tapi ini kok enggak ditahan. Saya berharap semua masyarakat Malang Raya untuk mendukung proses hukum ini agar pelaku kejahatan seksual (JE) bisa dihukum mati atau seumur hidup," tegasnya.
Arist meminta penegak hukum untuk tidak bermain-main dalam menyelesaikan kasus ini. Arist sendiri mengaku berada di PN Malang bersama sejumlah lembaga perlindungan anak Malang Raya untuk memberikan dukungan terhadap saksi korban yang dijadwalkan hadir di agenda persidangan hari ini.
"Kami juga hadir untuk mendukung saksi korban karena sidangnya tertutup," ungkap Arist.
Pada 29 Mei 2021, Komisi Nasional Perlindungan Anak melaporkan temuan adanya dugaan kejahatan luar biasa kepada Polda Jawa Timur. Kekerasan itu, diduga dilakukan pemilik SMA Selamat Pagi Indonesia (SPI) berinisial JE.
Pemilik sekolah dituding melakukan kekerasan seksual, fisik, verbal, serta eksploitasi ekonomi terhadap puluhan siswanya. Laporan ke pihak berwajib tersebut dilayangkan setelah Komnas PA mendapatkan laporan dari salah satu korban.
Selanjutnta, Polda Jawa Timur telah menetapkan pemilik, dan pengelola SMA Selamat Pagi Indonesia di Kota Batu berinisial JE, sebagai tersangka kasus dugaan kekerasan seksual terhadap puluhan anak yang ada di sekolah tersebut.
Malang: Puluhan warga menggelar unjuk rasa di depan
Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Malang, Jawa Timur, Rabu 23 Februari 2022. Aksi sebagai protes lantaran pelaku
kekerasan seksual di SMA Selamat Pagi Indonesia (SPI) Kota Batu, tak kunjung ditahan.
Puluhan warga membentangkan sejumlah poster bernada protes. Di antaranya bertuliskan, 'Waspada Sex Monster', 'Waspada!!! JE Bos SPI Menghadapi Dakwaan JPU Tidak Ditahan', Waspada!! Predator Berkeliaran Khusus Warga Surabaya-Malang-Batu', dan lain-lain.
Ketua
Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait heran dengan keputusan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan majelis hakim. Pasalnya, JE, terdakwa kasus kekerasan seksual di SMA SPI Batu, tak masuk bui.
"Padahal ini hukumannya di atas lima tahun. Seharusnya ditahan untuk kasus yang ancaman hukumannya di atas lima tahun. Ini ada apa? Itu yang kami protes," kata Arist, Rabu, 23 Februari 2022.
Arist menegaskan penahanan terhadap terdakwa JE sudah seharusnya dilakukan setelah hasil praperadilan di PN Surabaya ditolak. Di sisi lain, Arist menilai penyelesaian kasus ini berjalan lama.
"Ini sudah sembilan bulan. Lebih dari 15 hari. Lalu pertanyaan orasi ini mempertanyakan mengapa enggak ditahan," ujarnya.
Baca:
Respons Pemberitaan Pelajar Hamil, KPPPA Dorong KUPI Terbitkan Fatwa
Arist kemudian membandingkan kasus SMA SPI Batu dengan kasus kekerasan seksual lainnya di Bandung beberapa waktu lalu. Pada kasus di Bandung tersebut, terdakwa Herry Wirawan langsung ditahan oleh jaksa dan majelis hakim.
Bahkan terdakwa Herry juga mendapat vonis hukuman mati. Tidak seperti terdakwa JE yang hanya didakwa empat pasal alternatif, dengan ancaman hukuman tiga sampai 15 tahun pidana.
"Padahal sama predator seksualnya. Dan tersangkanya kasusnya juga sama. Tapi ini kok enggak ditahan. Saya berharap semua masyarakat Malang Raya untuk mendukung proses hukum ini agar pelaku kejahatan seksual (JE) bisa dihukum mati atau seumur hidup," tegasnya.
Arist meminta penegak hukum untuk tidak bermain-main dalam menyelesaikan kasus ini. Arist sendiri mengaku berada di PN Malang bersama sejumlah lembaga perlindungan anak Malang Raya untuk memberikan dukungan terhadap saksi korban yang dijadwalkan hadir di agenda persidangan hari ini.
"Kami juga hadir untuk mendukung saksi korban karena sidangnya tertutup," ungkap Arist.
Pada 29 Mei 2021, Komisi Nasional Perlindungan Anak melaporkan temuan adanya dugaan kejahatan luar biasa kepada Polda Jawa Timur. Kekerasan itu, diduga dilakukan pemilik SMA Selamat Pagi Indonesia (SPI) berinisial JE.
Pemilik sekolah dituding melakukan kekerasan seksual, fisik, verbal, serta eksploitasi ekonomi terhadap puluhan siswanya. Laporan ke pihak berwajib tersebut dilayangkan setelah Komnas PA mendapatkan laporan dari salah satu korban.
Selanjutnta, Polda Jawa Timur telah menetapkan pemilik, dan pengelola SMA Selamat Pagi Indonesia di Kota Batu berinisial JE, sebagai tersangka kasus dugaan kekerasan seksual terhadap puluhan anak yang ada di sekolah tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(NUR)