Papua: Berbagai kasus dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) masih terus terjadi di Papua. Namun Ketua Badan Musyawarah (Bamus) Papua Willem Frans Ansanay Willem melihat dengan adanya Daerah Otonomi Baru (DOB) di Papua akan memudahkan penanganan kasus-kasus pelanggaran HAM.
"Saya pribadi mengapresiasi dinamika perubahan politik yang terjadi di Papua dewasa ini, di mana adanya pemberian DOB dan Otonomi Khusus. Jadi, kalau dulu kita sangat sulit mengikuti penyelesaian pelanggaran HAM. Sekarang dengan DOB, rentang kendali birokrasi diperpendek dan pelayanan publik dimaksimalkan, selain itu akselerasi pembangunan yang gencar oleh pemerintah, membuat masa depan Papua menjadi lebih baik dan banyak harapan baru untuk Papua," ujarnya dalam Podcast yang dipandu Pemerhati Isu Strategis Nasional dan Internasional Imron Cotan, Kamis, 27 Juli 2023.
Willem berharap pemimpin di Papua itu fokus mendedikasikan dirinya untuk pengabdian bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat Papua.
"Yang terjadi adalah pemimpin yang ada masih belum selesai dengan dirinya. Masih mencari sesuatu di tengah permasalahan di Papua," ucap Willem.
Ia menganggap masalah pelanggaran HAM di Papua harus merujuk kepada Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang perbuatan pelanggaran HAM yang bisa terjadi baik pribadi maupun institusi atau kelompok terhadap hak-hak hidup dari orang lain.
"Untuk konteks pelanggaran Papua yang terjadi baik di masa lampau maupun saat ini memang tidak terlepas dari perbedaan persepsi tentang bagaimana hidup berbangsa dan bernegara dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," jelas Willem.
Ia menegaskan, persoalan Papua yang dulu bernama Irian Barat ini sudah selesai dan tidak perlu diragukan lagi Papua adalah bagian dari NKRI.
"Jika masih ada kekecewaan sehingga meletus dan melebar kepada keinginan yang tidak sejalan dengan tujuan berbangsa dan bernegara, maka inilah yang kadang-kadang menciptakan terjadinya pelanggaran HAM baik disengaja atau tidak, baik pribadi perorangan atau kelompok," imbuh Willem.
Menurutnya, negara atau lembaga dan institusi, masing-masing memegang kedaulatannya. Berbicara tentang negara, tentu kedaulatan negara akan didahulukan.
"Berbicara tentang hak individu, menunjukkan persepsinya terjadap sesuatu yang diinginkan, pasti akan berbeda dan reaksinya pun akan berbeda. Nah itu yang akhirnya membuat terjadi pelanggaran HAM," kata Willem.
Di sisi lain, kata dia, kita harus bersyukur bahwa perjalanan sejarah bangsa kita sampai hari ini bukan hanya Papua, Aceh, dan beberapa tempat. Negara saat ini, sambung Willem, di bawah Presiden Jokowi, ada upaya untuk penanganan secara serius secara baik, bermartabat, sehingga semua pihak tidak merasa ada yang dirugikan, tetapi tidak juga merasa diuntungkan melampaui batas.
Willem berpandangan, Indonesia sebenarnya sangat manusiawi. Salah satu contohnya, beberapa waktu lalu Presiden Jokowi dalam kunjungan ke Aceh menyampaikan pemerintah konsen untuk menyelesaikan pelanggaran HAM di masa lalu dengam secara berkeadilan. Hal itu juga tentunya akan dilakukan di wilayah lain baik secara yudisial maupun non yudisial.
"Yang dilakukan pertama kali adalah penyelesaian secara non yudisial untuk menjawab tuntutan para korban pelanggaran HAM sekian lama dengan upaya memenuhi kebutuhan mereka, ini kan sesuatu yang luar biasa. Kalaupun ada bukti-bukti yang kuat, maka akan ditempuh secara yudisial seperti yang disampaikan Menkopolhukam Mahfud MD," tukas Willem.
Senada dengan Willem, Imron juga melihat dengan adanya DOB, pelayanan birokrasi dan pelayanan publik menjadi cepat, efektif, mudah sehingga diharapkan bisa mempercepat berbagai pelanggaran HAM yang terjadi.
Menurutnya, Pemerintahan Presiden Jokowi memberikan perhatian khusus dan serius atas berbagai pelanggaran HAM yang terjadi di Papua dan wilayah lain di Indonesia. Bahkan, kata dia, pelaku pelanggaran HAM berat di Paniyai tahun 2014, akhirnya dihukum setelah diproses di Pengadilan.
Papua: Berbagai kasus dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) masih terus terjadi di Papua. Namun Ketua Badan Musyawarah (Bamus) Papua Willem Frans Ansanay Willem melihat dengan adanya Daerah Otonomi Baru (DOB) di Papua akan memudahkan penanganan kasus-kasus pelanggaran HAM.
"Saya pribadi mengapresiasi dinamika perubahan politik yang terjadi di Papua dewasa ini, di mana adanya pemberian DOB dan Otonomi Khusus. Jadi, kalau dulu kita sangat sulit mengikuti penyelesaian pelanggaran HAM. Sekarang dengan DOB, rentang kendali birokrasi diperpendek dan pelayanan publik dimaksimalkan, selain itu akselerasi pembangunan yang gencar oleh pemerintah, membuat masa depan Papua menjadi lebih baik dan banyak harapan baru untuk Papua," ujarnya dalam Podcast yang dipandu Pemerhati Isu Strategis Nasional dan Internasional Imron Cotan, Kamis, 27 Juli 2023.
Willem berharap pemimpin di Papua itu fokus mendedikasikan dirinya untuk pengabdian bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat Papua.
"Yang terjadi adalah pemimpin yang ada masih belum selesai dengan dirinya. Masih mencari sesuatu di tengah permasalahan di Papua," ucap Willem.
Ia menganggap masalah pelanggaran HAM di Papua harus merujuk kepada Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang perbuatan pelanggaran HAM yang bisa terjadi baik pribadi maupun institusi atau kelompok terhadap hak-hak hidup dari orang lain.
"Untuk konteks pelanggaran Papua yang terjadi baik di masa lampau maupun saat ini memang tidak terlepas dari perbedaan persepsi tentang bagaimana hidup berbangsa dan bernegara dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," jelas Willem.
Ia menegaskan, persoalan Papua yang dulu bernama Irian Barat ini sudah selesai dan tidak perlu diragukan lagi Papua adalah bagian dari NKRI.
"Jika masih ada kekecewaan sehingga meletus dan melebar kepada keinginan yang tidak sejalan dengan tujuan berbangsa dan bernegara, maka inilah yang kadang-kadang menciptakan terjadinya pelanggaran HAM baik disengaja atau tidak, baik pribadi perorangan atau kelompok," imbuh Willem.
Menurutnya, negara atau lembaga dan institusi, masing-masing memegang kedaulatannya. Berbicara tentang negara, tentu kedaulatan negara akan didahulukan.
"Berbicara tentang hak individu, menunjukkan persepsinya terjadap sesuatu yang diinginkan, pasti akan berbeda dan reaksinya pun akan berbeda. Nah itu yang akhirnya membuat terjadi pelanggaran HAM," kata Willem.
Di sisi lain, kata dia, kita harus bersyukur bahwa perjalanan sejarah bangsa kita sampai hari ini bukan hanya Papua, Aceh, dan beberapa tempat. Negara saat ini, sambung Willem, di bawah Presiden Jokowi, ada upaya untuk penanganan secara serius secara baik, bermartabat, sehingga semua pihak tidak merasa ada yang dirugikan, tetapi tidak juga merasa diuntungkan melampaui batas.
Willem berpandangan, Indonesia sebenarnya sangat manusiawi. Salah satu contohnya, beberapa waktu lalu Presiden Jokowi dalam kunjungan ke Aceh menyampaikan pemerintah konsen untuk menyelesaikan pelanggaran HAM di masa lalu dengam secara berkeadilan. Hal itu juga tentunya akan dilakukan di wilayah lain baik secara yudisial maupun non yudisial.
"Yang dilakukan pertama kali adalah penyelesaian secara non yudisial untuk menjawab tuntutan para korban pelanggaran HAM sekian lama dengan upaya memenuhi kebutuhan mereka, ini kan sesuatu yang luar biasa. Kalaupun ada bukti-bukti yang kuat, maka akan ditempuh secara yudisial seperti yang disampaikan Menkopolhukam Mahfud MD," tukas Willem.
Senada dengan Willem, Imron juga melihat dengan adanya DOB, pelayanan birokrasi dan pelayanan publik menjadi cepat, efektif, mudah sehingga diharapkan bisa mempercepat berbagai pelanggaran HAM yang terjadi.
Menurutnya, Pemerintahan Presiden Jokowi memberikan perhatian khusus dan serius atas berbagai pelanggaran HAM yang terjadi di Papua dan wilayah lain di Indonesia. Bahkan, kata dia, pelaku pelanggaran HAM berat di Paniyai tahun 2014, akhirnya dihukum setelah diproses di Pengadilan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(ALB)