Yogyakarta: Sekelompok orang yang mengatasnamakan Koalisi Pegiat HAM Yogyakarta mengadukan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri ke Komnas Perempuan. Laporan terkait ucapannya yang menyebut ibu-ibu pengajian menjadi pemicu penelantaran anak dan tidak mampu mengatur rumah tangga dan keluarga.
Pernyataan itu disampaikan Megawati selaku Ketua Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Aduan secara tertulis itu kirim lewat Kantor Pos Besar Yogyakarta ke Kantor Komnas Perempuan.
"Kami menduga pernyataan Bu Megawati yang menyebut ibu-ibu yang gemar ikut pengajian itu menelantarkan anak dan tidak mampu mamanajemen rumah tangga dan keluarga sebagai salah satu bentuk ketidakadilan gender," kata salah satu anggota koalisi, Tri Wahyu saat di Kantor Pos Besar Yogyakarta, Rabu, 22 Februari 2023.
Ia mengatakan pernyataan Megawati tidak berbasis data yang bisa dipertanggungjawabkan. Ia mengatakan lembaga-lembaga seperti BRIN, BPIP, Kementerian Perberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, maupun Dinas Perberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, tidak mengeluarkan data penyebab anak telantar dan keluarga tak terurus adalah ibu-ibu penggemar pengajian.
"Kami memandang (pernyataan Megawati) itu ada dugaan pelabelan (negatif) terhadap perempuan," ujarnya.
Menurut dia, ada konten di situs Kantor Wilayah Kementerian Agama Sulawesi Selatan berisi pengajian ibu-ibu yang bertema penanganan stunting. Ia menilai pemberitaan itu justru menunjukkan ibu-ibu yang gemar pengajian berkontribusi terhadap penanganan persoalan sosial dan kesehatan.
"Kalau Ibu Megawati memandang (ibu-ibu gemar pengajian) ini (sumber) masalah, tapi ibu-ibu yang ikut pengajian malah jadi solusi penanganan stunting, bekerja sama dengan BKKBN," kata dia.
Ia mendesak Komnas Perempuan secara kelembagaan mengkaji dugaan pelabelan negatif praktik bentuk ketidakadilan gender dalam pernyataan Megawati. Kajian itu diharapkan selesai sebelum 8 Maret 2023 yang bertepatan momentum peringatan Hari Internasional Perempuan.
Ia melanjutkan, apabila benar pernyataan Megawati merupakan pelabelan negatif terhadap salah satu komunitas perempuan di Indonesia, Komnas Perempuan diharapkan menegur secara tertulis ke Megawati, yang menjabat Ketua Dewan Pengarah BPIP dan BRIN, dan publik melalui konferensi pers lembaga tersebut.
"Kami berharap Komnas Perempuan ke depan agar bekerja sama dengan BPIP dan BRIN mengadakan pelatihan GEDSI pada pejabat (termasuk Megawati) dan staf BPIP dan BRIN demi menjaga demokrasi di Indonesia yang berperspektif GEDSI (gender, equality, disability, and social inclusion) agar mencegah pejabat publik melakukan praktik bentuk ketidakadilan gender, termasuk pelabelan negatif," jelasnya.
Ia menambahkan, pernyataan diduga berkonotasi negatif itu merupakan ke sekian kalinya karena sejumlah pernyataan serupa pernah diucapkan Megawati. Mulai dari 'menantu tukang bakso' hingga ucapan ibu-ibu agar memasak dengan merebus dan tidak melulu menggoreng memakai minyak goreng.
"Ke depan kami harap agar ibu Megawati sebagai pejabat publik lebih arif bijaksana dan hati-hati dalam berpendapar, yang mestinya berdasarkan data. Bukan opini yang diduga pelabelan negatif. Berbeda kalau pendapatnya di ruang privat," ungkapnya.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news medcom.id
Yogyakarta: Sekelompok orang yang mengatasnamakan Koalisi Pegiat HAM Yogyakarta mengadukan Ketua Umum PDIP
Megawati Soekarno Putri ke Komnas Perempuan. Laporan terkait ucapannya yang menyebut ibu-ibu pengajian menjadi pemicu penelantaran anak dan tidak mampu mengatur rumah tangga dan keluarga.
Pernyataan itu disampaikan Megawati selaku Ketua Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (
BRIN) dan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Aduan secara tertulis itu kirim lewat Kantor Pos Besar Yogyakarta ke Kantor
Komnas Perempuan.
"Kami menduga pernyataan Bu Megawati yang menyebut ibu-ibu yang gemar ikut pengajian itu menelantarkan anak dan tidak mampu mamanajemen rumah tangga dan keluarga sebagai salah satu bentuk ketidakadilan gender," kata salah satu anggota koalisi, Tri Wahyu saat di Kantor Pos Besar Yogyakarta, Rabu, 22 Februari 2023.
Ia mengatakan pernyataan Megawati tidak berbasis data yang bisa dipertanggungjawabkan. Ia mengatakan lembaga-lembaga seperti BRIN, BPIP, Kementerian Perberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, maupun Dinas Perberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, tidak mengeluarkan data penyebab anak telantar dan keluarga tak terurus adalah ibu-ibu penggemar pengajian.
"Kami memandang (pernyataan Megawati) itu ada dugaan pelabelan (negatif) terhadap perempuan," ujarnya.
Menurut dia, ada konten di situs Kantor Wilayah Kementerian Agama Sulawesi Selatan berisi pengajian ibu-ibu yang bertema penanganan stunting. Ia menilai pemberitaan itu justru menunjukkan ibu-ibu yang gemar pengajian berkontribusi terhadap penanganan persoalan sosial dan kesehatan.
"Kalau Ibu Megawati memandang (ibu-ibu gemar pengajian) ini (sumber) masalah, tapi ibu-ibu yang ikut pengajian malah jadi solusi penanganan stunting, bekerja sama dengan BKKBN," kata dia.
Ia mendesak Komnas Perempuan secara kelembagaan mengkaji dugaan pelabelan negatif praktik bentuk ketidakadilan gender dalam pernyataan Megawati. Kajian itu diharapkan selesai sebelum 8 Maret 2023 yang bertepatan momentum peringatan Hari Internasional Perempuan.
Ia melanjutkan, apabila benar pernyataan Megawati merupakan pelabelan negatif terhadap salah satu komunitas perempuan di Indonesia, Komnas Perempuan diharapkan menegur secara tertulis ke Megawati, yang menjabat Ketua Dewan Pengarah BPIP dan BRIN, dan publik melalui konferensi pers lembaga tersebut.
"Kami berharap Komnas Perempuan ke depan agar bekerja sama dengan BPIP dan BRIN mengadakan pelatihan GEDSI pada pejabat (termasuk Megawati) dan staf BPIP dan BRIN demi menjaga demokrasi di Indonesia yang berperspektif GEDSI (
gender, equality, disability, and social inclusion) agar mencegah pejabat publik melakukan praktik bentuk ketidakadilan gender, termasuk pelabelan negatif," jelasnya.
Ia menambahkan, pernyataan diduga berkonotasi negatif itu merupakan ke sekian kalinya karena sejumlah pernyataan serupa pernah diucapkan Megawati. Mulai dari 'menantu tukang bakso' hingga ucapan ibu-ibu agar memasak dengan merebus dan tidak melulu menggoreng memakai minyak goreng.
"Ke depan kami harap agar ibu Megawati sebagai pejabat publik lebih arif bijaksana dan hati-hati dalam berpendapar, yang mestinya berdasarkan data. Bukan opini yang diduga pelabelan negatif. Berbeda kalau pendapatnya di ruang privat," ungkapnya.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news medcom.id Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WHS)