Cianjur: Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, memproses kasus dugaan tindak pidana pelanggaran yang diduga dilakukan oleh Kepala Desa Pusakasari Kecamatan Leles, AM. Yang bersangkutan diduga tidak netral karena terindikasi memihak salah satu pasangan calon bupati dan wakil bupati Cianjur yang akan berkontestasi pada Pilkada 2020.
Koordinator Divisi Pengawasan dan Hubungan Antarlembaga Bawaslu Kabupaten Cianjur, Hadi Dzikri Nur, menjelaskan dugaan tidak netralnya aparatur pemerintahan desa itu merupakan hasil temuan yang tertuang pada Nomor 06/TM/PB/Kab/13.15/X/2020 tertanggal 14 Oktober 2020. Pada sebuah rekaman video yang beredar luas, AM diduga memihak ke salah satu pasangan calon.
"Saat ini kami (Bawaslu) sudah meneruskan berkasnya ke pihak kepolisian melalui Sentra Gakkumdu untuk dilakukan penyidikan," kata Hadi, Rabu, 21 Oktober 2020.
Atas dugaan itu, kata Hadi, AM melanggar Undang-Undang Nomor 10/2016 tentang Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1/2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-Undang. Lebih spesifik Hadi menyebut, AM diduga melanggar Pasal 71 ayat (1) UU Nomor 10/2016.
Baca juga: KPU Gresik Butuh 15.869 Petugas KPPS untuk Pilkada 2020
"Pada Pasal 71 ayat (1) disebutkan, pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/Polri, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah, dilarang membuat keputusan dan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon," tegas Hadi.
Hadi menegaskan bentuk sanksi yang dijeratkan Bawaslu kepada AM tertuang pada Pasal 188 UU Nomor 10/2016 juncto UU Nomor 1/2015. Isinya yakni dapat dikenai pidana penjara paling singkat satu bulan atau paling lama 6 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600 ribu atau paling banyak Rp6 juta.
Selain itu, lanjut Hadi, AM juga diduga melanggar Pasal 29 Undang-Undang Nomor 6/2014 Tentang Desa pada huruf b, c, d, j, dan k. Pada Pasal 30 ayat (1) disebutkan kepala desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis. Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan pemberhentian.
"Sedangkan pada Pasal 52 ayat 1 disebutkan, perangkat desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis. Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan pemberhentian," jelasnya.
Cianjur: Badan Pengawas Pemilu
(Bawaslu) Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, memproses kasus dugaan tindak pidana pelanggaran yang diduga dilakukan oleh Kepala Desa Pusakasari Kecamatan Leles, AM. Yang bersangkutan diduga tidak netral karena terindikasi memihak salah satu pasangan calon bupati dan wakil bupati Cianjur yang akan berkontestasi pada Pilkada 2020.
Koordinator Divisi Pengawasan dan Hubungan Antarlembaga Bawaslu Kabupaten Cianjur, Hadi Dzikri Nur, menjelaskan dugaan tidak netralnya aparatur pemerintahan desa itu merupakan hasil temuan yang tertuang pada Nomor 06/TM/PB/Kab/13.15/X/2020 tertanggal 14 Oktober 2020. Pada sebuah rekaman video yang beredar luas, AM diduga memihak ke salah satu pasangan calon.
"Saat ini kami (Bawaslu) sudah meneruskan berkasnya ke pihak kepolisian melalui Sentra Gakkumdu untuk dilakukan penyidikan," kata Hadi, Rabu, 21 Oktober 2020.
Atas dugaan itu, kata Hadi, AM melanggar Undang-Undang Nomor 10/2016 tentang Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1/2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-Undang. Lebih spesifik Hadi menyebut, AM diduga melanggar Pasal 71 ayat (1) UU Nomor 10/2016.
Baca juga:
KPU Gresik Butuh 15.869 Petugas KPPS untuk Pilkada 2020
"Pada Pasal 71 ayat (1) disebutkan, pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/Polri, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah, dilarang membuat keputusan dan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon," tegas Hadi.
Hadi menegaskan bentuk sanksi yang dijeratkan Bawaslu kepada AM tertuang pada Pasal 188 UU Nomor 10/2016 juncto UU Nomor 1/2015. Isinya yakni dapat dikenai pidana penjara paling singkat satu bulan atau paling lama 6 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600 ribu atau paling banyak Rp6 juta.
Selain itu, lanjut Hadi, AM juga diduga melanggar Pasal 29 Undang-Undang Nomor 6/2014 Tentang Desa pada huruf b, c, d, j, dan k. Pada Pasal 30 ayat (1) disebutkan kepala desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis. Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan pemberhentian.
"Sedangkan pada Pasal 52 ayat 1 disebutkan, perangkat desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis. Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan pemberhentian," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)