Ilustrasi tempat hiburan malam. MI/Ramdani
Ilustrasi tempat hiburan malam. MI/Ramdani

Pengusaha Hiburan dan Restoran di Tangsel Berharap Kelonggaran PPKM

Farhan Dwitama • 05 Agustus 2021 19:50
Tangerang: Asosiasi Pengusaha Hiburan (Asphira) di Tangerang Selatan, Banten, mengaku sudah tidak mampu menjalankan operasional usaha di masa PPKM Level 4. Pemkot Tangsel diharap memberikan kelonggaran terhadap aktivitas masyarakat.
 
"Saat ini karena kita sudah tutup total tidak ada omzet. Sudah sekarat, di PPKM Level 4 ini udah stadium akhir," ungkap Ketua Asosiasi Pengusaha Hiburan (Asphira) Kota Tangerang Selatan, Yono Haryono saat menyampaikan apsirasinya ke DPRD Tangsel, Kamis, 5 Agustus 2021.
 
Atas kondisi tersebut, banyak pekerjanya kembali ke kampung halaman dan beralih profesi. Terutama, para pemandu lagu.

"Kalau yang open booking itu di luar konteks kita. (Tapi) Mereka kan mau hidup, kalau itu sampai terjadi ini dosa kita semua. Karena mungkin ingin bertahan hidup," kata Yono.
 
Untuk itu, dia meminta Pemerintah dan DPRD Tangsel, agar menurunkan level PPKM di wilayah Tangsel. Sehingga, kata dia, adanya kelonggaran bisa memacu pemulihan ekonomi untuk sektor usaha pariwisata.
 
Baca: 10 Kabupaten/Kota Berhasil Menurunkan Mobilitas Warga Selama PPKM
 
"Sudah 80 persen pelaku usaha hiburan yang divaksin, mulai dari bartender, LC dan lainnya tinggal vaksin kedua dalam beberapa waktu hari ini. Maka itu bagaimana kita berubah level dengan indikator yang ada, sehingga kita bisa normal beraktivitas lagi," jelas dia.
 
Ketua Pengusaha Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Tangsel, Gusri Effendi, menegaskan saat ini para pelaku usaha yang berada di sektor jasa makanan di Tangsel telah pingsan. Karena biaya operasional yang tidak sebanding dengan rata-rata penjualan harian mereka.
 
"Rata-rata tamu di hotel antara 15-20 persen. Padahal listrik dan pegawai tetap costnya. Kalau ini terus diperpanjang, daya tahan kita sudah enggak punya," ungkap dia.
 
Gusri menegaskan, penjualan yang ditopang oleh aplikasi melalui daring, tidak dapat mengalahkan penjualan secara langsung atau dine in untuk usaha restoran dan kafe.
 
"Orang datang ke restoran kan utamanya ingin nongkrong. Ada yang diobrolin. Kalau dine-in mending cari warteg lebih murah. Cost karyawan 20 persen, penerimaan 10 persen, hitung sendiri lah, pingsan kita," jelasnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LDS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan