medcom.id, Sorong: Kapolda Papua Barat Brigjen pol Paulus Waterpauw menilai surat yang dibawa terpidana kasus rekening gendut Aiptu Labora Sitorus itu palsu. Sementara Kriminolog Amrizal Siagian mengatakan Kepala Lapas Sorong, Papua Barat, Maliki Hasan, tak akan mengeluarkan surat yang membuat Labora bebas berkeliaran di luar selnya.
Saat memimpin apel gelar pasukan pengamanan hari ulang tahun pekabaran Injil di Sorong, Selasa (3/2/2015), Kapolda mengatakan akan segera mengeksekusi Labora. Ia akan bernegosiasi dengan Labora dan kuasa hukum terkait surat yang disebut-sebut membebaskan mantan anggota Polres Raja Ampat itu.
Kapolda juga menampik isu yang menyebutkan polisi lamban mengeksekusi Labora. Justru, katanya, Polda mendapat dukungan dari beberapa lembaga adat di Sorong.
Di lain tempat, tepatnya di Jakarta, kriminolog Amrizal Siagian mengatakan Kepal Lapas tak akan berani menerbitkan surat untuk membebaskan Labora. Apalagi, surat yang diklaim Labora itu memberikan waktu cukup lama untuk dirinya meninggalkan Lapas.
"Saya kira Kalapas pun gak berani memberikan surat (bebas) semacam itu untuk keluar segitu lama," kata Kriminolog Amrizal Siagian saat dihubungi Metrotvnews.com, Selasa (3/2/2015).
Menurut Amrizal, apabila pengadilan sudah memberi putusan, maka tidak mungkin ada surat bebas yang ditujukan untuk terpidana. Kecuali, apabila terpidana sudah menjalani masa hukuman sebanyak 2/3 dari masa hukuman yang ditetapkan.
Seandainya, terpidana hendak izin keluar dari lapas, maka yang bersangkutan perlu melampirkan surat keterangan. Sebab Lapas merupakan pihak yang bertanggung jawab terhadap terpidana.
"Tapi kalau dia (Labora Sitorus) sudah lama-lama di luar itu, tentu pihak wartawan akan melihatnya sebagai keganjilan," pungkas Amrizal.
Pada 13 Desember 2014, Mahkamah Agung RI memutuskan hukuman penjara selama 15 tahun dan denda Rp5 miliar kepada Aiptu Labora Sitorus. Mantan polisi di Polres Raja Ampat ini dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana membeli hasil hutan yang didapat dengan cara ilegal.
Putusan itu lebih berat ketimbang vonis Pengadilan Negeri (PN) Sorong pada 2013. Sebab PN Sorong hanya menjatuhkan vonis 2 tahun penjara dan dan denda Rp50 juta karena Labora melanggar UU Migas dan UU Kehutanan.
Kasus itu mencuat lantaran Aiptu Labora memiliki rekening gendut Rp1,5 triliun. Ia terbukti bersalah dengan menimbun minyak dan melakukan pembalakan liar di Sorong.
Pada 22 Oktober 2014, Kejaksaan Negeri Sorong menjemput Aiptu Labora ke LP Sorong untuk eksekusi hukuman penjara. Tetapi Lapas Sorong menolak dengan alasan masa penahanan resmi berakhir pada 24 Oktober 2014.
Namun pada 23 Oktober 2014 Kalapas Sorong, Maliki Hasan menyatakan Aiptu Labora Sitorus sudah tidak berada di sel sejak Maret 2014. Sebab Labora mendapat izin perawatan di RS Angkatan Laut Sorong.
medcom.id, Sorong: Kapolda Papua Barat Brigjen pol Paulus Waterpauw menilai surat yang dibawa terpidana kasus rekening gendut Aiptu Labora Sitorus itu palsu. Sementara Kriminolog Amrizal Siagian mengatakan Kepala Lapas Sorong, Papua Barat, Maliki Hasan, tak akan mengeluarkan surat yang membuat Labora bebas berkeliaran di luar selnya.
Saat memimpin apel gelar pasukan pengamanan hari ulang tahun pekabaran Injil di Sorong, Selasa (3/2/2015), Kapolda mengatakan akan segera mengeksekusi Labora. Ia akan bernegosiasi dengan Labora dan kuasa hukum terkait surat yang disebut-sebut membebaskan mantan anggota Polres Raja Ampat itu.
Kapolda juga menampik isu yang menyebutkan polisi lamban mengeksekusi Labora. Justru, katanya, Polda mendapat dukungan dari beberapa lembaga adat di Sorong.
Di lain tempat, tepatnya di Jakarta, kriminolog Amrizal Siagian mengatakan Kepal Lapas tak akan berani menerbitkan surat untuk membebaskan Labora. Apalagi, surat yang diklaim Labora itu memberikan waktu cukup lama untuk dirinya meninggalkan Lapas.
"Saya kira Kalapas pun gak berani memberikan surat (bebas) semacam itu untuk keluar segitu lama," kata Kriminolog Amrizal Siagian saat dihubungi Metrotvnews.com, Selasa (3/2/2015).
Menurut Amrizal, apabila pengadilan sudah memberi putusan, maka tidak mungkin ada surat bebas yang ditujukan untuk terpidana. Kecuali, apabila terpidana sudah menjalani masa hukuman sebanyak 2/3 dari masa hukuman yang ditetapkan.
Seandainya, terpidana hendak izin keluar dari lapas, maka yang bersangkutan perlu melampirkan surat keterangan. Sebab Lapas merupakan pihak yang bertanggung jawab terhadap terpidana.
"Tapi kalau dia (Labora Sitorus) sudah lama-lama di luar itu, tentu pihak wartawan akan melihatnya sebagai keganjilan," pungkas Amrizal.
Pada 13 Desember 2014, Mahkamah Agung RI memutuskan hukuman penjara selama 15 tahun dan denda Rp5 miliar kepada Aiptu Labora Sitorus. Mantan polisi di Polres Raja Ampat ini dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana membeli hasil hutan yang didapat dengan cara ilegal.
Putusan itu lebih berat ketimbang vonis Pengadilan Negeri (PN) Sorong pada 2013. Sebab PN Sorong hanya menjatuhkan vonis 2 tahun penjara dan dan denda Rp50 juta karena Labora melanggar UU Migas dan UU Kehutanan.
Kasus itu mencuat lantaran Aiptu Labora memiliki rekening gendut Rp1,5 triliun. Ia terbukti bersalah dengan menimbun minyak dan melakukan pembalakan liar di Sorong.
Pada 22 Oktober 2014, Kejaksaan Negeri Sorong menjemput Aiptu Labora ke LP Sorong untuk eksekusi hukuman penjara. Tetapi Lapas Sorong menolak dengan alasan masa penahanan resmi berakhir pada 24 Oktober 2014.
Namun pada 23 Oktober 2014 Kalapas Sorong, Maliki Hasan menyatakan Aiptu Labora Sitorus sudah tidak berada di sel sejak Maret 2014. Sebab Labora mendapat izin perawatan di RS Angkatan Laut Sorong.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(RRN)