Yogyakarta: Balai Penyelidikan dan Pengambangan teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta memutuskan menaikkan status aktivitas Gunung Merapi dari waspada (level III) ke siaga (level II). Aktivitas Gunung Merapi disebut terus alami peningkatan.
"Berdasarkan evaluasi data pemantauan disimpulkan bahwa aktivitas vulkanik saat ini dapat berlanjut ke erupsi yang membahayakan penduduk," kata Kepala BPPTKG Yogyakarta, hanik Humaida dalam keterangan tertulis, Kamis, 5 November 2020.
Sejumlah aktivitas kegempaan gunung tersebut meningkat usai letusan eksplosif pada 21 Juni 2020. Beberapa aktivitas gempa yang terjadi yakni kegempaan internal, gempa vulkanik dangkal hingga gempa fase banyak. Catatan selama Juli lalu, kegempaan internal terjadi sebanyak 6 kali, gempa vulkanik dangkal 33 kali, dan gempa fase banyak terjadi 339 kali.
"Terjadi pemendekan jarak baseline Electronic Distance Measurement (EDM) sektor barat laut Babada sebesar empat sentimeter sesaat setelah terjadi letusan eksplosif 21 Juni. Setelah itu pemendekan jarak terus berlangsung dengan laju sekitar 33 milimeter per hari sampai September 2020," ujar Hanik.
Kegempaan itu lantas makin intensif pada Oktober 2020. Catatan pada 4 November 2020, gempa vulkanik dangkal terjadi 29 kali per hari, gempa fase banyak terjadi 272 kali per hari, guguran 57 kali per hari, serta hembusan sebanyak 64 kali per hari.
Baca: BPPTKG Prediksi Erupsi Merapi Kian Dekat
Menurut Hanik, data hasil pantauan itu telah melampaui menjelang munculnya kubah lava seperti 26 April 2016 silam. Namun, kata dia, posisi kubah lava masih lebih rendah jika dibandingkan kondisi erupsi Gunung Merapi 2010 lalu.
"Berdasarkan pengamatan morfologi kawah Gunung Merapi, dengan metode foto udara pada 3 November 2020, belum ada kubah lava baru," ujarnya.
Hanik menyampaikan, sampai saat ini kegempaan dan deformasi masih terus meningkat. Berdasarkan hal itu, dimungkinkan terjadi proses ekstrusi magma secara cepat atau letusan eksplosif.
"Potensi ancaman bahaya berupa guguran lava, lontaran material, dan awan panas sejauh maksimal lima kilometer," ujarnya.
Ia menambahkan, sejumlah daerah di kawasan DIY maupun Jawa tengah juga harus siaga. Wilayah DIY yang harus siaga yakni di kawasan Desa Glagaharjo, Desa Kepuharjo, Desa Umbulharjo di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman.
Sedangkan, wilayah Jawa Tengah yang harus siaga yakni Desa Margomulyo, Desa Krinjing, Desa Paten Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang; Desa Tlogolele, Desa Klakah, Desa Jrakah, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali; dan Desa Tegal Mulyo, Desa Sedorejo, Desa Balerante, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten.
"Pemerintah Kabupaten Sleman kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali, dan Kabupaten Klaten agar mempersiapkan segala sesuatu yang terkait dengan upaya mitigasi bencana akibat letusan Gunung Merapi yang bisa terjadi setiap saat," ungkapnya.
Yogyakarta: Balai Penyelidikan dan Pengambangan teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta memutuskan menaikkan status aktivitas
Gunung Merapi dari waspada (level III) ke siaga (level II). Aktivitas Gunung Merapi disebut terus alami peningkatan.
"Berdasarkan evaluasi data pemantauan disimpulkan bahwa aktivitas vulkanik saat ini dapat berlanjut ke erupsi yang membahayakan penduduk," kata Kepala BPPTKG Yogyakarta, hanik Humaida dalam keterangan tertulis, Kamis, 5 November 2020.
Sejumlah aktivitas kegempaan gunung tersebut meningkat usai letusan eksplosif pada 21 Juni 2020. Beberapa aktivitas gempa yang terjadi yakni kegempaan internal, gempa vulkanik dangkal hingga gempa fase banyak. Catatan selama Juli lalu, kegempaan internal terjadi sebanyak 6 kali, gempa vulkanik dangkal 33 kali, dan gempa fase banyak terjadi 339 kali.
"Terjadi pemendekan jarak baseline Electronic Distance Measurement (EDM) sektor barat laut Babada sebesar empat sentimeter sesaat setelah terjadi letusan eksplosif 21 Juni. Setelah itu pemendekan jarak terus berlangsung dengan laju sekitar 33 milimeter per hari sampai September 2020," ujar Hanik.
Kegempaan itu lantas makin intensif pada Oktober 2020. Catatan pada 4 November 2020, gempa vulkanik dangkal terjadi 29 kali per hari, gempa fase banyak terjadi 272 kali per hari, guguran 57 kali per hari, serta hembusan sebanyak 64 kali per hari.
Baca: BPPTKG Prediksi Erupsi Merapi Kian Dekat
Menurut Hanik, data hasil pantauan itu telah melampaui menjelang munculnya kubah lava seperti 26 April 2016 silam. Namun, kata dia, posisi kubah lava masih lebih rendah jika dibandingkan kondisi erupsi Gunung Merapi 2010 lalu.
"Berdasarkan pengamatan morfologi kawah Gunung Merapi, dengan metode foto udara pada 3 November 2020, belum ada kubah lava baru," ujarnya.
Hanik menyampaikan, sampai saat ini kegempaan dan deformasi masih terus meningkat. Berdasarkan hal itu, dimungkinkan terjadi proses ekstrusi magma secara cepat atau letusan eksplosif.
"Potensi ancaman bahaya berupa guguran lava, lontaran material, dan awan panas sejauh maksimal lima kilometer," ujarnya.
Ia menambahkan, sejumlah daerah di kawasan DIY maupun Jawa tengah juga harus siaga. Wilayah DIY yang harus siaga yakni di kawasan Desa Glagaharjo, Desa Kepuharjo, Desa Umbulharjo di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman.
Sedangkan, wilayah Jawa Tengah yang harus siaga yakni Desa Margomulyo, Desa Krinjing, Desa Paten Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang; Desa Tlogolele, Desa Klakah, Desa Jrakah, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali; dan Desa Tegal Mulyo, Desa Sedorejo, Desa Balerante, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten.
"Pemerintah Kabupaten Sleman kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali, dan Kabupaten Klaten agar mempersiapkan segala sesuatu yang terkait dengan upaya mitigasi bencana akibat letusan Gunung Merapi yang bisa terjadi setiap saat," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LDS)