Bandung: Kuasa hukum 11 santriwati korban pemerkosaan Herry Wirawan menyebut ada yang luput dalam penyidikan kasus tersebut. Selain diperlakukan tidak pantas, para korban juga dipekerjakan oleh terdakwa untuk membuat proposal mencari dana bantuan.
"Eksploitasi ini kayanya luput dari penyidikan, karena anak-anak ini dipekerjakan seperti membuat proposal, kan itu bagian tata usaha. Kalau dia sekolah yang benar itu, ada bagiannya dan proposal itu digunakan untuk mencari keuntungan, anak-anak ini kesehariannya lebih banyak untuk kerja-kerja seperti itu, ini sudah masuk eksploitasi," kata Yudi Kurnia, Kuasa Hukum 11 santriwati korban pemerkosaan, di PN Bandung, Selasa 21 Desember 2021.
Dalam kasus ini, kata Yudi, ada juga pihak yang berupaya menutupi perlakuan bejat Herry terhadap para santriwati. Peran tersebut dilakukan oleh istri Herry yang diduga kuat membantu suaminya.
"Kemudian, istri pelaku ini tahu korban hamil tapi tidak melapor, padahal disekolah dia tahu ada dua anak yang hamil, tapi dia (istrinya) tidak curiga itu dilakukan oleh suaminya. Ini harus diperkarakan, karena kemungkinan ada sindikat, dia (istrinya) tahu tapi dilakukan pembiaran," ucapnya.
Baca: Korban Pemerkosaan Herry Wirawan Mengalami Trauma Berat
Temuan lainnya, lanjut dia, perekrutan para korban di pesantren yang dipimpin oleh Herry juga patut dicurigai. Para korban juga diajak untuk daftar ke sekolah Herry tanpa dipungut bayaran.
"Si herry ini punya saudara yang di Garut, nah mereka mengajak mempromosikan itu. Ini yang harus dilacak, siapa orang ini," kata Yudi.
Sebelumnya, dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Herry dengan Pasal 81 ayat 1, ayat 3 jo Pasal 76 D Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat 1 KUHP untuk dakwaan primernya.
Sedang dakwaan subsider, melanggar Pasal 81 ayat 2, ayat 3 jo Pasal 76 D Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.
"Terdakwa diancam pidana sesuai Pasal 81 Undang-undang Perlindungan Anak, ancamannya pidana 15 tahun. Namun, perlu digarisbawahi, ada pemberatan karena dia sebagai tenaga pendidik sehingga hukumannya menjadi 20 tahun," ujar Pelaksana Tugas (Plt) Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejati Jawa Barat Riyono.
Bandung: Kuasa hukum 11 santriwati
korban pemerkosaan Herry Wirawan menyebut ada yang luput dalam penyidikan kasus tersebut. Selain diperlakukan tidak pantas, para korban juga dipekerjakan oleh terdakwa untuk membuat proposal mencari dana bantuan.
"Eksploitasi ini kayanya luput dari penyidikan, karena anak-anak ini dipekerjakan seperti membuat proposal, kan itu bagian tata usaha. Kalau dia sekolah yang benar itu, ada bagiannya dan proposal itu digunakan untuk mencari keuntungan, anak-anak ini kesehariannya lebih banyak untuk kerja-kerja seperti itu, ini sudah masuk eksploitasi," kata Yudi Kurnia, Kuasa Hukum 11 santriwati korban pemerkosaan, di PN Bandung, Selasa 21 Desember 2021.
Dalam kasus ini, kata Yudi, ada juga pihak yang berupaya menutupi perlakuan bejat Herry terhadap para santriwati. Peran tersebut dilakukan oleh istri Herry yang diduga kuat membantu suaminya.
"Kemudian, istri pelaku ini tahu korban hamil tapi tidak melapor, padahal disekolah dia tahu ada dua anak yang hamil, tapi dia (istrinya) tidak curiga itu dilakukan oleh suaminya. Ini harus diperkarakan, karena kemungkinan ada sindikat, dia (istrinya) tahu tapi dilakukan pembiaran," ucapnya.
Baca: Korban Pemerkosaan Herry Wirawan Mengalami Trauma Berat
Temuan lainnya, lanjut dia, perekrutan para korban di pesantren yang dipimpin oleh Herry juga patut dicurigai. Para korban juga diajak untuk daftar ke sekolah Herry tanpa dipungut bayaran.
"Si herry ini punya saudara yang di Garut, nah mereka mengajak mempromosikan itu. Ini yang harus dilacak, siapa orang ini," kata Yudi.
Sebelumnya, dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Herry dengan Pasal 81 ayat 1, ayat 3 jo Pasal 76 D Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat 1 KUHP untuk dakwaan primernya.
Sedang dakwaan subsider, melanggar Pasal 81 ayat 2, ayat 3 jo Pasal 76 D Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.
"Terdakwa diancam pidana sesuai Pasal 81 Undang-undang Perlindungan Anak, ancamannya pidana 15 tahun. Namun, perlu digarisbawahi, ada pemberatan karena dia sebagai tenaga pendidik sehingga hukumannya menjadi 20 tahun," ujar Pelaksana Tugas (Plt) Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejati Jawa Barat Riyono.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WHS)