Dengan mengenakan pakaian serba hitam, Kolifatul, mengikuti aksi bersama ribuan Aremania. Selama aksi dia membawa foto anak satu-satunya yang telah tiada.
"Kami sebagai orang tua, anak saya satu satunya meninggal. Sakit rasanya," kata Kolifatul saat ditemui di sela-sela aksi di Kota Malang, Kamis, 10 November 2022.
Baca: 40 Hari Tragedi Kanjuruhan, Crisis Center Arema FC Ditutup |
Kolifatul mengaku sakit hati dengan tindakan aparat yang menembakkan gas air mata di malam Tragedi Kanjuruhan pada Sabtu malam, 1 Oktober 2022 lali. Apalagi, gas air mata terlihat nyata ditembakkan ke tribun penonton hingga akhirnya membuat banyaknya nyawa yang hilang.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
"Yang membuat saya sakit hati itu karena yang ditembak gas air mata itu bukan yang di lapangan. Anak saya di tribun tapi ditembak. Apa salahnya," jelasnya.
Sejauh ini pengusutan perkara Tragedi Kanjuruhan yang dilakukan oleh pihak berwajib diakuinya masih jauh dari harapan. Dia mengaku, polisi sangat lamban dalam mengusut tragedi yang menewaskan 135 orang ini.
"Penanganannya menurut saya masih lambat banget. Apakah keadilannya hanya seperti ini aja. Hanya ada enam tersangka," ungkapnya.
Oleh karena itu, Kolifatul kini menuntut keadilan untuk putra semata wayangnya, serta korban-korban lain yang berjatuhan. Ia berharap semua pelaku yang terlibat pada tragedi kemanusiaan itu untuk dapat segera diadili.
"Saya minta keadilan dan pelakunya bertanggungjawab, jangan menghindar. Karena ini nyawa orang banyak, sehingga diharapkan semua pelaku segera ditetapkan sebagai tersangka," ujarnya.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news medcom.id