Yogyakarta: Empat kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) segera menetapkan status siaga bencana hidrometeorologi. Jangka waktu status siaga diatur berdasarkan kondisi perkiraan kondisi cuaca dan situasi lapangan.
"Informasinya ada yang 2 minggu, ada yang 3 bulan. Kebijakan daerah masing-masing tetapi prediksi BMKG puncak musim hujan sekitar November, Desember (2022), dan Januari (2023)," kata Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Biwara Yuswantana, di Teras Malioboro 1 Yogyakarta, Selasa, 11 Oktober 2022.
Biwara mengatakan status siaga tersebut akan dijadikan dasar mendorong berbagai pihak, termasuk masyarakat terkait ancaman kebencanaan guna meningkatkan kesiapsiagaan dan kewaspadaan. Selain itu, juga dilakukan pemantauan lokasi di daerah-daerah rawan secara intens.
"Pos-pos pemantauan, pengamatan di masing-masing desa sudah diaktifkan. Kami sudah mendorong dan komunikasi dengan desa tanggung bencana agar meningkatkan kesiapsiagaan lewat komunikasi," ujarnya.
Ia mengatakan, masyarakat menjadi pihak yang berperan penting dalam mengurangi atau meminimalisasi dampak risiko bencana. Setidaknya, cuaca ekstrem sudah kerap terjadi di DIY dalam beberapa hari terakhir. Prakiraan Stasiun Klimatologi Yogyakarta cuaca ekstrem dalam waktu dekat masih mengintai hingga Rabu, 12 Oktober.
Biwara berharap masyarakat bersama jajaran masyarakat tanggung bencana bisa melakukan asesmen titik yang rawan bencana. Misalnya, kondisi pepohonan yang menjulang atau dahan sudah lapuk, saluran drainase, hingga perbukitan yang rawan longsor.
Ia menjelaskan kawasan rawan bencana geologi sudah ada di dalam Peraturan Daerah DIY Nomor 9 Tahun 2019 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2019-2039. Kawasan rawan bencana itu seperi bencana erupsi Gunung Merapi di Kabupaten Sleman; kawasan rawan longsor di kawasan Bukit Menoreh di Kulon Progo dan Pegunungan Sewu di Kabupaten Gunungkidul.
"Lalu ada kawasan rawan banjir seperti daerah Imogiri, Pundong, dan Kretek (Bantul). Ada juga kawasan rawan kekeringan meski tahun ini kemarau basah jadi masyarakat tidak memerlukan banyak bantuan air bersih," kata dia.
Yogyakarta: Empat kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) segera menetapkan status siaga bencana hidrometeorologi.
Jangka waktu status siaga diatur berdasarkan kondisi perkiraan kondisi cuaca dan situasi lapangan.
"Informasinya ada yang 2 minggu, ada yang 3 bulan. Kebijakan daerah masing-masing tetapi prediksi BMKG puncak musim hujan sekitar November, Desember (2022), dan Januari (2023)," kata Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Biwara Yuswantana, di Teras Malioboro 1 Yogyakarta, Selasa, 11 Oktober 2022.
Biwara mengatakan status siaga tersebut akan dijadikan dasar mendorong berbagai pihak, termasuk masyarakat terkait
ancaman kebencanaan guna meningkatkan kesiapsiagaan dan kewaspadaan. Selain itu, juga dilakukan pemantauan lokasi di daerah-daerah rawan secara intens.
"Pos-pos pemantauan, pengamatan di masing-masing desa sudah diaktifkan. Kami sudah mendorong dan komunikasi dengan desa tanggung bencana agar meningkatkan kesiapsiagaan lewat komunikasi," ujarnya.
Ia mengatakan, masyarakat menjadi pihak yang berperan penting dalam mengurangi atau meminimalisasi dampak risiko bencana. Setidaknya, cuaca ekstrem sudah kerap terjadi di DIY dalam beberapa hari terakhir. Prakiraan Stasiun Klimatologi Yogyakarta cuaca ekstrem dalam waktu dekat masih mengintai hingga Rabu, 12 Oktober.
Biwara berharap masyarakat bersama jajaran masyarakat tanggung bencana bisa melakukan asesmen titik yang rawan bencana. Misalnya, kondisi pepohonan yang menjulang atau dahan sudah lapuk,
saluran drainase, hingga perbukitan yang rawan longsor.
Ia menjelaskan kawasan rawan bencana geologi sudah ada di dalam Peraturan Daerah DIY Nomor 9 Tahun 2019 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2019-2039. Kawasan rawan bencana itu seperi bencana erupsi Gunung Merapi di Kabupaten Sleman; kawasan rawan longsor di kawasan Bukit Menoreh di Kulon Progo dan Pegunungan Sewu di Kabupaten Gunungkidul.
"Lalu ada kawasan rawan banjir seperti daerah Imogiri, Pundong, dan Kretek (Bantul). Ada juga kawasan rawan kekeringan meski tahun ini kemarau basah jadi masyarakat tidak memerlukan banyak bantuan air bersih," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)