medcom.id, Banda Aceh: Bencana tsunami dahsyat di Aceh 10 tahun lalu memporakporandakan sebagian daerah di provinsi itu. Banyak rumah penduduk yang rata dengan tanah atau bahkan hanyut terbawa air.
Mereka yang masih hidup harus pindah ke barak pengungsian. Hingga Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh dibantu banyak pemerintah dan organisasi asing membangun kembali infrastruktur dan perumahan bagi mereka yang kehilangan tempat tinggalnya.
Berdasarkan catatan BRR, sebanyak 142 ribu unit rumah dibangun di beberapa titik. Saat didirikan rumah-rumah itu sangat sederhana. Sebagian berdinding batako dan beratap seng.
Selang sepuluh tahun, kini rumah-rumah itu tak lagi sederhana. Ekonomi rakyat yang membaik membuat rumah yang tadinya beratap seng dan berdinding batako berubah menjadi rumah megah, besar dan indah.
Salah satunya, di Komplek Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi NAD 1, Desa Panteriek, Banda Aceh. Perubahan sangat tampak. Padahal dulu, masyarakat di sana memulai segala sesuatunya dari nol. Hingga akhirnya bangkit kembali.
Banyak rumah megah kokoh berdiri. Di halaman rumah atau di garasi terparkir kendaraan roda empat berbagai merek.
Kompleks yang ditinggali korban tsunami Aceh dari beragam daerah itu, kini, layaknya permukiman yang sudah lama berdiri. Di berbagai persimpangan jalan, geliat ekonomi tumbuh. Sejumlah usaha dan toko berdiri. Banyak pria dewasa tampak nongkrong di kedai. Sekadar untuk ngopi dan ngobrol.
Tsunami Aceh tidak hanya mewariskan hal manis, di sisi lain tak sedikit juga korban yang hingga kini masih hidup di pengungsian. Seperti halnya di Barak Bakoy, Aceh Besar. Di sana berdiri rumah panggung dengan banyak kamar. Satu kamar yang luasnya 5x4 meter dihuni satu keluarga, ayah ibu dan anak-anaknya. Mereka masih belum mendapatkan tempat tinggal layak.
Dinding tripleknya dan langit-langit rumah pengungsian itu bolong serta penuh dengan sawang. Lantai yang terbuat dari papan juga tampak rapuh akibat rayap. Saking lapuknya, saat terinjak, papan tersebut mengayun ke bawah. Beruntung masih bisa diakali. Pengungsi melapisinya dengan triplek.
Saat dikonfirmasi, Kepala Seksi Sarana dan Prasarna Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) NAD, Heldi mengaku tak tahu masih ada korban tsunami yang tinggal di pengungsian.
"Saya sering lewat situ. Tapi tidak tahu masih ada pengungsi. Saya akan coba cek keadaan disana," ujar Heldi saat ditemui di Lapangan Blang Padang, Banda Aceh, Jumat, (26/12/2014) kemarin.
medcom.id, Banda Aceh: Bencana tsunami dahsyat di Aceh 10 tahun lalu memporakporandakan sebagian daerah di provinsi itu. Banyak rumah penduduk yang rata dengan tanah atau bahkan hanyut terbawa air.
Mereka yang masih hidup harus pindah ke barak pengungsian. Hingga Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh dibantu banyak pemerintah dan organisasi asing membangun kembali infrastruktur dan perumahan bagi mereka yang kehilangan tempat tinggalnya.
Berdasarkan catatan BRR, sebanyak 142 ribu unit rumah dibangun di beberapa titik. Saat didirikan rumah-rumah itu sangat sederhana. Sebagian berdinding batako dan beratap seng.
Selang sepuluh tahun, kini rumah-rumah itu tak lagi sederhana. Ekonomi rakyat yang membaik membuat rumah yang tadinya beratap seng dan berdinding batako berubah menjadi rumah megah, besar dan indah.
Salah satunya, di Komplek Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi NAD 1, Desa Panteriek, Banda Aceh. Perubahan sangat tampak. Padahal dulu, masyarakat di sana memulai segala sesuatunya dari nol. Hingga akhirnya bangkit kembali.
Banyak rumah megah kokoh berdiri. Di halaman rumah atau di garasi terparkir kendaraan roda empat berbagai merek.
Kompleks yang ditinggali korban tsunami Aceh dari beragam daerah itu, kini, layaknya permukiman yang sudah lama berdiri. Di berbagai persimpangan jalan, geliat ekonomi tumbuh. Sejumlah usaha dan toko berdiri. Banyak pria dewasa tampak nongkrong di kedai. Sekadar untuk ngopi dan ngobrol.
Tsunami Aceh tidak hanya mewariskan hal manis, di sisi lain tak sedikit juga korban yang hingga kini masih hidup di pengungsian. Seperti halnya di Barak Bakoy, Aceh Besar. Di sana berdiri rumah panggung dengan banyak kamar. Satu kamar yang luasnya 5x4 meter dihuni satu keluarga, ayah ibu dan anak-anaknya. Mereka masih belum mendapatkan tempat tinggal layak.
Dinding tripleknya dan langit-langit rumah pengungsian itu bolong serta penuh dengan sawang. Lantai yang terbuat dari papan juga tampak rapuh akibat rayap. Saking lapuknya, saat terinjak, papan tersebut mengayun ke bawah. Beruntung masih bisa diakali. Pengungsi melapisinya dengan triplek.
Saat dikonfirmasi, Kepala Seksi Sarana dan Prasarna Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) NAD, Heldi mengaku tak tahu masih ada korban tsunami yang tinggal di pengungsian.
"Saya sering lewat situ. Tapi tidak tahu masih ada pengungsi. Saya akan coba cek keadaan disana," ujar Heldi saat ditemui di Lapangan Blang Padang, Banda Aceh, Jumat, (26/12/2014) kemarin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(KRI)