Jepara: Angka kasus demam berdah dengue (DBD) di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, terus naik. Saat ini tercatat lebih dari 500 kasus. Sebanyak 12 di antaranya meninggal dunia.
Pelaksana Harian (Plh) Dinas Kesehatan Kabupaten Jepara, Eko Cahyo Puspeno, mengatakan saat ini ada 70 pasien DBD dengan tanda-tanda bahaya. Kemudian ada sebanyak 471 pasien tersangka DBD.
“Kalau ditotal ada lebih dari 500 (kasus). Laporan rumah sakit ada 553 kewaspadaan tinggi. Untuk kasus kematian didominasi anak-anak,” ujar Eko, Senin, 26 Februari 2024.
Itu sebabnya, masyarakat diminta untuk tidak panik dan resah. Namun, harus selalu meningkatkan kewaspadaan. Serta mengenali tanda-tanda dan gejala DBD.
“DBD ini harus disikapi dengan langkah-langkah yang tepat, sehingga tidak terus bertambah dan meluas,” kata Eko.
Dari monitoring di rumah sakit jumlah pasien DBD juga meningkat signifikan. Hunian kamar terus meningkat. Bahkan sudah ada ruangan yang semestinya tidak untuk merawat pasien DBD atau inveksi, kini digunakan untuk pasien DBD.
“Kami juga mengamati di Puskesmas, terutama yang rawat inap. Itu juga sudah penuh,” kata Eko.
Jepara: Angka kasus demam berdah dengue (DBD) di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, terus naik. Saat ini tercatat lebih dari 500 kasus. Sebanyak 12 di antaranya meninggal dunia.
Pelaksana Harian (Plh) Dinas Kesehatan Kabupaten Jepara, Eko Cahyo Puspeno, mengatakan saat ini ada 70 pasien DBD dengan tanda-tanda bahaya. Kemudian ada sebanyak 471 pasien tersangka DBD.
“Kalau ditotal ada lebih dari 500 (kasus). Laporan rumah sakit ada 553 kewaspadaan tinggi. Untuk kasus kematian didominasi anak-anak,” ujar Eko, Senin, 26 Februari 2024.
Itu sebabnya, masyarakat diminta untuk tidak panik dan resah. Namun, harus selalu meningkatkan kewaspadaan. Serta mengenali tanda-tanda dan gejala DBD.
“DBD ini harus disikapi dengan langkah-langkah yang tepat, sehingga tidak terus bertambah dan meluas,” kata Eko.
Dari monitoring di rumah sakit jumlah pasien DBD juga meningkat signifikan. Hunian kamar terus meningkat. Bahkan sudah ada ruangan yang semestinya tidak untuk merawat pasien DBD atau inveksi, kini digunakan untuk pasien DBD.
“Kami juga mengamati di Puskesmas, terutama yang rawat inap. Itu juga sudah penuh,” kata Eko.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ALB)