Jakarta: Anggota Komisi IX DPR RI Hang Ali Saputra Syah Pahan mengingatkan dampak jangka panjang akibat dari kebakaran hutan dan lahan (karhutla) terhadap kesehatan.
Masyarakat terancam terkena penyakit infeksi saluran pernafasan (ISPA). Bahkan, dalam jangka panjang berpotensi menyebabkan kanker paru-paru.
Hal itu terkuak saat Kunjungan Kerja Reses Komisi IX ke Palangka Raya, Kalteng, Jumat, 26 Juli 2019. Tim Kunker Komisi IX DPR RI dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Dewi Asmara.
"Tahun 2015, juga terjadi karhutla. Apakah sekarang sudah selesai dampaknya? Saya yakin belum. Perokok pasif saja risikonya besar, apalagi asap karhutla yang pedih di mata dan sesak jika terhirup. Ini sangat berbahaya bagi kesehatan bayi hingga orang dewasa dalam jangka panjang," kata Hang Ali, dikutip Dpr.go.id, Selasa, 30 Juli 2019.
Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini menyebutkan, dampak karhutla tidak terjadi dalam waktu dekat. Instansi terkait diminta untuk mempersiapkan langkah komprehensif meminimalisir efek negatif karhutla tersebut.
"Bagaimana dengan orang yang tidak mengerti dan tidak memiliki biaya. Di sinilah peran pemerintah diharapkan dapat memberikan solusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat," katanya.
Dia juga mendesak agar karhutla segera dihentikan. Salah satu caranya yaitu menindak tegas pelaku pembakaran lahan.
"Pembukaan lahan dengan cara ditebang (metode biasa) membutuhkan biaya mahal, sehingga ada oknum yang mengambil jalan pintas dengan membersihkan lahan dengan cara dibakar. Hal semacam ini harus segera dihentikan," sebut dia.
Selain itu, legislator daerah pemilihan Kalteng itu menilai, munculnya karhutla juga tak lepas dari banyaknya lahan tidur. Oleh karena itu, pemerintah diminta untuk mendorong pemanfaatan lahan tidur dengan melibatkan masyarakat. Sebab, jika lahan tersebut produktif, maka kecil kemungkinan terjadi kebakaran.
"Artinya, di Kalteng ini masih banyak lahan tidak produktif, sehingga potensi kebakaran lahan masih sangat tinggi. Ini sebuah tantangan bagaimana pemda mendorong agar lahan-lahan yang tidak produktif bisa menjadi produktif," ujar dia.
Jakarta: Anggota Komisi IX DPR RI Hang Ali Saputra Syah Pahan mengingatkan dampak jangka panjang akibat dari kebakaran hutan dan lahan (karhutla) terhadap kesehatan.
Masyarakat terancam terkena penyakit infeksi saluran pernafasan (ISPA). Bahkan, dalam jangka panjang berpotensi menyebabkan kanker paru-paru.
Hal itu terkuak saat Kunjungan Kerja Reses Komisi IX ke Palangka Raya, Kalteng, Jumat, 26 Juli 2019. Tim Kunker Komisi IX DPR RI dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Dewi Asmara.
"Tahun 2015, juga terjadi karhutla. Apakah sekarang sudah selesai dampaknya? Saya yakin belum. Perokok pasif saja risikonya besar, apalagi asap karhutla yang pedih di mata dan sesak jika terhirup. Ini sangat berbahaya bagi kesehatan bayi hingga orang dewasa dalam jangka panjang," kata Hang Ali, dikutip Dpr.go.id, Selasa, 30 Juli 2019.
Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini menyebutkan, dampak karhutla tidak terjadi dalam waktu dekat. Instansi terkait diminta untuk mempersiapkan langkah komprehensif meminimalisir efek negatif karhutla tersebut.
"Bagaimana dengan orang yang tidak mengerti dan tidak memiliki biaya. Di sinilah peran pemerintah diharapkan dapat memberikan solusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat," katanya.
Dia juga mendesak agar karhutla segera dihentikan. Salah satu caranya yaitu menindak tegas pelaku pembakaran lahan.
"Pembukaan lahan dengan cara ditebang (metode biasa) membutuhkan biaya mahal, sehingga ada oknum yang mengambil jalan pintas dengan membersihkan lahan dengan cara dibakar. Hal semacam ini harus segera dihentikan," sebut dia.
Selain itu, legislator daerah pemilihan Kalteng itu menilai, munculnya karhutla juga tak lepas dari banyaknya lahan tidur. Oleh karena itu, pemerintah diminta untuk mendorong pemanfaatan lahan tidur dengan melibatkan masyarakat. Sebab, jika lahan tersebut produktif, maka kecil kemungkinan terjadi kebakaran.
"Artinya, di Kalteng ini masih banyak lahan tidak produktif, sehingga potensi kebakaran lahan masih sangat tinggi. Ini sebuah tantangan bagaimana pemda mendorong agar lahan-lahan yang tidak produktif bisa menjadi produktif," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ROS)