medcom.id, NTT: Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur menolak wacana full day school yang diinisiasi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy. Sistem itu dinilai rentan memasung hak anak.
"Karena mereka tidak diberikan kebebasan untuk bermain di luar sekolah," kata Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT, Pieter Manuk, seperti dilansir Antara, Jumat (12/8/2016).
Menurut dia, anak-anak sekolah menengah pertama (SMP), apalagi sekolah dasar (SD), berada di usia bermain. Siswa dinilai harus lebih banyak berada di luar sekolah. Anak-anak diyakini lebih bisa berekspresi di luar sekolah.
Pemberlakuan wacana full day school dianggap bisa mengekang kebebasan para siswa. Pieter juga menolak program itu lantaran dinilai belum bisa diterapkan di NTT. Sebab, tidak sesuai dengan kondisi geografis, ekonomi, serta sarana dan prasarana yang ada di provinsi berbasis kepulauan itu.
"Saya rasa, pemerintah perlu mengkaji lebih mendalam lagi soal regulasi tersebut, karena hal ini berkaitan dengan pendidikan anak-anak kita," ujar dia.
Pieter menyebut, sebaiknya pemerintah menggulirkan wacana atau regulasi baru soal sistem pendidikan, ketimbang full day school. Misalnya, penuntasan kurikulum 2013 dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Sementara itu, pengamat pendidikan Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Felysianus Sanga menilai wacana full day school akan membuat siswa seperti 'robot'. Sebab, tak semua siswa betah atau kuat berada di sekolah seharian.
"Siswa-siswa kita akan kelelahan yang kemudian akan membuat mereka (siswa SD) hanya mengikuti arahan dari guru tetapi tidak kreatif," kata Felysianus.
Serupa dengan Pieter, Felysianus juga menilai wacana full day school mengganggu jam bermain anak. Apalagi, wacana itu juga lebih berdasar pada perspektif metropolitan.
"Untuk anak-anak di sekolah-sekolah pedalaman mereka harus mempunyai kreatifitas dalam hal menenun atau melakukan kegiatan lain untuk membantu orang tua mereka," ucap Felysianus.
medcom.id, NTT: Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur menolak wacana full day school yang diinisiasi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy. Sistem itu dinilai rentan memasung hak anak.
"Karena mereka tidak diberikan kebebasan untuk bermain di luar sekolah," kata Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT, Pieter Manuk, seperti dilansir
Antara, Jumat (12/8/2016).
Menurut dia, anak-anak sekolah menengah pertama (SMP), apalagi sekolah dasar (SD), berada di usia bermain. Siswa dinilai harus lebih banyak berada di luar sekolah. Anak-anak diyakini lebih bisa berekspresi di luar sekolah.
Pemberlakuan wacana full day school dianggap bisa mengekang kebebasan para siswa. Pieter juga menolak program itu lantaran dinilai belum bisa diterapkan di NTT. Sebab, tidak sesuai dengan kondisi geografis, ekonomi, serta sarana dan prasarana yang ada di provinsi berbasis kepulauan itu.
"Saya rasa, pemerintah perlu mengkaji lebih mendalam lagi soal regulasi tersebut, karena hal ini berkaitan dengan pendidikan anak-anak kita," ujar dia.
Pieter menyebut, sebaiknya pemerintah menggulirkan wacana atau regulasi baru soal sistem pendidikan, ketimbang full day school. Misalnya, penuntasan kurikulum 2013 dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Sementara itu, pengamat pendidikan Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Felysianus Sanga menilai wacana full day school akan membuat siswa seperti 'robot'. Sebab, tak semua siswa betah atau kuat berada di sekolah seharian.
"Siswa-siswa kita akan kelelahan yang kemudian akan membuat mereka (siswa SD) hanya mengikuti arahan dari guru tetapi tidak kreatif," kata Felysianus.
Serupa dengan Pieter, Felysianus juga menilai wacana full day school mengganggu jam bermain anak. Apalagi, wacana itu juga lebih berdasar pada perspektif metropolitan.
"Untuk anak-anak di sekolah-sekolah pedalaman mereka harus mempunyai kreatifitas dalam hal menenun atau melakukan kegiatan lain untuk membantu orang tua mereka," ucap Felysianus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(OJE)