Surabaya: Tiga oknum Palang Merah Indonesia (PMI) Surabaya menjadi terdakwa kasus jual beli plasma konvalesen di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Ketiga oknum PMI Surabaya tersebut yakni Yogi Agung Prima, Bernadya Anisah Krismaningtyas dan Mohammad Yusuf Efendi.
Kasus ini terbongkar setelah aparat Polda Jawa Timur (Jatim) menyamar sebagai pembeli. Tak tanggung-tanggung, ketiganya menjual plasma konvalesen mulai Rp2 juta hingga Rp5 juta, tergantung jenis golongan darah. Dari penjualan itu, mereka mendapatkan untung antara Rp500 ribu hingga Rp1,5 juta untuk satu kantong plasma.
Hasil penyelidikan polisi, ide penjualan plasma konvalesen ini bermula dari terdakwa Yogi Agung Prima, yang merupakan anak mantan Ketua DPRD Surabaya, Wisnu Wardhana. Yogi yang juga pegawai PMI Surabaya ini memanfaatkan situasi covid-19 yang saat itu sedang tinggi.
Terdakwa Yogi lantas meminta bantuan dua rekan pegawai PMI lainnya, Bernadya Anisah Krismaningtyas dan Mohammad Yusuf Efendi. Keduanya berbagi peran, yakni mencari pendonor dan pembeli, serta berpura-pura sebagai keluarga pasien Covid-19.
Baca: Permintaan Berkurang, Stok Plasma Konvalesen DKI Aman
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim, Rakhmad Hari Basuki, mengatakan kasus jual beli plasma ini diungkap penyidik Polda Jatim pada Juli-Agustus 2021.
"Polisi pertama kali menangkap Bernadya, setelah itu Yogi dan Yusuf," katanya.
Atas perbuatan itu ketiga terdakwa didakwa Pasal 195 Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Sekretaris PMI Jatim Edi Purwinarto membenarkan kasus jual beli plasma konvalesen oleh tiga pegawai PMI Surabaya. Namun, Edi enggan menjelaskan detail kasus tersebut.
"Silakan hubungi PMI Surabaya," ucapnya.
Surabaya: Tiga oknum
Palang Merah Indonesia (PMI) Surabaya menjadi terdakwa kasus jual beli plasma konvalesen di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Ketiga oknum PMI Surabaya tersebut yakni Yogi Agung Prima, Bernadya Anisah Krismaningtyas dan Mohammad Yusuf Efendi.
Kasus ini terbongkar setelah aparat Polda Jawa Timur (Jatim) menyamar sebagai pembeli. Tak tanggung-tanggung, ketiganya menjual plasma konvalesen mulai Rp2 juta hingga Rp5 juta, tergantung jenis golongan darah. Dari penjualan itu, mereka mendapatkan untung antara Rp500 ribu hingga Rp1,5 juta untuk satu kantong plasma.
Hasil penyelidikan polisi, ide penjualan plasma konvalesen ini bermula dari terdakwa Yogi Agung Prima, yang merupakan anak mantan Ketua DPRD Surabaya, Wisnu Wardhana. Yogi yang juga pegawai PMI Surabaya ini memanfaatkan situasi covid-19 yang saat itu sedang tinggi.
Terdakwa Yogi lantas meminta bantuan dua rekan pegawai PMI lainnya, Bernadya Anisah Krismaningtyas dan Mohammad Yusuf Efendi. Keduanya berbagi peran, yakni mencari pendonor dan pembeli, serta berpura-pura sebagai keluarga pasien Covid-19.
Baca: Permintaan Berkurang, Stok Plasma Konvalesen DKI Aman
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim, Rakhmad Hari Basuki, mengatakan kasus jual beli plasma ini diungkap penyidik Polda Jatim pada Juli-Agustus 2021.
"Polisi pertama kali menangkap Bernadya, setelah itu Yogi dan Yusuf," katanya.
Atas perbuatan itu ketiga terdakwa didakwa Pasal 195 Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Sekretaris PMI Jatim Edi Purwinarto membenarkan kasus jual beli plasma konvalesen oleh tiga pegawai PMI Surabaya. Namun, Edi enggan menjelaskan detail kasus tersebut.
"Silakan hubungi PMI Surabaya," ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LDS)