Cirebon: Seorang petani garam di Desa Rawaurip, Pagenan, Cirebon, Jawa Barat, Ismail, menuturkan banyak petani garam yang tak menggarap ladang garamnya. Lantaran harga garam yang sangat rendah dan tidak sesuai dengan modal yang dikeluarkan.
"Banyak yang ditinggalkan. Karena memang harganya sangat anjlok," ujar Ismail di Cirebon, Jumat, 2 Agustus 2019.
Sementara Ilyas, seorang petani garam di Cirebon, tetap memilih menggarap ladang garam miliknya karena kebutuhan hidup. Ilyas hanya mengantungkan hidup keluarganya dari ladang garam.
Dia mengatakan harga garam saat ini tidak manusiawi. Karena garam milik petani hanya dihargai Rp200-Rp250 per kilogram. Ia mencontohkan jika petani bisa memanen garam sebanyak satu ton, maka hanya mendapatkan Rp250 ribu.
"Kalau tambak garamnya dapat sewa, maka jumlah tersebut dibagi dua dengan pemilik tambak. Jadi, hanya dapat Rp 125ribu," imbunya.
Ia menerangkan jumlah pendapatan tersebut, belum dikurangi ongkos angkut, jika menggunakan jasa pengankut. Sehingga kata dia, bila ada petani yang masih nenggarap tambak garam karena kebutuhan hidup.
"Kalau mencari keuntungan, tidak menutupi tenaga yang sudah dikeluarkan. Tapi, ini hanya demi kebutuhan hidup," tandasnya.
Cirebon: Seorang petani garam di Desa Rawaurip, Pagenan, Cirebon, Jawa Barat, Ismail, menuturkan banyak petani garam yang tak menggarap ladang garamnya. Lantaran harga garam yang sangat rendah dan tidak sesuai dengan modal yang dikeluarkan.
"Banyak yang ditinggalkan. Karena memang harganya sangat anjlok," ujar Ismail di Cirebon, Jumat, 2 Agustus 2019.
Sementara Ilyas, seorang petani garam di Cirebon, tetap memilih menggarap ladang garam miliknya karena kebutuhan hidup. Ilyas hanya mengantungkan hidup keluarganya dari ladang garam.
Dia mengatakan harga garam saat ini tidak manusiawi. Karena garam milik petani hanya dihargai Rp200-Rp250 per kilogram. Ia mencontohkan jika petani bisa memanen garam sebanyak satu ton, maka hanya mendapatkan Rp250 ribu.
"Kalau tambak garamnya dapat sewa, maka jumlah tersebut dibagi dua dengan pemilik tambak. Jadi, hanya dapat Rp 125ribu," imbunya.
Ia menerangkan jumlah pendapatan tersebut, belum dikurangi ongkos angkut, jika menggunakan jasa pengankut. Sehingga kata dia, bila ada petani yang masih nenggarap tambak garam karena kebutuhan hidup.
"Kalau mencari keuntungan, tidak menutupi tenaga yang sudah dikeluarkan. Tapi, ini hanya demi kebutuhan hidup," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LDS)