medcom.id, Jakarta: Kejaksaan Negeri Sorong, Papua Barat masih mencari tiga unit alat berat milik Labora Sitorus. Menurut Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Sorong Edi Sulistio Utomo, alat berat milik terpidana kasus pembalakan liar dan pencucian uang ini menjadi barang bukti yang harus dieksekusi untuk negara.
"Kami sudah mendatangi kediaman terpidana Labora Sitorus di PT Rotua Kelurahan Tampa Garam, namun tidak berhasil menemukan alat berat tersebut dan masih dicari keberadaannya," kata Edi di Sorong, Rabu (27/4/2016).
Kejaksaan juga akan melelang aset Labora yang telah berhasil dieksekusi, yakni empat truk besar, satu truk sedang, dan empat kapal.
"Kami sedang meminta Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Wilayah Papua di Jayapura untuk menaksirkan nilai aset tersebut sebelum dilelang," jelas Edi.
Labora di Mapolres Sorong/Foto Dok MI
Kejaksaan juga telah mengeksekusi dan melelang barang mantan anggota Polres Raja Ampat ini. Beberapa di antaranya berupa mobil, kapal LCT, alat berat, bahan bakar minyak, dan kayu yang totalnya mencapai Rp6 miliar.
Labora merupakan terpidana kasus pencucian uang dan pembalakan liar di Sorong. Mahkamah Agung memvonis Labora 15 tahun penjara. Namun, Labora tidak menerima putusan tersebut.
Penahanan Labora disorot lantaran bekas polisi yang harus pensiun di pangkat Aiptu itu sering ke luar tahanan dengan alasan berobat. Ia bahkan menggunakan alasan itu untuk menghadiri pernikahan keluarganya.
Saat tim Kementerian Hukum dan HAM bersama ratusan polisi ingin mengeksekusi Labora pada Jumat 4 Maret, ia kabur dari rumahnya di Tampa Garam, Kecamatan Rufei, Sorong, Papua Barat. Senin dini hari 7 Maret, Labora menyerahkan diri ke Mapolres Sorong.
Labora bersama kuasa hukum, di Jakarta/Foto Dok Antara
Labora terseret hukum setelah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menemukan transaksi senilai Rp1,5 triliun di rekeningnya. Kepemilikan uang itu dinilai tidak wajar karena gaji pokok polisi berpangkat Aiptu hanya Rp2 juta-Rp3 juta per bulan.
Kasus rekening gendut Labora terungkap pada 2013. Pria yang pernah bertugas di Polres Sorong, Papua Barat itu, memiliki uang sebanyak itu diduga hasil bisnis ilegal logging lewat PT Rotua dan bahan bakar minyak ilegal melalui PT Seno Adi Wijaya.
Senin 17 Februari 2014, majelis hakim Pengadilan Negeri Sorong melanggar Undang-Undang (UU) Migas dan UU Kehutanan. Ia divonis dua tahun penjara dan denda Rp50 juta subsider enam bulan kurungan. Hakim meloloskan Labora dari dakwaan kasus pencucian uang.
medcom.id, Jakarta: Kejaksaan Negeri Sorong, Papua Barat masih mencari tiga unit alat berat milik Labora Sitorus. Menurut Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Sorong Edi Sulistio Utomo, alat berat milik terpidana kasus pembalakan liar dan pencucian uang ini menjadi barang bukti yang harus dieksekusi untuk negara.
"Kami sudah mendatangi kediaman terpidana Labora Sitorus di PT Rotua Kelurahan Tampa Garam, namun tidak berhasil menemukan alat berat tersebut dan masih dicari keberadaannya," kata Edi di Sorong, Rabu (27/4/2016).
Kejaksaan juga akan melelang aset Labora yang telah berhasil dieksekusi, yakni empat truk besar, satu truk sedang, dan empat kapal.
"Kami sedang meminta Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Wilayah Papua di Jayapura untuk menaksirkan nilai aset tersebut sebelum dilelang," jelas Edi.
Labora di Mapolres Sorong/Foto Dok MI
Kejaksaan juga telah mengeksekusi dan melelang barang mantan anggota Polres Raja Ampat ini. Beberapa di antaranya berupa mobil, kapal LCT, alat berat, bahan bakar minyak, dan kayu yang totalnya mencapai Rp6 miliar.
Labora merupakan terpidana kasus pencucian uang dan pembalakan liar di Sorong. Mahkamah Agung memvonis Labora 15 tahun penjara. Namun, Labora tidak menerima putusan tersebut.
Penahanan Labora disorot lantaran bekas polisi yang harus pensiun di pangkat Aiptu itu sering ke luar tahanan dengan alasan berobat. Ia bahkan menggunakan alasan itu untuk menghadiri pernikahan keluarganya.
Saat tim Kementerian Hukum dan HAM bersama ratusan polisi ingin mengeksekusi Labora pada Jumat 4 Maret, ia kabur dari rumahnya di Tampa Garam, Kecamatan Rufei, Sorong, Papua Barat. Senin dini hari 7 Maret, Labora menyerahkan diri ke Mapolres Sorong.
Labora bersama kuasa hukum, di Jakarta/Foto Dok Antara
Labora terseret hukum setelah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menemukan transaksi senilai Rp1,5 triliun di rekeningnya. Kepemilikan uang itu dinilai tidak wajar karena gaji pokok polisi berpangkat Aiptu hanya Rp2 juta-Rp3 juta per bulan.
Kasus rekening gendut Labora terungkap pada 2013. Pria yang pernah bertugas di Polres Sorong, Papua Barat itu, memiliki uang sebanyak itu diduga hasil bisnis ilegal logging lewat PT Rotua dan bahan bakar minyak ilegal melalui PT Seno Adi Wijaya.
Senin 17 Februari 2014, majelis hakim Pengadilan Negeri Sorong melanggar Undang-Undang (UU) Migas dan UU Kehutanan. Ia divonis dua tahun penjara dan denda Rp50 juta subsider enam bulan kurungan. Hakim meloloskan Labora dari dakwaan kasus pencucian uang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OJE)