Mamuju: Gempa bumi berkekuatan 6,2 magnitudo yang mengguncang Kabupaten Mamuju dan Kabupaten Majene, Sulawesi Barat, pada Jumat dinihari, 15 Januari 2021, menyisakan trauma mendalam bagi warga terdampak. Walhasil, warga masih belum berani kembali ke dalam rumah.
"Sampai saat ini, saya belum berani berlama-lama di dalam rumah. Setiap berada di dalam rumah, ada perasaan takut dan was-was akan terjadinya gempa lagi," kata seorang warga Mamuju, Syukur, Kamis, 21 Januari 2021.
Dia mengaku, masih bertahan di depan rumahnya bersama para tetangga yang mencoba bertahan. Dia dan sejumlah tetangga memilih tidak mengungsi jauh dari kawasan perumahan tempatnya tinggal.
"Kami sempat berfikir untuk mengungsi meninggalkan Kota Mamuju setelah ada informasi bahwa akan terjadi gempa susulan dengan kekuatan yang lebih besar, bahkan akan diikuti tsunami. Kami sempat panik, apalagi para ibu-ibu dan anak-anak. Setelah kami pertimbangkan, akhirnya kami putuskan untuk tetap bertahan di sini," ujar Syukur.
Bukan hanya para orang tua yang mengalami traumatik setelah gempa mengguncang. Namun anak-anak juga mengalami trauma.
Baca: 102 Korban Gempa Sulbar Telah Dipulangkan ke Jateng-Jatim
"Sampai saat ini, anak saya mengalami demam, apalagi saat mendengar suara yang keras, demamnya langsung naik. Insyaallah, jika kondisi sudah benar-benar aman, saya akan membawa keluarga refreshing untuk menghilangkan traumatik akibat gempa ini," tutur Syukur.
Warga lainnya, Adnan, mengaku jika berada di dalam rumahnya yang rusak akibat gempa selalu dibayang-bayangi rasa takut dan khawatir terjadi gempa susulan. Warga lainnya, kata dia, selalui dihantui rasa takut terjadi gempa susulan.
"Setiap berada di dalam rumah, perasaan saya seolah oleng, padahal tidak terjadi gempa. Mungkin ini yang disebut traumatik, sebab kami selalu dibayang-bayangi perasaan takut," tuturnya.
Warga korban gempa di Mamuju berharap, ada pendampingan psikologis di tenda-tenda pengungsian. Sehingga warga korban gempa secara berangsur bisa menghilangkan perasaan traumatis dampak gempa.
"Khususnya untuk anak-anak, perlu pendampingan khusus agar tidak menjadi bayang-bayang mereka kelak," kata Adnan.
Mamuju:
Gempa bumi berkekuatan 6,2 magnitudo yang mengguncang Kabupaten Mamuju dan Kabupaten Majene, Sulawesi Barat, pada Jumat dinihari, 15 Januari 2021, menyisakan trauma mendalam bagi warga terdampak. Walhasil, warga masih belum berani kembali ke dalam rumah.
"Sampai saat ini, saya belum berani berlama-lama di dalam rumah. Setiap berada di dalam rumah, ada perasaan takut dan was-was akan terjadinya gempa lagi," kata seorang warga Mamuju, Syukur, Kamis, 21 Januari 2021.
Dia mengaku, masih bertahan di depan rumahnya bersama para tetangga yang mencoba bertahan. Dia dan sejumlah tetangga memilih tidak mengungsi jauh dari kawasan perumahan tempatnya tinggal.
"Kami sempat berfikir untuk mengungsi meninggalkan Kota Mamuju setelah ada informasi bahwa akan terjadi gempa susulan dengan kekuatan yang lebih besar, bahkan akan diikuti tsunami. Kami sempat panik, apalagi para ibu-ibu dan anak-anak. Setelah kami pertimbangkan, akhirnya kami putuskan untuk tetap bertahan di sini," ujar Syukur.
Bukan hanya para orang tua yang mengalami traumatik setelah gempa mengguncang. Namun anak-anak juga mengalami trauma.
Baca: 102 Korban Gempa Sulbar Telah Dipulangkan ke Jateng-Jatim
"Sampai saat ini, anak saya mengalami demam, apalagi saat mendengar suara yang keras, demamnya langsung naik. Insyaallah, jika kondisi sudah benar-benar aman, saya akan membawa keluarga
refreshing untuk menghilangkan traumatik akibat gempa ini," tutur Syukur.
Warga lainnya, Adnan, mengaku jika berada di dalam rumahnya yang rusak akibat gempa selalu dibayang-bayangi rasa takut dan khawatir terjadi gempa susulan. Warga lainnya, kata dia, selalui dihantui rasa takut terjadi gempa susulan.
"Setiap berada di dalam rumah, perasaan saya seolah oleng, padahal tidak terjadi gempa. Mungkin ini yang disebut traumatik, sebab kami selalu dibayang-bayangi perasaan takut," tuturnya.
Warga korban gempa di Mamuju berharap, ada pendampingan psikologis di tenda-tenda pengungsian. Sehingga warga korban gempa secara berangsur bisa menghilangkan perasaan traumatis dampak gempa.
"Khususnya untuk anak-anak, perlu pendampingan khusus agar tidak menjadi bayang-bayang mereka kelak," kata Adnan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LDS)