Klaten: Seorang remaja berusia 18 tahun asal Klaten, Jawa Tengah, belakangan ini viral karena mengidap faringitis akut gegera sering mengisap rokok dan vape.
Praktisi Kesehatan, Dokter Tri Budhi, menyoroti usia ketika Rico mulai mengonsumsi produk tembakau, yakni sejak ia berusia 11 tahun. Kasus Rico juga terjadi karena ada faktor abainya pengawasan terhadap penggunaan produk tembakau pada anak-anak di Indonesia.
"Di Jepang dan Korea wajib membawa KTP setiap pembelian rokok ataupun vape, bahkan di Korea harus interview dan lolos tes untuk bisa pertama kali membeli vape atau produk tembakau alternatif lainnya. Di Indonesia belum ada regulasi kuat yang mengikat ketat (untuk mengawasi pengguna tembakau di bawah umur)," kata Tri dalam keterangan pers, Selasa, 23 April 2024.
Tri berpendapat jika vape merupakan produk yang lebih rendah risiko, tetapi tidak untuk digunakan bersamaan dengan rokok.
"Vape itu notabene tetap produk yang memiliki risiko lebih rendah dari rokok, bukan tidak berisiko, makanya di dunia vape masuk dalam Harm Reduction Concept yang bertujuan untuk mengganti produk berbahaya ke produk yang lebih rendah bahayanya. Oleh karena itu usianya harus dibatasi," jelas Tri.
Selaras dengan pernyataan Tri, penelitian dari Public Health England tahun 2022 menunjukkan bahwa vape memiliki profil risiko lebih rendah daripada rokok konvensional.
Temuan ini menunjukkan bahwa vape memiliki potensi untuk menjadi produk alternatif bagi masyarakat yang ingin berhenti merokok, bukan sebagai produk yang digunakan secara bersamaan.
Faktor Rokok dan Vape Harus Dibedakan
Rico didiagnosis Paringitis–bronkitis akut (radang tenggorokan dan paru). Menurut Tri Budhi kondisi yang dialami Rico ini perlu dijabarkan sudah berapa lama, kapan pertama terdiagnosisnya, dan dibandingkan mana yang lebih konstan digunakan, apakah vape atau rokok.
Selain itu perlu faktor pendukung lain seperti gaya hidup, genetik, serta Riwayat penyakit penyerta juga perlu ditinjau. Rico sendiri menyebutkan bahwa ia sudah lama tidak mengonsumsi vape dan akhir-akhir ini lebih banyak merokok.
"Tujuh tahun yang lalu vape masih sulit ditemukan dan harganya mahal, sepertinya lebih gak mungkin anak 11 tahun ke bawah bisa menggunakan vape, lebih mudah rokok dengan 2000 rupiah sudah dapat sebatang rokok di kios-kios," ungkap Tri Budhi.
Dengan demikian Tri Budhi menyampaikan rokok jelas berbahaya, sedangkan vape lebih rendah risiko, tetapi bukan berarti tanpa bahaya. Di sisi lain, komitmen untuk melindungi anak-anak dari produk tembakau harus didukung oleh peraturan yang kuat dan tepat sasaran, serta dilengkapi dengan usaha penegakan aturan yang efektif.
Klaten: Seorang remaja berusia 18 tahun asal Klaten, Jawa Tengah, belakangan ini viral karena mengidap faringitis akut gegera sering mengisap
rokok dan vape.
Praktisi Kesehatan, Dokter Tri Budhi, menyoroti usia ketika Rico mulai mengonsumsi produk tembakau, yakni sejak ia berusia 11 tahun. Kasus Rico juga terjadi karena ada faktor abainya pengawasan terhadap penggunaan produk tembakau pada anak-anak di Indonesia.
"Di Jepang dan Korea wajib membawa KTP setiap pembelian rokok ataupun vape, bahkan di Korea harus interview dan lolos tes untuk bisa pertama kali membeli vape atau produk tembakau alternatif lainnya. Di Indonesia belum ada regulasi kuat yang mengikat ketat (untuk mengawasi pengguna tembakau di bawah umur)," kata Tri dalam keterangan pers, Selasa, 23 April 2024.
Tri berpendapat jika vape merupakan produk yang lebih rendah risiko, tetapi tidak untuk digunakan bersamaan dengan rokok.
"Vape itu notabene tetap produk yang memiliki risiko lebih rendah dari rokok, bukan tidak berisiko, makanya di dunia vape masuk dalam Harm Reduction Concept yang bertujuan untuk mengganti produk berbahaya ke produk yang lebih rendah bahayanya. Oleh karena itu usianya harus dibatasi," jelas Tri.
Selaras dengan pernyataan Tri, penelitian dari Public Health England tahun 2022 menunjukkan bahwa vape memiliki profil risiko lebih rendah daripada rokok konvensional.
Temuan ini menunjukkan bahwa vape memiliki potensi untuk menjadi produk alternatif bagi masyarakat yang ingin berhenti merokok, bukan sebagai produk yang digunakan secara bersamaan.
Faktor Rokok dan Vape Harus Dibedakan
Rico didiagnosis Paringitis–bronkitis akut (radang tenggorokan dan paru). Menurut Tri Budhi kondisi yang dialami Rico ini perlu dijabarkan sudah berapa lama, kapan pertama terdiagnosisnya, dan dibandingkan mana yang lebih konstan digunakan, apakah vape atau rokok.
Selain itu perlu faktor pendukung lain seperti gaya hidup, genetik, serta Riwayat penyakit penyerta juga perlu ditinjau. Rico sendiri menyebutkan bahwa ia sudah lama tidak mengonsumsi vape dan akhir-akhir ini lebih banyak merokok.
"Tujuh tahun yang lalu vape masih sulit ditemukan dan harganya mahal, sepertinya lebih gak mungkin anak 11 tahun ke bawah bisa menggunakan vape, lebih mudah rokok dengan 2000 rupiah sudah dapat sebatang rokok di kios-kios," ungkap Tri Budhi.
Dengan demikian Tri Budhi menyampaikan rokok jelas berbahaya, sedangkan vape lebih rendah risiko, tetapi bukan berarti tanpa bahaya. Di sisi lain, komitmen untuk melindungi anak-anak dari produk tembakau harus didukung oleh peraturan yang kuat dan tepat sasaran, serta dilengkapi dengan usaha penegakan aturan yang efektif.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEN)