Banyuwangi: Menyambut datangnya bulan suci Ramadaan, warga Suku Using di Banyuwangi, Jawa Timur menggelar tradisi unik bernama Ritual Resik Lawon. Kegiatan ini dilakukan dengan cara mencuci dan membersihkan kain kafan yang menutupi peti nenek moyang setempat bernama Ki Buyut Cungking.
Ritual Resik Lawon sudah dijalankan warga setempat sejak ratusan tahun lalu setiap tanggal 10 hingga 15 ruwah dalam kalender jawa, yaitu pada hari Kamis atau hari Minggu. Ritual ini dilakukan sebagai simbol kebersihan diri agar masyarakat mendapatkan berkah dari doa-doa yang dipanjatkan selama ritual.
Diawali dengan melepas kain putih yang melepas cungkok di petilasan untuk dicuci di sungai, sejumlah kain yang perlu diperbaiki juga dijahit ulang. Kemudian kain kafan atau lawon sepanjang 100 meter lebih ini dijemur di sepanjang jalan dengan ketinggian 5 meter.
Saat proses penjemuran, kain diikat menggunakan tali tambang hitam yang dibentangkan pada bambu. Ada syarat yang harus dilakukan dalam ritual, yaitu kain putih tidak boleh jatuh dan terkena tanah.
Jika sudah kering, kain diturunkan dan dibawa kembali ke Balai Tajuk. Kemudian dipasang kembali di makam buyut Cungking dengan cara bergotong royong. Salah satu hal yang menarik dari ritual ini adalah air perasan kain kafan tidak langsung dibuang melainkan menjadi rebutan warga untuk diminum karena dipercaya bisa mendatangkan berkah.
“Sebenarnya ritual ini untuk mengganti baju setiap tahun, karena menjelang ramadhan, supaya tetap bersih,” ujar juru kunci makam Jam’i dalam tayangan Selamat Pagi Indonesia di Metro TV pada Jumat, 25 Maret 2022. (Leres Anbara)
Banyuwangi:
Menyambut datangnya bulan suci Ramadaan, warga Suku Using di
Banyuwangi, Jawa Timur menggelar tradisi unik bernama Ritual Resik Lawon. Kegiatan ini dilakukan dengan cara mencuci dan membersihkan kain kafan yang menutupi peti nenek moyang setempat bernama Ki Buyut Cungking.
Ritual Resik Lawon sudah dijalankan warga setempat sejak ratusan tahun lalu setiap tanggal 10 hingga 15 ruwah dalam kalender jawa, yaitu pada hari Kamis atau hari Minggu. Ritual ini dilakukan sebagai simbol kebersihan diri agar masyarakat mendapatkan berkah dari doa-doa yang dipanjatkan selama ritual.
Diawali dengan melepas kain putih yang melepas cungkok di petilasan untuk dicuci di sungai, sejumlah kain yang perlu diperbaiki juga dijahit ulang. Kemudian kain kafan atau lawon sepanjang 100 meter lebih ini dijemur di sepanjang jalan dengan ketinggian 5 meter.
Saat proses penjemuran, kain diikat menggunakan tali tambang hitam yang dibentangkan pada bambu. Ada syarat yang harus dilakukan dalam ritual, yaitu kain putih tidak boleh jatuh dan terkena tanah.
Jika sudah kering, kain diturunkan dan dibawa kembali ke Balai Tajuk. Kemudian dipasang kembali di makam buyut Cungking dengan cara bergotong royong. Salah satu hal yang menarik dari ritual ini adalah air perasan kain kafan tidak langsung dibuang melainkan menjadi rebutan warga untuk diminum karena dipercaya bisa mendatangkan berkah.
“Sebenarnya ritual ini untuk mengganti baju setiap tahun, karena menjelang ramadhan, supaya tetap bersih,” ujar juru kunci makam Jam’i dalam tayangan Selamat Pagi Indonesia di Metro TV pada Jumat, 25 Maret 2022. (
Leres Anbara)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MBM)