Yogyakarta: Kriminolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Suprapto menilai aksi kejahatan jalanan (klitih) di Yogyakarta didasari motif. Dia menolak jika klitih dilakukan tanpa motif.
"Motif jelas ada, untuk jati diri kelompok, pelampiasan kekecewaan atau ketidakpuasan menjalani hidup maupun rekrutmen pimpinan atau anggota baru (kelompok)," kata Suprapto di Yogyakarta, Kamis, 6 Februari 2020, melansir Antara.
Suprapto menyebut fenomena kejahatan jalanan di Yogyakarta tidak muncul secara tiba-tiba. Dia mengatakan meski pelakunya telah ditangkap, namun belum signifikan menimbulkan efek jera untuk menghentikan aksi kriminal.
Dia menduga ada indoktrinasi secara konsisten oleh para aktor atau senior dibalik aksi klitih. Sehingga pelaku berani beraksi, ditambah dengan pengaruh mengonsumsi minuman keras. Dia menerangkan penanganan klitih tidak cukup sekadar memberikan sanksi ke pelaku yang ditangkap.
"Harus berusaha mencari penyebab dengan menelusuri siapa yang berada di belakang aksi kejahatan jalanan tersebut," ujar Suprapto.
Dia melanjutkan upaya memutus mata rantai kejahatan jalanan, harus menjadi tanggung jawab bersama. Tidak cukup hanya bergantung ke pemerintah dan polisi.
"Lembaga keluarga, pendidikan, agama, ekonomi, dan pemerintah, termasuk masyarakat sesuai dengan kewenangan yang dimiliki perlu terlibat," jelas Suprapto.
Dia menerangkan masyarakat perlu berpartisipasi untuk mencegah, menangkap, dan melapor atau membawa pelaku ke kantor polisi tanpa menghakimi sendiri. Karena, kata dia, bakal timbul masalah baru bila main hakim sendiri.
Suprapto mengingatkan lembaga pendidikan perlu meningkatkan intensitas implementasi pendidikan karakter para siswa didik. Keluarga pun harus mampu memenuhi fungsi sosialisasi, pendidikan, dan perlundungan, sehingga anak tidak terjerumus dalam perilaku anarkistis.
"Perilaku manusia, termasuk anak dan remaja memang ditentukan oleh asal dan ajar. Asal adalah perilaku atau karakter bawaan lahir, sedangkan ajar adalah perilaku hasil didikan atau sosialisasi," bebernya.
Yogyakarta: Kriminolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Suprapto menilai
aksi kejahatan jalanan (klitih) di Yogyakarta didasari motif. Dia menolak jika klitih dilakukan tanpa motif.
"Motif jelas ada, untuk jati diri kelompok, pelampiasan kekecewaan atau ketidakpuasan menjalani hidup maupun rekrutmen pimpinan atau anggota baru (kelompok)," kata Suprapto di Yogyakarta, Kamis, 6 Februari 2020, melansir
Antara.
Suprapto menyebut fenomena kejahatan jalanan di Yogyakarta tidak muncul secara tiba-tiba. Dia mengatakan meski pelakunya telah ditangkap, namun belum signifikan menimbulkan efek jera untuk menghentikan aksi kriminal.
Dia menduga ada indoktrinasi secara konsisten oleh para aktor atau senior dibalik aksi klitih. Sehingga pelaku berani beraksi, ditambah dengan pengaruh mengonsumsi minuman keras. Dia menerangkan penanganan klitih tidak cukup sekadar memberikan sanksi ke pelaku yang ditangkap.
"Harus berusaha mencari penyebab dengan menelusuri siapa yang berada di belakang aksi kejahatan jalanan tersebut," ujar Suprapto.
Dia melanjutkan upaya memutus mata rantai kejahatan jalanan, harus menjadi tanggung jawab bersama. Tidak cukup hanya bergantung ke pemerintah dan polisi.
"Lembaga keluarga, pendidikan, agama, ekonomi, dan pemerintah, termasuk masyarakat sesuai dengan kewenangan yang dimiliki perlu terlibat," jelas Suprapto.
Dia menerangkan masyarakat perlu berpartisipasi untuk mencegah, menangkap, dan melapor atau membawa pelaku ke kantor polisi tanpa menghakimi sendiri. Karena, kata dia, bakal timbul masalah baru bila main hakim sendiri.
Suprapto mengingatkan lembaga pendidikan perlu meningkatkan intensitas implementasi pendidikan karakter para siswa didik. Keluarga pun harus mampu memenuhi fungsi sosialisasi, pendidikan, dan perlundungan, sehingga anak tidak terjerumus dalam perilaku anarkistis.
"Perilaku manusia, termasuk anak dan remaja memang ditentukan oleh asal dan ajar. Asal adalah perilaku atau karakter bawaan lahir, sedangkan ajar adalah perilaku hasil didikan atau sosialisasi," bebernya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LDS)